Mohon tunggu...
Nabilalr
Nabilalr Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar

Pembelajar Omnivora. Menulis sebagai tanda pernah 'ada', pernah 'merasa', dan pernah disebuah 'titik'.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Di Dunia yang Luas dan Besar ini, Aku Merasa Sendirian

29 Maret 2020   11:13 Diperbarui: 29 Maret 2020   11:10 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di dunia yang luas dan besar ini, aku merasa sendirian.

Sejak hari itu aku merasa sendirian. Dan semakin hari, perasaan itu semakin tumbuh dan semakin kupahami sebagai identitas baruku. Aku merasa terasing dari raga yang telah kutempati sekian puluh tahun dalam hidupku. Aku merasa ada entitas baru yang terus tumbuh dan mengusik ketenangan dan kebahagiaan yang berhasil kudefinisikan dari hasil pencarian sekian tahun. 

Dan entitas baru itu seakan memberikan pemaknaan baru akan siapa aku sekarang, beserta serentetan konsekuensi yang membuntuti. Semacam apa yang harus kulakukan, dan bagaimana aku harus melakukannya.

Sejak hari yang bersejarah itu, aku merasa tidak ada lagi yang bisa kupahami. Selain diriku yang baru. Aku masih mengenal diriku namun bukan dari perspektif yang selama ini kuyakini benar. Sudut pandang baru itu telah merubah banyak hal dari diriku yang lama. Sudut pandang yang semakin menunjukkan kompleksitasnya disetiap sisi. 

Disetiap jengkal langkah yang tak melulu subur. Kadang aku harus menerobos belukar agar aku tidak perlu berhenti. Sebab saat berhenti aku justru merasa semakin asing dan tidak tahu lagi arah kemana harus melangkah. Kemana saja, asal aku tidak berhenti di tengah jalan.

Kuyakinkan diri sendiri bahwa ini adalah mauku. Adalah keputusan dari sekian pertimbangan. Kuyakini tepat meski aku tau resikonya. Mesti sesiap siapnya diri akan resiko, belum tentu akan sanggup menghadapinya dengan tepat juga. Tidak pernah ada yang betulan siap dengan kesiapan itu sendiri. Bahkan saat kutuliskan ini pun diriku masih bergelayut dengan bayang bayang identitas yang lama, yang kerap hadir mendominasi. Minta diperhatikan, lalu meluruhkan identitas baruku pelan pelan.

Aku sadar aku tak bisa lagi mundur.  Inilah aku yang sekarang. Berada dalam pertempuran identitas. Aku hanya tau harus terus berjuang, entah pada yang mana. Entah harus berpihak pada siapa. Bagiku tak penting. Aku tetaplah aku. Manusia kecil yang terus berubah disetiap detiknya. Manusia rapuh yang selalu berusaha agar tak lumpuh pada waktu dan kondisi. Manusia rentan yang menolak mundur.

Di dunia yang besar dan luas ini, aku merasa sendirian. Selain diriku sendiri yang akan tetap membersamaiku sampai ujung. Aku sadar bahwa manusia lahir tidak membawa apa apa, selain nafas yang dititipkan, dan raga yang perlu dijaga. Dan kelak pun ketika tiada, manusia kembali pada ketiadaan papa. Hanya dirinya sendiri yang kembali. Tekenang sebagai yang pernah ada. Entah pada identitas yang mana..

.

'Dan di dunia yang luas dan besar ini, ada dia. Tidak kumiliki selamanya namun perlu ku jaga. Aku hanya perlu menjaganya.'

Pungkasku dalam hati, sebelum merapikan selimut seseorang disebelahku dan mematikan lampu kamar kami. 'Selamat malam.' Ujarku lirih sebelum akhirnya benar benar terpejam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun