Apa itu Skizofrenia?
(Oleh: Nabilah khairunnisa R)
Skizofrenia diseluruh dunia sudah menjadi masalah yang sangat serius. Adapun data badan kesehatan dunia World Health Organization (WHO), di dunia saat ini terdapat, 21 juta orang terkena Skizofrenia. Dengan berbagai faktor biologis, psikologis dan sosial dengan keanekaragaman penduduk, maka jumlah kasus gangguan jiwa terus bertambah yang berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang.
Pengertian Skizofrenia memiliki banyak variasi menurut (Prabowo, 2014) Skizofrenia adalah orang yang mengalami gangguan emosi, pikiran, perilaku. Skizofrenia adalah penyakit yang sangat tidak di mengerti. Masyarakat merasa takut pasien dapat mengamuk dan menjadi kejam. Maka dulu pasien ini dikurung dan diikat, sekarang sudah banyak informasi tentang Skizofrenia yang disebarluaskan sehingga masyarakat bisa lebih mengerti. Sekarang banyak pasien yang mendapatkan pengobatan yang tepat dan supervsi yang baik sehingga mereka dapat tinggal bersama dengan keluarga dan hidup produktif (Baradero & Dkk, 2015)
Pengaruh globalisasi, modernisasi, urbanisasi dan idustrialisasi sebagai hasil dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam upaya pembangunan di segala bidang menimbulkan dampak pada perubahan pola hidup dan perubahan tata nilai dari kehidupan. Salah satu efek dari perubahan itu bila ditinjau dari segi kejiwaan yang mengakibatkan semakin meningkatkan kebutuhan hidup, suasana persaingan dalam mencapai kebutuhan itu semakin tajam sifat individualisme seseorang. Hal ini dapat memicu stressor psikososial yang mengakibatkan perubahan mental dan memerlukan penyesuaian baru (Maramis, 2015 ).
Kesehatan jiwa merupakan suatu keadaan kesehjateraan tiap individu yang mampu mengoptimalkan kemampuannya, dapat mengatasi stress dalam hidupnya, dapat bekerja secara produktif dan bermanfaat serta dapat berkontribusi terhadap komunitasnya. Dengan Kesehatan mental yang baik, individu akamn dapat tampil optimal sesuai kapasitasnya serta produktif, yang akan menunjang pada terciptanya masyarakat yang maju. Sebaliknya bila kesehatan mental seseorang rendah, orang akan sangat menderita, kualitas hidupnya buruk, bahkan hingga menyebabkan kematian. Kesehatan mental seseorang dapat disebabkan oleh banyak faktor baik internal maupun eksternal, terutama difokuskan pada lingkungan baik fisik dan non fisik, seperti penyakit yang di derita, lingkungan sosial dan pola asuh (WHO, 2006).
Menurut WHO (2006) menyebutkan bahwa di perkirakan 26 juta penduduk Indonesia mengalami gangguan kejiwaan, dari tingkat ringan hingga berat. Gangguan kesehatan mental merupakan kesehatan yang merupakan masalah yang paling serius, WHO memprediksi bahwa tahun 2020 masalah kesehatan mental seperti depresi akan menjadi penyakit yang paling banyak adalah jenis Skizofrenia tipe paranoid dari seluruh jumlah penderita atau menduduki urutan pertama. Penderita gangguan jiwa dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Penderita gangguan jiwa dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Menurut World Health Organization (2014) jumlah penderita gangguan jiwa Skizofrenia sekitar 21 juta orang di seluruh dunia, tetapi tidak seperti jumlah penderita gangguan mental lainnya (WHO, 2014).
Gejala-gejala Skizofrenia dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu: gejala primer (gangguan proses piker, gangguan efek dan emosi, gangguan kemauan, gejala psikomor) dan gejala sekunder ( waham dan halusinasi ) Skizofrenia merupakan gangguan yang berlangsung minimal 1 bulan gejala fase aktif. Dibanding  dengan  gangguan mental yang lain, Skizofrenia bersifat kronis dan melemahkan, bagi individu yang mengidap Skizofrenia bersifat kronis dan melemahkan, bagi individu yang pernah mengidap Skizofrenia dan pernah mengidap Skizofrenia dan pernah dirawat, maka kemungkinan kambuh sekitar 50-80% ( Sutejo, 2017).
Skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa yang ditandai dengan distorsi realita, disorganisasi dan penuruan psikomotor. Seseorang dengan Skizofrenia sulit dalam membedakan realita denga nisi pemikirannya sendiri. Pasien Skizofrenia memiliki tanda gejala yang khas seperti halunisasi, delusi, kekacauan proses fikir dan kekacaun perilaku yang disebut dengan gejala positif, sedangkan gejala negative yang muncul seperti penurunan motivasi, kurangnya dalam perawatan diri (Stuart, 2007). Pasien dengan Skizofrenia sering mengalami stigma dalam keluarga dan lingkungan masyarakat yang menganggap jika seseorang mengalami gangguan jiwa hal tersebut merupakan aib (Hawari, 2014).
Gangguan jiwa berat adalah gangguan jiwa yang ditandai oleh terganggunya kemampuan menilai realitas atau tilikan (insight) yang buruk. Gejala yang menyertai gangguan ini antara lain berupa halusinasi, ilusi, waham, gangguan proses pikir, kemampuan berpikir, serta tingkah laku aneh, misalnya agresivitas atau katatonik. Gangguan jiwa berat dikenal dengan sebutan psikosis dan salah satu contoh psikosis adalah Skizofrenia (Balitbangkes Kemenkes RI, 2013). Satu ciri khas Skizofrenia adalah halunisasi ( persepsi sensoris yang tidak benar dan tidak berdasarkan realitas). Halusinasi dapat menyangkut lima Indera dan sensasi tubuh yang lain ( Baradero, 2010: 139). Halunisasi sering diidentikkan dengan Skofrenia. Dari seluruh Skizofrenia, 70% diantaranya mengalami halusinasi (Purba, 2010). Halunisasi tidak sama dengan ilusi. Ilusi adalah persepsi yang keliru tentang sesuatu yang real di lingkungan (Baradero, 2010 : 139). Sementara itu, halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar).
Menurut Cancron & Lehman (2000), bahwa halusinasi terbagi dari berbagai macam yaitu halusinasi auditori (pendengaran), halusinasi visual (penglihatan), halusinasi olfaktori (penciuman), halusinasi taktil (sentuhan), halusinasi gustatori (pengecapan), dan halusinasi kinestetik (Baradero, 2010). Pasien gangguan jiwa kronis sering mengalami ketidakpedulian merawat diri yang merupakan gejala negative , hal ini menyebabkan pasien dikucilkan dalam keluarga maupun di Masyarakat (Keliat, Budi Anna, 2011). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Holmberg & Kane (1999) yang bertujuan untuk melihat perawatan diri dan Kesehatan pasien menunjukkan bahwa pasien psikiatri kurang melakukan perawatan diri atau kegiatan akitivitas Kesehatan (Andayani, 2012).