Saat ini, praktik demokrasi di Indonesia menganut sistem demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila tidak memberikan pedoman operasional praktis bagi penyelenggaran kehidupan masyarakat atau penyelenggaraan negara. Demokrasi Pancasila merupakan prinsip dasar, falsafah dan pandangan hidup tentang bagaimana pembangunan demokrasi diatur dalam kehidupan sehari-hari.Â
Demokrasi Pancasila terus menganut karakteristik inti demokrasi: pemisahan kekuasaan, kebebasan berekspresi yang independen, hukum yang sama untuk semua dan pemilihan umum. Sayangnya, setidaknya ada dua penyimpangan/tantangan besar dalam praktik demokrasi Pancasila: politik uang dan politik identitas.Â
Politik uang dapat berupa kasus penyupan baik dalam dunia peradilan maupun politik demokrasi (PEMILU). Sedangkan politik identitas dapat berupa penyingkiran kelompok minoritas oleh kelompok mayoritas yang dianggap menyimpang.
Kesejahteraan rakyat bergantung pada pemerintahan yang berjalan di negara itu, maka dari itu diperlukannya kehidupan yang demokratis untuk mencapai kesejahteraan.Â
Dan untuk mencapai kehidupan yang demokratis diperlukannya penanaman pendidikan demokrasi. Pendidikan demokrasi akan memberikan benefit tersendiri seperti: terbentuknya kehidupan sosial yang menjamin hak-hak warga masyarakat itu sendiri, sebagai proses pembelajaran yang tidak bisa ditiru begitu saja di masyarakat lain, kelangsungan hidup demokrasi bergantung pada keberhasilan transformasi nilai-nilai demokrasi seperti kesetaraan, kebebasan dan keadilan, lebih bijaksana mempersiapkan warga negara untuk berpikir kritis dan bertindak, dan lebih bijaksana dalam koridor hukum yang berlaku.
Dalam pengertian luas, pendidikan demokrasi dapat ditanamkan baik: secara formal, pendidikan demokrasi dapat ditanamkan di lingkungan sekolah maupun di perguruan tinggi. Secara inforformal, pendidikan demokrasi dapat ditanamkan di lingkungan keluarga. Secara non formal, pendidikan demokrasi dapat ditanamkan di lingkungan kelompok masyarakat.
Pendidikan demokrasi di lingkungan sekolah dapat ditanamkan melalui pembelajaran mata kuliah kewarganegaraaan (PKN) dan pendidikan kebhinekaan.Â
Dalam proses pendidikan kewarganegaraan (PKN) dapat membedakan antara pengetahuan, sikap dan pendapat, keterampilan intelektual dan keterampilan partisipatif, serta sinergi dari aspek-aspek tersebut. Pendidikan kebhinekaan menghormati dan mengakomodasi perbedaan nilai, budaya, masyarakat, ekonomi, termasuk perbedaan latar belakang, bahkan kemampuan.Â
Dalam pendidikan demokrasi di era pendidikan 4.0, peran guru yang dapat beradaptasi dengan perkembangan TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) sangat diperlukan untuk pembelajaran. Perkembangan tersebut tidak mengancam guru untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang menganut prinsip demokrasi. Kebutuhan pendidikan siswa dapat dipenuhi dengan memanfaatkan teknologi yang tersedia di sekolah.
Penanaman pendidikan demokrasi lain yang dapat ditanamkan di lingkungan sekolah dapat dilakukan dengan beberapa cara: menghargai pendapat orang lain, memberikan saran, kritik dan pesan kepada pihak sekolah, menulis artikel di dinding, turut andil dalam kegiatan politik sekolah seperti pemilihan ketua kelas dan ketua OSIS, upacara dilaksanakan bergilir setiap kelas, menghadiri acara  sekolah, pemerataan pembagian tugas piket di kelas, kelancaran komunikasi dan interaksi antara guru, siswa dan staf-staf di lingkungan sekolah,  organisasi sekolah dan pemilihan struktur pengurus kelas melalui musyawarah, sikap anti kekerasan, mengutamakan diskusi mencapai kesepakatan untuk memecahkan masalah, menghormati teman bahkan jika mereka tidak sependapat dengan kita, menerima teman dari latar belakang budaya, ras, atau agama yang berbeda, dan menghabiskan waktu dengan teman sekelas tanpa membedakan.
Penanaman pendidikan demokrasi di lingkungan keluarga dapat dilakukan dengan beberapa cara: mendahulukan kepentingan bersama di atas kepentingan individu, pengaturan menurut kedudukan anggota keluarga, setiap anggota keluarga harus saling menghargai keragaman pendapat, menyelesaikan masalah melalui cara musyawarah mencapai mufakat dan memegang teguh kekeluargaan, pertemuan keluarga sesuai kebutuhan (misalnya, berbagi tugas rumah), paham tugas & kewajiban masing-masing, saling menghormati & menyayangi, menempatkan ayah menjadi ketua keluarga, seluruh anggota keluarga harus berlaku adil tanpa pilih kasih, memberi peluang dalam anggota keluarga untuk mengungkapkan kritik & saran demi kesejahteraan keluarga, terbuka terhadap suatu perkara yang dihadapi bersama, dan kesediaan untuk mendapat kehadiran sanak saudara.