Mohon tunggu...
nabilah hafizha
nabilah hafizha Mohon Tunggu... Lainnya - pemula

banyak sekali isi pikiran yang bisa diolah,mari berbagi :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Egois Adalah Aku

29 Juni 2024   15:05 Diperbarui: 29 Juni 2024   15:54 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Halo, Perkenalkan namaku Nay. Tentu saja itu nama samaran, kalau ditanya tentang hobbyku aku suka menangis diwaktu senggang. Terdengar lucu ya, jangan salahkan aku karena ini turunan. Ibuku adalah panutanku, ia terlihat sangat kuat namun hatinya sangat lembut. Dan aku mendapatkan gen ini berkatnya.

Kehidupanku terbilang sangat menyenangkan, banyak hal sudah dilalui sejauh ini membuatku terbentuk menjadi pribadi pemikir. Selain menangis aku juga suka memenuhi pikiranku dengan banyak mulai dari hal penting sampai tidak penting sekaligus. Aku tau ini tidak sepenuhnya baik tapi aku terus saja melakukannya.

Belakangan ini cukup sering muncul rasa yang entah disebut apa, aku pun ragu tentang hal itu. Bukan kesengajaan, bukan pula suatu sikap kesadaran. Kadang segala sesuatu juga harus dipikirkan ulang. Ingin semua sempurna, apakah juga bentuk ke-egoisan? Terlalu hanyut dalam keadaan sampai lupa bahwa niat baikku ternyata caranya salah. Aku hanya ingin semua memiliki kebahagiaan yang sama.

Begini kisahnya. Bulan lalu, bukan bulan yang menyenangkan. Kekasihku, dia baru saja kehilangan separuh jiwanya, ibunya. Sungguh tak bisa ku melihatnya begitu hancur. Tapi aku, disana disampingnya menatap wajahnya yang sangat terpukul. Aku, harus lebih kuat sedang hatiku juga menangis sambil menjerit. Aku tau memberikan semua kata-kata indah tentu saja tidak membantu sedikitpun. Aku merasakan hancur untuk kesekian kalinya, pertama tentu saat aku kehilangan ibuku. Kedua saat aku kehilangan sosok yang aku anggap ibuku.

Mungkin hancur bukan kata yang tepat, aku hancur. Tidak, tapi kami semua hancur. Satu minggu sudah hilang hasratku untuk melakukan apapun, bingung bagaimana mengambil sikap seolah tak ada hari esok. Selalu teringat beberapa momen yang sudah dilewati juga rencana-rencana indah yang kami dambakan terlaksana, kini hanya cerita.

Tau aku tidak sanggup menahannya sendiri, aku membagikannya kepada orang terdekat. Dengan niat terselubung, agar pendengar ceritaku bukan hanya ikut merasakan tapi juga bisa memperisiapkan segala kemungkinan buruk yang akan terjadi dan menghargai waktu kebersamaan dengan orang-orang tercinta.

Dan apa yang terjadi? menceritakan kepada orang tidak membuatku merasa lebih baik justru sebaliknya. Aku semakin teringat detik demi detik kejadiannya, kesedihannya, kehilangannya. Dan bagian terburuknya adalah lagi-lagi aku menjadi “pelaku”, aku yang suka menangis tiba-tiba kala itu di tanya adik kecil dengan keluguannya. “kenapa menangis,apa yang membuatmu sedih?” lantas apa yang harus aku katakan?. Rasa bersalah datang begitu saja, di mata anak kecil itu aku berubah, aku tidak asik lagi, aku selalu menjauh dari mereka karena masih merayakan kehilangan.

Bagaimana terlihat kokoh walau di dalam diriku hancur berantakan?

Beberapa teman marah padaku, entahlah aku bingung apa yang salah denganku. Mereka terlalu sering melihatku sedih dan terpuruk tidak baik itu katanya, semacam menceramahiku mereka mengatakan yang aku lakukan itu salah. Iya, salah katanya. Semua orang berhak sedih,senang,marah,atau terluka. Semua orang punya waktunya masing-masing, dan aku seolah menjadi manusia yang paling terpuruk atas kesedihan orang lain.

Seperti ada kayu yang besar menghantam kepalaku, aku seketika tersadar. Egois sekali ternyata aku ini. Tidak bisa membiarkan orang lain merasakan bentuk emosinya, dan malah berfikir bahwa aku lebih bisa menanggung semuanya. Ternyata itu tidak sepenuhnya benar, dasar egois.

Tapi hidup harus tetap berjalankan? aku sedikit belajar untuk tidak menjadi egois lagi, setidaknya untuk diriku sendiri. Banyak hal yang perlu diperbaiki salah satunya melihat hal lain lalu mensyukurinya dan tidak berfokus pada hal menyedihkan saja. Ada satu kutipan yang aku suka, yaitu ‘Jangan khawatir tentang hidup, karena hidup itu bukan tentang salah dan benar’.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun