Demokrasi adalah kedaulatan yang dijiwai dan diintegrasikan dengan sila-sila, yang berarti bahwa dalam penggunaan hak demokrasi harus disertai rasa tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan menjunjung nilai yang sesuai dengan martabat dan harkat manusia, serta bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial.
Demokrasi yang tidak seharusnya dipandang hanya sebagai alat politik, tapi juga sebagai sebuah pandangan hidup. Nilai demokrasi perlu diterapkan dalam segala segi kehidupan, termasuk dalam penggunaan media sosial.
Sudah diperkirakan sejak tahun-tahun yang lalu, jumlah pengguna media sosial akan meningkat, apalagi dengan kemudahan serta fitur-fitur menarik yang diberikan. Tentunya dengan keadaan tersebut, demokrasi dapat saja dengan mudah dilakukan pada media sosial.
Kemudian, pertanyaannya adalah apakah demokrasi akan memberikan sumbangan positif bagi berjalannya demokrasi atau akan terjadi sebaliknya?
Jika dilihat dari perspektif politik, pawai pengerahan massa yang rentan berbenturan dengan kelompok massa lainnya, atau misinformasi yang dipublikasi di media sosial menghasilkan kecurigaan pada pandangan yang berbeda, mana yang lebih baik?
Juga dengan semakin masif politisi dan para pendukungnya untuk menang dalam pertarungan politik. Media sosial pasti menjadi jalur tikus yang mudah dimanfaatkan untuk menjatuhkan lawan dan menarik perhatian masyarakat luas. Hal seperti ini akan marak dipergunakan dalam tahun-tahun selanjutnya dan sudah tidak mengherankan.
Apakah media sosial dinilai membentuk jembatan penyelesaian yang mentitiktemukan dalam pertarungan politik? Apakah media sosial menghapus kecurigaan berdemokrasi serta memberi kontribusi yang dapat memperindah demokrasi?
Untuk saat ini, belum. Media sosial bukan menjadi pemersatu dalam berdemokrasi yang dapat menemukan titik terang, malah sebaliknya. Media sosial membentuk perpecahan tanpa penyelesaian dan dalam bertahun-tahun kedepan akan menjadi masalah besar yang semakin sulit diselesaikan.
Seperti hoaks, bukan pertama kalinya kita mendengar atau membaca tentang fenomena ini. Â Fenomena yang sulit dihilangkan seiring pesatnya peredaran dan publikasi informasi. Fenomena yang menjadi racun terkuat dalam demokrasi daring.
Lantas, apa yang akan terjadi jika informasi yang dijadikan pegangan ialah informasi yang tak akurat, tanpa dasar serta dengan campur tangan pihak berkepentingan?Â
Salah satu langkah yang perlu dilaksanakan dalam penyelesaian demokrasi secara daring ini adalah dengan masyarakat yang menerapkan demokrasi deliberatif, yaitu kesempatan banyak pihak untuk menyampaikan pendapat sekalipun berbeda, kemudian membiarkan masyarakat mengambil keputusan atas informasi tersebut.
Perlu diperhatikan, demokrasi daring dengan sosial media tetap memiliki sisi positif yang bersyarat, yaitu media sosial dipergunakan untuk memberi pencerahan yang menjembatani perbedaan pendapat dengan damai serta ditemukannya mufakat.
Hal ini dilakukan dengan bantuan pihak yang menyebarluaskan dan memastikan masyarakat melakukan literasi digital secara daring maupun luring. Masyarakat akan dibekali pengetahuan dan ketrampilan dalam menggunakan media sosial secara bijak agar tidak mudah terpancing emosi dan menjadi penyebar informasi yang salah atau ikut serta dalam unjuk ungkapan kebencian.
Maka dari itu, bijaklah dalam berdemokrasi secara daring melalui media sosial. Cari informasi yang akurat dengan dasar yang jelas. Jangan menggunakan bahasa yang kasar dan jangan mudah terpancing emosi.
Berilah pendapat dengan sopan, bila ada yang berbeda pendapat, beri alasan yang sesuai dan benar adanya. Tetap kukuh dalam berdemokrasi dengan menyesuaikan nilai-nilai yang terkandung dalam demokrasi Pancasila hingga ditemukan mufakat oleh semua pihak.
Demokrasi seperti inilah yang seharusnya dilaksanakan, dipertahankan dan disebarluaskan secara terus menerus oleh dalam pemerintahan maupun oleh masyarakat luas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H