Mohon tunggu...
Nabilah Husnul Fatika
Nabilah Husnul Fatika Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Sriwijaya

Politik Luar Negeri, Isu Internasional

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Dinamika Geopolitik Konflik Laut Cina Selatan dan Implikasinya Terhadap Keamanan Regional

6 Desember 2024   23:42 Diperbarui: 6 Desember 2024   23:49 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Laut Cina Selatan merupakan laut semi tertutup. Letak Laut Cina Selatan yang dikelilingi oleh berbagai negara karena sifatnya yang semi-tertutup mengakibatkan sulitnya menentukan batas-batas maritim masing-masing negara. Hal ini menyebabkan Laut Cina Selatan menjadi wilayah yang disengketakan, dengan beberapa negara mengklaim hak-hak teritorial yang saling bertentangan. Inti dari sengketa ini adalah kekayaan sumber daya alam yang melimpah di Laut Cina Selatan, seperti minyak, gas alam, dan kekayaan perikanan (Tandungan, 2020; Ardila, 2020). Kontrol dan eksploitasi sumber daya ini telah meningkatkan ketegangan di antara negara-negara yang bersengketa, yang berpuncak pada serangkaian kebuntuan diplomatik dan sesekali sikap militer (Pedrason, 2021).

Latar Belakang Konflik

Akar konflik Laut Cina Selatan dimulai ketika klaim sepihak yang dibuat oleh Cina pada tahun 1947, yang mencakup hampir seluruh wilayah Laut Cina Selatan. Klaim ini pada awalnya diterbitkan dalam bentuk peta yang menggambarkan sembilan garis putus-putus di sekitar wilayah yang disengketakan (Akmal & Pazli, 2016, hlm. 2). Dalam perkembangannya, klaim ini memunculkan banyak tanggapan dari sejumlah negara yang juga menegaskan klaim mereka atas wilayah tersebut. Setidaknya ada enam negara yang menyatakan ketidaksetujuannya terhadap status Laut Cina Selatan. Negara-negara tersebut antara lain Cina, Vietnam, Taiwan, Filipina, Malaysia, dan Brunei. Setiap negara memiliki perspektif yang berbeda dalam hal kepemilikan wilayah tersebut. Klaim yang dibuat oleh Cina, Taiwan, dan Vietnam didasarkan pada bukti sejarah penemuan dan pendudukan pulau-pulau di Kepulauan Spratly dan Paracel. Klaim Filipina didasarkan pada pernyataan bahwa pulau-pulau tersebut merupakan bagian dari landas kontinennya. Malaysia dan Brunei telah mengajukan klaim terkait perluasan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan landas kontinen Indonesia (Wiranto, 2016, hlm. 8). Konflik Laut Cina Selatan terus berlarut-larut dan masih belum terselesaikan. Ada kekhawatiran bahwa konflik ini dapat meluas menjadi konflik keamanan regional dan menimbulkan potensi ancaman, seperti yang diungkapkan oleh Riawan dan Kaya (1993, hlm. 42). Bukan tidak mungkin bahwa Cina, sebagai negara yang memiliki kekuatan militer paling potensial, akan menggunakan segala cara untuk mengatasi situasi di Kepulauan Spratly. Dan bila hal ini terjadi, akan ada ancaman dari Cina bagi negara-negara di kawasan Asia Tenggara.

Dinamika Geopolitik

Perluasan wilayah yang diklaim Cina ini tentunya akan menjadi permasalahan yang mengancam beberapa negara di wilayah tersebut. Terutama saat Tahun 2010, Indonesia diseret dalam persoalan tersebut, saat Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia di wilayah utara Kepulauan Natuna, Prov. Kepulauan Riau juga diakusisi oleh Cina (Sulistyani et al., 2021). Hal ini menjadi masuk akal bahwa upaya Cina dalam mengakusisi Laut Cina Selatan didasarkan atas kekayaan sumber daya alam yang melimpah dan potensi jalur laut yang menguntungkan (Fajri, 2020). Di sisi lain, kekayaaan sumber daya alam Laut Cina Selatan sudah menjadi penopang perekonomian bagi banyak negara di wilayah tersebut selama berabad-abad, khususnya cadangan minyak, keragaman biota, dan hasil laut dengan nilai jual tinggi (Manek, 2023). Namun keputusan Cina ini memaksa banyak negara untuk berpikir ulang dalam melakukan aktivitas pelayaran di wilayah kedaulatanya di Laut Cina Selatan, sebab pasukan Cina yang beroperasi siap memaksa mundur kapal negara lain yang melewati batas yang disengketakan. Seperti yang diungkap Filipina saat kapal pemasok logistiknya diblokir dan dipaksa mundur, Kapal Patroli Cina akan memberikan tanda dengan menembakkan sinar laser hijau ke kapal penjaga pantai (Kompas, 2023). Keikutsertaan Amerika Serikat dalam menanggapi permasalahan ini juga membuat permasalahan menjadi semakin kompleks. Amerika Serikat bersama negara aliansinya Jepang dan Australia mengadakan latihan Angkatan laut bersama di lepas Pantai Barat Filipina, notabene ini termasuk bagian Laut Cina Selatan, kemudian terjadi gesekan kecil disana. Hal ini juga dimanfaatkan oleh Indonesia dengan melakukan latihan militer tahunan yang melibatkan beberapa negara, termasuk negara aliansi Amerika Serikat. Hal ini dilakukan oleh Indonesia untuk mendulang dukungan Amerika Serikat karena Indonesia telah dirugikan dengan keberadaan Cina, yang mana aktivitas pengeboran minyak dan gas alam di Kepulauan Natuna sempat dihentikan oleh Cina dengan dalil kawasan tersebut masuk daerah teritorinya (Taufani, 2023).

Dampak Konflik Laut Cina Selatan Terhadap Keamanan Negara di Asia Tenggara

Mengingat sifat konflik yang kontroversial, pengaruh semacam ini berfungsi untuk menghubungkan militer dengan warga sipil yang terkena dampak konflik. Dalam hal ini, militer berfungsi sebagai alat negara, dan warga sipil juga merupakan perwakilan negara. Konflik yang sedang berlangsung di Laut Cina Selatan memiliki potensi untuk secara signifikan mempengaruhi keamanan regional dan global. Beberapa dampak utamanya antara lain: Ketegangan Regional: Sengketa teritorial yang sedang berlangsung di Laut Cina Selatan berpotensi memperburuk ketegangan yang sudah ada di antara berbagai negara yang terlibat, seperti Cina, Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei, dan Taiwan. Hal ini berpotensi menimbulkan insiden militer yang tidak diinginkan dan meningkatkan risiko konflik bersenjata di wilayah tersebut. Gangguan Lalu Lintas Maritim: Ketegangan di Laut Cina Selatan berpotensi mengganggu lalu lintas maritim internasional, terutama mengingat status kawasan ini sebagai jalur perdagangan maritim yang penting bagi perdagangan global. Gangguan seperti itu dapat berdampak buruk pada ekonomi global dan stabilitas regional. Pengaruh eksternal: Konflik di Laut Cina Selatan telah menarik perhatian negara-negara di luar kawasan ini, termasuk Amerika Serikat, Jepang, dan Australia. Intervensi asing semacam itu dapat memperumit situasi dan meningkatkan ketegangan regional. Kegembiraan Politik: Persaingan atas wilayah dan sumber daya di Laut Cina Selatan dapat meningkatkan eskalasi politik di kawasan ini, yang pada gilirannya dapat mengganggu kerja sama regional dan menghambat upaya penyelesaian konflik secara damai. Ancaman Lingkungan: Aktivitas militer dan eksploitasi sumber daya alam di wilayah tersebut berpotensi merusak terumbu karang dan mengakibatkan hilangnya keanekaragaman hayati.

Kesimpulan

Konflik di Laut Cina Selatan mencerminkan dinamika geopolitik yang kompleks dengan implikasi yang luas bagi stabilitas regional dan global. Sengketa teritorial di wilayah ini dipicu oleh klaim-klaim yang tumpang tindih, terutama oleh Cina, yang berusaha memperluas pengaruhnya di kawasan dengan memanfaatkan kekayaan sumber daya alam yang signifikan. Ketegangan yang muncul tidak hanya memperburuk hubungan antarnegara yang terlibat tetapi juga mengganggu jalur perdagangan internasional yang penting. Selain itu, keterlibatan negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan aliansinya semakin memperumit situasi, menciptakan tantangan diplomatik dan risiko eskalasi konflik bersenjata. Meski demikian, upaya penyelesaian damai dan kerja sama regional melalui pendekatan diplomasi multilateral harus tetap menjadi prioritas. ASEAN dan komunitas internasional memiliki peran strategis dalam mendorong dialog dan mencegah konflik ini meluas menjadi ancaman yang lebih besar bagi keamanan dan keseimbangan kekuatan di kawasan.

REFERENSI

Akmal., & Pazli. (2016). Strategi Indonesia Menjaga Keamanan Wilayah Perbatasan terkait       Konflik Laut Cina Selatan pada Tahun 2009-2014. Journal of International Society, 3(1),          1-13.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun