Di era globalisasi dan perkembangan teknologi yang pesat seperti sekarang ini, dinamika pasar tenaga kerja telah mengalami perubahan signifikan. Pekerjaan yang dulu dianggap stabil kini bisa hilang dalam sekejap akibat adanya perkembangan teknologi yang mampu mengganti peran manusia dalam berbagai bidang.
Di sisi lain, ada pula kesempatan kerja baru yang muncul, namun seringkali memerlukan keterampilan yang berbeda dan lebih tinggi, sehingga munculah fenomena pengangguran yang semakin tinggi. Fenomena ini tidak hanya berkaitan dengan angka statistik, tetapi juga menyentuh kehidupan nyata jutaan individu yang menghadapi tantangan dalam mendapatkan pekerjaan. Pengangguran bisa dilihat sebagai barometer kesehatan ekonomi suatu negara, sekaligus cermin dari berbagai masalah struktural dan kebijakan yang tidak efektif.
Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam memahami fenomena pengangguran adalah kaitannya dengan tingkat pendidikan. Pendidikan yang seharusnya menjadi kunci untuk membuka pintu kesempatan kerja, kadang-kadang malah menjadi cerminan dari kesenjangan antara keterampilan yang dimiliki lulusan dan kebutuhan pasar kerja. Ketika seseorang yang telah menempuh pendidikan tetapi tidak memiliki pekerjaan disebut sebagai pengangguran terdidik.
Pengagguran menurut pendidikan di Indonesia berdasarkan data Badan Pusat Statistika pada tahun 2024, sebanyak 2.107.781 adalah lulusan SMA, 1.621.672 lulusan SMK, 173.846 lulusan diploma, dan sebanyak 871.860 adalah lulusan sarjana. Dari data tersebut dapat kita lihat bahwa dari total seluruh pengangguran mulai dari jenjang SMA hingga sarjana dengan total pengangguran 4.775.159 orang, 18,2% pengangguran terdidik berasal dari lulusan sarjana. Meskipun memiliki gelar sarjana, banyak individu yang masih kesulitan menemukan pekerjaan yang sesuai. Fenomena ini merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu :
Faktor faktor yang mempengaruhi meningkatnya angka pengangguran terdidik sebagai berikut
Kurikulum yang Tidak Sinkron
Ketidaksinkronan ini mungkin masih banyak terjadi karena kurikulum yang diterapkan pada sekolah atau perguruan tinggi kurang responsif terhadap perkembangan dunia kerja diluar sana. Hal yang terjadi adalah para lulusan pendidik merasa kaget dengan dunia kerja karena apa yang sudah diajarkan di perguruan tinggi tidak relevan dengan apa yang terjadi dilapangan nyata.
Perubahan Dunia Kerja
Revolusi yang terjadi pada dunia kerja mungkin terlalu cepat, sehingga pekerjaan yang lama tergantikan dengan pekerjaan yang baru. Hal ini menyebabkan kesulitan untuk beradaptasi.
Kualitas Lulusan
Pada jaman sekarang ini kemampuan soft skills seperti mampu berkomunikasi dengan baik, memiliki kerja sama tim, dapat membuat keputusan maupun menyelesaikan masalah sangat dibutuhkan dalam dunia kerja. Dengan adanya hal tersebut, tidak semua lulusan memiliki kemampuan yang sama. Hal tersebut yang menyebabkan kesulitan untuk mendapat pekerjaan.
Diskriminasi Usia
Saat ini diskriminasi usia telah menjadi topik pemabahasan yang hangat karena dengan adanya diskriminasi usia atau pembatasan usia dalam melamar pekerjaan menyebabkan para pencari kerja sulit pendapat pekerjaan baru karena keterbatasan usia mereka yang tidak memenuhi kriteria usia perusahaan.
Generasi Pemilih
Untuk sebutan generasi pemilih akan cocok pada gen-z, karena mulai banyak lulusan gen-z yang sedang mencari pekerjaan namun para gen-z ini lebih memilih untuk menganggur daripada bekerja karena pekerjaan yang mereka akan lakukan tidak sesuai dengan ekpektasi mereka, hal inilah yang menyebabkan pengangguran terdidik terus meningkat dan inilah alasan gen-z dikatakan sebagai generasi pemilih.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI