Mohon tunggu...
Nabila Mayta
Nabila Mayta Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Sebelas Maret Surakarta

a not-so-good-with-words comm undergraduate

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kisah Bu Karmi, Tetap Berjualan Jamu Tradisional di Tengah Gempuran Obat Modern

26 November 2023   19:00 Diperbarui: 26 November 2023   19:02 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Sering kesini buat minum jamu yang memperlancar haid, Mbak. Alhamdulillah selalu lancar dan menurut saya di badan lebih sehat juga rasanya dibanding minum obat tablet,” kata Ulfah.

Walaupun pedagang jamu kerap dipandang sebelah mata, Mbak Karmi mengaku bangga dengan profesinya. Dari hasil jerih payahnya, ia mampu menyekolahkan anaknya ke salah satu universitas bergengsi di kota Solo.

“Alhamdulillah tahun ini anak saya jadi mahasiswa baru, Mbak. Dari hasil jualan jamu ini insyaallah saya bisa biayai kuliah dia,” ujarnya.

Dengan mata yang berbinar dan senyum yang seakan tak pernah padam, ia menyuguhkan jamu beras kencur ke pelanggan lain sambil melanjutkan ceritanya.

“Dia daftar di jurusan bimbingan konseling,” sambung Mbak Karmi dengan bangga.

Setiap pagi, Mbak Karmi memboyong belasan botol kaca berisikan berbagai macam jamu ke Pasar Nongko dengan menaiki sepeda ontel. Jamu-jamu itu kemudian ditata rapi di gerobak kecilnya. Ia berjualan mulai pukul 7 pagi hingga 12 siang.

Dahulu, sebelum memiliki gerobak kayu, Mbak Karmi berjualan keliling dengan mengayuh sepeda ontel kesayangannya di sepanjang Jalan Hasanudin, jamu-jamunya itu ia tadahi di keranjang rotan yang dililitkan ke sepeda menggunakan selendang. Hingga akhirnya, ia memutuskan untuk menetap di basement Pasar Nongko.

“Dulu kalau jualan susah, Mbak. Pas naik sepeda saya sering was-was takut botolnya jatuh,” ujarnya.

Lambat laun, khasiat jamu Mbak Karmi semakin dikenal dari mulut ke mulut pelanggannya. Alhasil, ia sanggup membeli gerobak kecil sebagai modal berjualan jamu hingga kini.

Satu porsi jamu Mbak Karmi dibanderol dengan harga Rp5000. Dengan itu, pelanggan akan mendapatkan satu ikat jamu sebagai “obat” yang disesuaikan dengan keluhan mereka dan satu ikat jamu sebagai tombo–jamu untuk menghilangkan rasa pahit yang tertanggal di lidah–yang biasanya berperisa manis seperti beras kencur.

Menjual jamu tidak seperti makanan atau minuman lain yang memiliki pelanggan pasti setiap harinya. Terkadang, pelanggan hanya datang beberapa hari sekali karena sudah membeli jamu dalam kemasan besar (500 ml) yang dibanderol dengan harga Rp25000.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun