Tak jarang kok, ditengah-tengah menghabiskan akhir pekannya bersama keluarga, pergi ngemall, nonton, melakukan apa yang keluarga normal lakukan bersama keluarganya saat akhir pekan, dokter secara mendadak mendapat telfon darurat dari rumah sakit, 'Dok, ada pasien baru, gagal nafas, shock berat.' atau 'Dok, ada pasien baru, DADB, hipoksia.', dan dalam sekejap ...whusssh, meluncur ketempat bertugas. Bisa dibayangkan, bagaimana KECEWAnya keluarga dokter tersebut, sekali saja ingin menghabiskan akhir pekannya bersama keluarga, tapi apa daya, hati nurani dokter ya seperti itu.
Atau di kesempatan lain, seorang bunda, setengah dokter kandungan, beliau sedang melakukan tugas utamanya sebagai seorang bunda, duduk, mendampingi anak kecilnya belajar, menemani sang kakak curhat mengenai pacar barunya, tiba-tiba, 'Dok, LKPMTMT!' -- (Dok, lengkap, muntu-muntu), alias pasien akan segera melahirkan, ya sudah, demi bertambahnya populasi di dunia, sang bunda setengah dokter kandungan segera berubah wujud menjadi dokter semi pembalap. Bayangkan saja, seorang wanita, mungkin saat itu beliau lelah, ngantuk, karena naluri keibuannya, rela menjadi seorang pembalap. Beliau sadar, ada 2 nyawa menunggu, bahkan, nyawanya sendiri beliau rela gadaikan.
Bapak, Ibu, Kakek, Nenek, Om, Tante, Kakak ...
Saya tahu, kalian butuh seorang sosok dokter. Membantu sesama. Tapi kami disini, sebagai seorang anak, membutuhkan mereka sebagai sosok orang tua, yang sesungguhnya.
Perjuangan untuk bisa mendapatkan dua huruf dan satu titik didepan nama, (dr.), itu panjang loh. Jatuh bangun deh. Serius. Lulus SMA, bagi yang lolos PMDL / Undangan, bersyukurlah, bagi yang tidak, masih harus ujian SNMPTN / UMPTN / SBMPTN / SPMB lan sapanunggalane. Masuk kuliah berkutat dengan senior dan dokter senior, paling cepat 8 semester, lulus SKed., lanjut Co-Ass 2 Tahun. Yah, intinya perjuangan.
Setelah lulus, baru deh terjun ke rimba masyarakat. Perlu diketahui, apresiasi masyarakat terhadap dokter masih minim loh. Catet, bin garis bawah.
Hmm, saya rasa bahasannya out of topic, mohon dimaklumi ya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H