Mohon tunggu...
Nabilah Hakimah Al Huda
Nabilah Hakimah Al Huda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ekonomi Syariah

Saya tertarik dengan kepenulisan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

PPN Naik 12 Persen: Solusi atau Beban Tambahan bagi Rakyat?

13 Desember 2024   21:15 Diperbarui: 14 Desember 2024   20:07 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pungutan yang diterapkan pada setiap transaksi komersial, baik barang maupun jasa, yang melibatkan pengusaha terdaftar sebagai wajib pajak.

Sedangkan pengertian Pajak Pertambahan Nilai atau PPN menurut para ahli adalah sebagai berikut:

a.Pajak Pertambahan Nilai, menurut Rahayu dan Suhayati (2013), adalah pungutan yang berlaku pada setiap pertambahan nilai yang dihasilkan selama proses produksi dan distribusi barang kepada pembeli.

b.Pajak Pertambahan Nilai, menurut Rahman (2010), merupakan pungutan pajak yang diberlakukan pada kenaikan nilai barang atau jasa yang berlangsung dari produsen menuju konsumen.

c.Waluyo (2011) menjelaskan bahwa PPN yaitu pungutan yang berlaku untuk konsumsi domestik, baik dalam bentuk barang maupun jasa.

d.Pajak Pertambahan Nilai (PPN), menurut Supramono (2009) merupakan pajak yang diberlakukan pada kegiatan konsumsi yang berlangsung di dalam negara yang mencakup Barang Kena Pajak (BKP) maupun Jasa Kena Pajak (JKP) (Mislam, dkk., 2023).

Kenaikan tarif PPN 12 persen sedang menjadi isu yang sedang hangat dibicarakan oleh khalayak ramai. Kenaikan PPN yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara menimbulkan pro dan kontra di lingkungan masyarakat. Per tanggal 14 November 2024 dalam rapat bersama DPR, Pemerintah Indonesia resmi mengumumkan akan menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang ditetapkan sebesar 12 persen, meningkat dari sebelumnya 11 persen yang akan mulai diberlakukan tanggal 1 Januari 2025. Sebelumnya, pemerintah telah menerapkan kebijakan kenaikan PPN yang awalnya 10 persen naik 1 persen menjadi 11 persen mulai per tanggal 1 April 2022. Kebijakan kenaikan pajak ini mengacu pada UU No.7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau HPP. Tujuan diberlakukannya dari kebijakan ini adalah untuk memelihara kestabilan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) (Putri, Irma Mega, 2024). Akan tetapi, rencana peningkatan tarif pajak ini yang dimaksudkan akan meningkatkan perekonomian negara telah memicu perdebatan karena di sisi lain, dengan naiknya PPN menjadi 12 persen, masyarakat khususnya kelas menengah ke bawah merasa khawatir karena beban ekonomi yang dirasakan akan semakin berat.

Kenaikan PPN menjadi 12 persen memang dapat meningkatkan pendapatan negara, tetapi dampaknya terhadap daya beli masyarakat patut menjadi perhatian. Dengan kondisi ekonomi yang semakin sulit yang dibarengi dengan kenaikan PPN, masyarakat akan lebih selektif dalam mengeluarkan uang untuk kebutuhan sehari-hari (Putri, Irma Mega, 2024). Kenaikan PPN berpotensi menyebabkan harga barang dan jasa di pasar meningkat, yang tentunya akan dirasakan oleh para pembeli. Sebagai konsumen, masyarakat akan menghadapi beban tambahan akibat harga barang dan jasa yang semakin naik akibat dari kenaikan PPN. Dampak dari kenaikan pajak ini bisa mengakibatkan penurunan potensi pembelian masyarakat, khususnya bagi kalangan kelas menengah ke bawah. Pertanyaannya adalah, mengapa kenaikan PPN bisa begitu signifikan mempengaruhi kemampuan masyarakat untuk berbelanja?

Karena penghasilan rata-rata masyarakat Indonesia masih tergolong rendah, sehingga sulit untuk membiayai kebutuhan sehari-hari yang terus melambung sebagai dampak dari kenaikan PPN. Masyarakat masih belum siap dalam menghadapi naiknya PPN di tengah angka pengangguran yang cukup tinggi. Beban biaya yang semakin mahal akibat kenaikan PPN dapat memperburuk kondisi masyarakat (Prayitno, dkk., 2024). Oleh karena itu, dengan kondisi ekonomi yang belum stabil ini, diperlukan pengkajian mendalam sebelum menerapkan kebijakan kenaikan PPN agar tidak menambah beban pada masyarakat.

Artinya, kenaikan PPN sebesar 12 persen diprediksi akan memicu inflasi, yang pada gilirannya dapat menurunkan daya beli masyarakat secara signifikan. Selain berdampak pada konsumen, pengusaha juga merasakan beban berat akibat pajak yang semakin meningkat, sementara minat konsumen terus menurun. Jika kenaikan PPN tidak disertai dengan insentif pajak atau kemudahan akses permodalan untuk UMKM, maka produktivitas bisa mengalami penurunan drastis. Fenomena ini berpotensi menciptakan gelombang pengangguran, seiring dengan turunnya daya beli dan produktivitas masyarakat. Dengan kata lain, tanpa dukungan yang memadai, kenaikan PPN dapat menjadi bumerang yang merugikan baik masyarakat maupun pelaku usaha. Di sisi lain, dengan tarif PPN yang lebih tinggi kemungkinan akan mengubah kebiasaan konsumsi masyarakat kelas menengah ke atas, yang selama ini terjadi menghabiskan sebagian besar pendapatannya untuk konsumsi barang dan jasa.

Terkait dengan kebijakan kenaikan PPN menjadi 12%, ada sejumlah alasan yang mendasari keputusan pemerintah untuk menerapkan tarif baru ini pada tahun 2025.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun