Nabila Husna Putri H. (21107020055)
Dalam kehidupan sosial diibaratkan seperti pertunjukkan sebuah drama, dimana Individu sebagai aktor memiliki peran untuk mencapai tujuan tertentu melalui drama tersebut. Untuk mencapai tujuannya, Individu mengembangkan perilaku yang mendukung perannya. Adapun tokoh sosiolog asal Kanada yang mencetuskan konsep interaksi sosial itu seperti sebuah pertunjukkan drama, ia bernama Erving Goffman.
Goffman lahir di Mannville, pada 11 Juni 1922. Ia dipandang sebagai tokoh Kultus di dalam konsep sosiologis. kemudian ia menerima gelar doktornya di Universitas Chicago, ia juga kerap sekali dianggap sebagai anggota aliran Chicago serta sebagai interaksionisme simbolik.
Namun, ketika dia ditanya sesaat sebelum kematiannya, apakah ia seorang interaksionisme simbolik, lalu Goffman menjawab bahwa nama tersebut terlalu samar baginya untuk menempatkan diri dalam kategori tersebut. Bahkan sulit untuk menyatukan karya-karyanya dalam satu kategori.
Goffman wafat pada tahun 1982 ketika ia berada di puncak kepopulerannya. Ia juga dikenal. sebagai tokoh interaksionisme simbolik, hingga ia menerbitkan sebuah buku yang berjudul “The Presentation of Everyday Life” (1959) dimana di dalam bukunya ia menganalisis mengenai interaksionisme simbolik dengan menggunakan teori Dramaturgi.
Dalam buku “The Presentation of Self in Everyday Life”, dijelaskan bahwa teori Dramaturgi dalam interaksi sosial itu disamakan seperti sebuah pertunjukkan drama dalam kehidupan sehari-hari, dimana mereka akan menampilkan diri mereka sendiri seolah-olah seperti aktor yang sedang memainkan karakter orang lain, sehingga penonton dapat memperoleh gambaran kehidupan dari karakter tersebut dan mengikuti alur cerita dari drama yang ditampilkan.
Dalam buku tersebut juga menerangkan bahwa dramaturgi yang dibawa bukanlah konsep diri atau jumlah pengalaman individu yang dibawa oleh aktor, melainkan diri yang tersituasikan secara sosial yang mengembangkan dan mengatur interaksi tertentu. Kemudian dalam konsep dramaturgi memiliki dua wilayah, diantaranya depan panggung (front stage) dan belakang panggung (back stage).
Bagian depan panggung ini berfungsi sebagai tempat dimana individu berusaha menunjukkan peran terbaiknya kepada penonton. Sedangkan, sedangkan bagian belakang panggung berfungsi sebagai tempat untuk mempersiapkan perannya ketika didepan layar nanti.
Konsep Dramaturgi ini tidak hanya terjadi dalam kehidupan sehari-hari, namun juga dalam media sosial. Dimana para pengguna media sosial dapat menyembunyikan karakter asli mereka dibalik layar. Adapun contoh seorang mahasiswa bernama Hukma yang berkuliah di Universitas Negeri Surakarta.
Dia menggunakan media sosial sebagai tempat untuk mengekspresikan diri dengan bebas dan ingin lebih menonjol agar orang tahu bahwa dia itu ada. Jika dalam media sosial ketika berinteraksi dengan orang lain, ia akan berperan lebih aktif dalam memberi respon pada lawan bicara. Berbeda dengan di kehidupan sehari-hari, dia akan cenderung lebih diam dan hanya sebagai pendengar saja. Dia juga menjadi lebih percaya diri ketika berada di media sosial serta tidak takut jika mendapatkan kritikan dari orang lain.
Dalam contoh diatas dapat dianalisis ke dalam konsep Dramaturgi melalui media sosial. Kebanyakan orang ketika di media sosial mereka akan cenderung menunjukkan peran sebaik mungkin atau kata lain menjaga imagenya agar tidak dianggap buruk oleh orang lain. Berbeda dengan mahasiswa satu ini yang lebih menjadikan media sosial itu sebagai tempat memunculkan jati dirinya yang sebenarnya, sedangkan jika dalam kehidupan sehari-hari dia akan memainkan perannya untuk terlihat baik di depan orang lain.
Dalam kasus ini dapat dikaitkan dengan Dramaturgi dimana kehidupan nyata sebagai panggung depan (front stage), sedangkan media sosial sebagai panggung belakang (back stage). ketika berada di panggung depan atau dalam kehidupan nyata itu kita akan menunjukkan sebuah drama dimana penonton sebagai orang yang melihat pertunjukkan yang kita buat. Kita juga berusaha menampilkan kesan sesempurna mungkin agar penonton dapat mengerti dan menerima tujuan dari perilaku kita saat memainkan peran di kehidupan nyata.
Sedangkan, panggung belakang merupakan tempat dimana tidak ada orang yang melihat atau tidak ada penonton. Tetapi, dalam kasus ini panggung belakang yang dimaksud ialah di dalam media sosial ini tidak ada orang yang mengenal kita, maka kita dapat bebas untuk mengekspresikan diri tanpa memperdulikan bagaimana perilaku yang harus kita bawakan. Media sosial ini diibaratkan sebagai kehidupan asli dari seorang aktor.
Daftar Referensi :
Rorong, M. J. (2018). The Presentation Of Self in Everyday Life: Studi Pustaka Dalam Memahami Realitas Dalam Perspektif ERVING GOFFMAN. Oratio Directa, 1(2).
Musta’in, M. “Teori Diri” Sebuah Tafsir Makna Simbolik (Pendekatan Teori Dramaturgi Erving Goffman). Komunika, 4(2), 269-283.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H