Kasus Zahwa menunjukkan bahwa meskipun kemajuan telah dicapai, masih banyak tantangan yang dihadapi perempuan dalam mencapai kesetaraan gender, terutama dalam kepemimpinan. Stigma dan diskriminasi gender masih menjadi hambatan bagi perempuan untuk maju dan mencapai potensi penuh mereka.
Terpilihnya Zahwa sebagai ketua OSIS juga menjadi sebuah contoh praktik baik yang menunjukkan bahwa MAN 2 Kota Bandung terbuka terhadap isu kesetaraan gender. Dan aktif mendorong partisipasi dan keterlibatan siswi dalam proses pembuatan keputusan di sekolahnya.
Kasus ini memiliki implikasi penting bagi dunia pendidikan. Sekolah perlu memainkan peran aktif dalam menumbuhkan budaya yang inklusif dan menghargai kesetaraan gender. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti:
- Membangun kurikulum yang bebas bias gender: Kurikulum sekolah harus dikaji dan diperbarui untuk memastikan bahwa mereka tidak mengandung stereotip gender dan memberikan representasi yang setara bagi perempuan dan laki-laki.
- Mendorong partisipasi perempuan dalam kepemimpinan sekolah: Sekolah perlu memberikan kesempatan yang sama bagi perempuan untuk terlibat dalam kepemimpinan sekolah, baik sebagai pengurus OSIS, anggota komite sekolah, maupun sebagai guru dan staf.
Meningkatkan edukasi tentang kesetaraan gender: Sekolah perlu menyelenggarakan edukasi dan pelatihan tentang kesetaraan gender bagi seluruh siswa, guru, dan staf untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran tentang pentingnya kesetaraan gender
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H