Pengertian dari SOGIESC itu sendiri adalah konsep pemahaman mengenai ketubuhan, orientasi seksual, dan gender, yang dibuat agar dapat membuka pikiran masyarakat secara lebih luas. Yang dimana SOGIESC terdiri dari SO (sexual orientation), yang artinya ketertarikan baik secara fisik, emosional, romantisme, dan atau seksual pada jenis kelamin tertentu, GI (gender identity) mengenai bagaimana seseorang mengidentifikasikan dirinya terhadap suatu gender tertentu, perlu dicatat bahwa ini adalah otoritas setiap orang, kita tidak bisa men judge seorang yang fisiknya nampak seperti laki - laki, akan tetapi dia ingin mengidentifikasikan dirinya sebagai perempuan, ataupun sebaliknya, dan ada juga seorang yang mengidentifikasikan dirinya sebagai transgender, dan ada juga seseorang yang tidak ingin mengidentifikasikan dirinya baik sebagai laki - laki, perempuan, maupun transgender yang seringkali disebut sebagai "QUEER",E (expression) mengenai bagaimana seseorang mengekspresikan dirinya, SC (sex characteristic) berbicara mengenai karakteristik sexual setiap orang, hal ini berkaitan dengan kromosom, gonad dan biologi setiap orang (Arivia & Gina, 2015).
Konsep ini berlatar belakang pada banyaknya pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi karena masyarakat masih belum mampu menerima keberagaman, baik itu keberagaman gender, maupun orientasi seksual. Kurangnya pengetahuan masyarakat nyatanya tak hanya berhenti pada seks karakteristik tersebut, sampai saat ini masih banyak masyarakat yang belum paham benar mengenai identitas gender. Masyarakat hanya mengenal adanya peran laki-laki dan perempuan di kehidupan sosial serta tidak ada lagi peran ataupun ruang bagi identitas gender lain. Perspektif masyarakat yang belum dikonstruksi secara benar mengenai identitas gender mengakibatkan munculnya suatu penyimpangan berkonotasi diskriminasi terhadap minoritas gender (LGBT) dimana mereka pada dasarnya secara lahiriah memiliki hak yang sama seperti mayoritas gender lainnya.
Padahal seseorang jika memilih untuk menjadi kaum homoseksual itu merupakan bagian dari otoritas mereka. Mengapa otoritas seseorang? Karena disini kita berbicara mengenai hak tiap orang yang dimana kita harus menghormati bukan malah memberi stigma negative kepada kaum tersebut. Karena stigma itu lahir juga dari konstruksi budaya di masyarakat dan perlu dicatatat bahwa semua unsur di dalam sogiesc tidak saling terikat tetapi balik lagi ke ototritas seseorang.
Kesimpulannya disini adalah fenomena homophobia muncul karena masih banyaknya masyarakat yang kerap memandang buruk kaum homoseksual , karena Perilaku homoseksual dimata masyarakat dianggap suatu bentuk perilaku negatif dan juga dianggap menyimpang dari norma masyarakat , stigma buruk masyarakat dan prasangka negatif masyarakat terhadap kaum homoseksual pada akhirnya menimbulkan seseorang untuk enggan serta takut dan lebih untuk menjauhi kaum homoseksual tersebut. Padahal setiap orang memiliki hak untuk memenuhi ketubuhan, orientasi seksualnya. Oleh karena itu pemahaman sogiesc hadir untuk bisa membuka mata serta pikiran masyarakat lebih luas. Sehingga tidak ada lagi diskriminasi atau pandangan buruk terhadap kaum homoseksual tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Arivia, G., & Gina, A. (2015). “Makna Hidup” Bagi LGBT Ketika Negara Abai: Kajian Queer di Jakarta. Jurnal Perempuan, 20(4).
Mariani, O. (2013). Hubungan antara Dukungan Sosial dan Komitmen Beragama dengan Internalized Homophobia pada Lesbian. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya, 2(2), 1–10.
Oki Rahadianto Sutopo. (2019). Heteronormativitas, Wacana LGBT dan Perjuangan Komunitas Waria Melawan Stigma. Jurnal Pemikiran Sosiologi, 6(1), 1–17
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H