Mohon tunggu...
Nabila Fayyaz Ariefani
Nabila Fayyaz Ariefani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Just started in writing and keep learning

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Di Balik Fast Fashion

21 Juni 2024   13:45 Diperbarui: 21 Juni 2024   13:47 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Pernahkah mendengar istilah fast fashion? Fast fashion merupakan istilah yang melibatkan proses desain, produksi, distribusi hingga pemasaran pakaian trendi dengan harga relatif terjangkau. Secara global, fashion telah mengalami perkembangan yang sangat cepat. Industri fashion menghadirkan berbagai model baru pada setiap musim. Mengutip dari zero waste, fast fashion dapat dapat memproduksi 42 model fashion dalam waktu 1 tahun. Kondisi ini secara tidak langsung mendorong mentalitas individu cenderung menjadi konsumtif.

Produksi fast fashion menimbulkan dampak buruk pada lingkungan. Industri fashion menggunakan 93 miliar meter kubik air per tahun dan mengeluarkan lebih dari 10% emisi karbon global. Selain itu, diperlukannya 3.781 liter air hanya untuk menghasilkan satu celana jeans. Penggunaan bahan yang murah dan berkualitas rendah menyebabkan pakai lebih cepat rusak setelah beberapa kali pemakaian.

Pewarna tekstil yang murah dan beracun menjadikan industri fashion sebagai salah satu pencemar air bersih di dunia. Poliester menjadi salah satu kain paling populer untuk digunakan dalam produksi fast fashion. Bahan ini berasal dari bahan bakar fosil yang berkontribusi terhadap pemanasan global dan dapat menyebabkan serat mikro menambah jumlah plastik di lautan. Kapas konvensional dalam pembuatan fast fashion membutuhkan air dan pestisida dalam jumlah banyak. Imbasnya adalah timbul resiko kekeringan dan tekanan ekstrim pada daerah aliran sungai.

Sekitar 64% dari 32 miliar pakaian yang diproduksi setiap tahunnya berada di tempat pembuangan sampah. Diperkirakan 1 dari 2 orang membuang pakaian yang tidak ingin digunakan ke tempat sampah. Jumlah pakaian yang dibuang ke pembuangan sampah menghasilkan jejak karbon dan emisi CO2 selama proses produksi dan transportasi.

Tak hanya menimbulkan dampak bagi lingkungan, fast fashion memiliki sisi kelam yang kurang banyak disadari oleh masyarakat umum. Fast fashion sangat bergantung pada tenaga kerja manusia untuk keberlangsungannya. Namun secara realitas industri ini malah mengeksploitasi para pekerjanya. Tenaga kerja yang mayoritas wanita tersebut dibayar dengan upah rendah dan tak diberikan hak asasi manusia sebagaimana mestinya. Para tenaga kerja ini juga melakukan pekerjaan mereka dibawah tekanan tinggi. 

Hal yang paling disayangkan adalah banyak individu yang kurang sadar akan dampak yang ditimbulkan dari fast fashion. Paparan edukasi mengenai fast fashion juga belum menyebar secara luas. Saat ini kita sangat terpengaruh dengan pergerakan dunia fashion yang terus berputar dan berganti model. Dapat dirasakan jika penampilan menjadi fokus utama ketika bertemu dengan orang. Banyak individu yang memiliki pandangan dengan menjadikan fashion sebagai kebutuhan keseharian untuk menunjang penampilan. Secara tidak langsung fast fashion memberikan solusi bagi kondisi tersebut tetapi menimbulkan dampak negatif lain bagi bumi ini.

Lalu apa solusi untuk fast fashion ini? Tindakan aktif perlu diambil untuk mengatasi kondisi ini. Langkah mendasar yang dapat dilakukan adalah dengan mengurangi perilaku konsumtif terhadap pakaian yang tidak diperlukan. Jadi biasakan untuk bijak dalam berbelanja kebutuhan bukan keinginan. Bisa juga dengan memberi pakaian thrift yang secara tidak langsung akan mengurangi konsumsi terhadap fast fashion. Serta lebih hati-hati dalam memilih brand fashion yang akan digunakan. Brand fashion yang baik adalah brand fashion berkelanjutan, yang menggunakan bahan dan metode produksi ramah lingkungan serta membayar upah yang adil kepada pekerja.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun