Mohon tunggu...
Nabila Fauziah
Nabila Fauziah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka

Saya merupakan seorang mahasiswa dari salah satu universitas swasta di Indonesia. Saya hobi membaca dan kerap kali menemukan tulisan-tulisan dengan karya yang luar biasa. Membuat saya tertarik untuk mulai menulis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Representasi Feminisme dalam Kepemimpinan Perempuan di Organisasi Sekolah

6 Juli 2024   21:51 Diperbarui: 6 Juli 2024   21:54 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kesetaraan gender dapat diartikan sebagai sebuah proses yang melibatkan kualitas individu dan variabel kemampuan dalam sebuah realitas dan konsep seksual yang merupakan konvensi sosial dan produk. Pemahaman gender yang lebih jelas dan tidak terbatas pada konsep biologis dapat membantu dalam meningkatkan kesetaraan gender. Dalam beberapa organisasi, seperti Generali, perempuan telah menempati posisi penting dalam struktur kepengurusan dan berperan sebagai contoh inspiratif bagi perubahan positif dalam budaya kerja yang inklusif.

Feminisme memainkan peran kunci dalam memahami dan mengubah struktur sosial yang membatasi perempuan dalam berbagai aspek kehidupan. Feminisme tidak hanya berfokus pada kesetaraan gender, tetapi juga pada pemberantasan diskriminasi dan penindasan terhadap perempuan. Feminisme dapat diartikan sebagai nilai dan prinsip yang dapat digunakan untuk mengenali dan mengubah konteks ekonomi, sosial, dan politik untuk mengakhiri keadaan yang menyebabkan penindasan. Feminisme haruslah adanya sikap untuk menghargai, memberikan dorongan, dan membangun negara yang lebih adil dan berkeadilan. Dalam beberapa tahun terakhir, terlihat peningkatan peran perempuan dalam berbagai bidang, termasuk politik dan bisnis. Contohnya seperti, Megawati Soekarnoputri yang menjadi Presiden Indonesia, feminisme telah menunjukkan bahwa perempuan mampu menjadi pemimpin yang efektif dan berpengaruh. Namun, masih banyak tantangan yang dihadapi perempuan dalam mencapai kesetaraan gender dan memperoleh posisi yang lebih tinggi dalam struktur kekuasaan.

Pemimpin perempuan tidak hanya memberikan inspirasi, tetapi juga berperan sebagai contoh positif bagi rekan-rekan mereka. Mereka membantu menciptakan lingkungan kerja yang lebih inklusif dan berkeadilan, serta meningkatkan diversitas dalam pengambilan keputusan. Dengan demikian, kesetaraan gender dan feminisme menjadi kunci penting dalam meningkatkan kesadaran dan kesetaraan gender dalam berbagai aspek kehidupan

Teori Feminisme Harriet Taylor Mill 

Feminisme merupakan sebuah gerakan sosial dan politik yang menitikberatkan pada hak-hak dan kesetaraan gender. Gerakan ini bermula dari kesenjangan yang ada antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat, yang memunculkan kesadaran dan usaha untuk mengatasi ketimpangan ini. Teori feminisme telah mengalami perkembangan melalui berbagai sudut pandang dan pendekatan, tetapi pada intinya, feminisme bertujuan untuk menilai dan mengubah struktur sosial yang mendiskriminasi perempuan. Seiring waktu, feminisme telah mengalami evolusi dengan munculnya aliran-aliran seperti feminisme liberal.

Teori feminisme liberal merupakan sebuah pandangan terhadap memposisikan kebebasan perempuan secara penuh dan individual. Harriet Taylor Mill, salah satu pendiri aliran ini, memandang kesetaraan gender sebagai prinsip utama untuk mencapai kesetaraan dalam berbagai aspek kehidupan. Teori feminisme liberal yang diperjuangkan oleh Harriet Taylor Mill bertujuan untuk menghapuskan diskriminasi gender dan mendorong partisipasi aktif perempuan di berbagai bidang, termasuk dalam kepemimpinan. Harriet Taylor Mill melihat perempuan sebagai individu yang memiliki hak yang sama dengan laki-laki dan berhak untuk mengembangkan potensi mereka secara optimal. Dalam tulisannya yang berjudul "Enfranchisement of Women", Harriet Taylor Mill menekankan pentingnya pendidikan dan kesempatan ekonomi yang setara dengan laki-laki, serta perlunya perempuan untuk berkarier di luar rumah sekaligus menjaga tanggung jawab keluarga atau keibuan. Taylor menegaskan bahwa perempuan harus mempunyai hak memilih dan dipilih agar setara dengan laki laki. Dengan memiliki hak untuk memilih, maka perempuan dapat mengekspresikan pandangan politiknya sekaligus dapat mengubah sistem, struktur, dan perilaku yang menindas. Teori Feminisme Liberal ini mempunyai dasar pemikiran bahwa manusia merupakan otonom dan dipimpin oleh rasio (reason). Dengan rasio yang dimilikinya, manusia mampu untuk memahami prinsip-prinsip moralitas dan kebebasan individu.

Dalam aktivitas organisasi, feminisme bisa kita pandang sebagai suatu hal yang menunjukan adanya kesetaraan gender, kesempatan atau hak yang sama, dan kebebasan individu dalam memilih, menentukan dan berpendapat. Hal ini juga bertujuan untuk menempatkan perempuan pada posisi yang setara dengan laki-laki, bukan sebagai pihak yang lebih rendah, sehingga dapat menciptakan sistem yang adil dalam budaya organisasi. Indonesia telah lama menetapkan Undang-undang (UU) No. 68 Tahun 1958 tentang Ratifikasi Konvensi Hak Politik Perempuan. Di dalamnya, mengatur mengenai Perwujudan Kesamaan Kedudukan (non diskriminasi), Jaminan persamaan hak memilik dan dipilih, jaminan partisipasi dalam perumusan kebijakan, kesempetan menempati posisi jabatan birokrasi, dan jaminan partisipasi dalam organisasi sosial politik. Adanya kebijakan tersebut mendorong keterwakilan perempuan baik dalam politik maupun organisasi sosial. Sehingga adanya jabatan atau peran yang dilakukan perempuan, seperti dalam parlemen,organisasi sosial.

Analisis Studi Kasus

Zahwa Nurlaila Indah Laksana, siswi Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Kota Bandung, menorehkan sejarah dengan terpilihnya sebagai Ketua OSIS perempuan pertama di sekolahnya. Sosoknya menjadi inspirasi bagi banyak pihak, sekaligus mengangkat isu penting tentang kepemimpinan perempuan dan stigma gender di lingkungan pendidikan.

Terpilihnya Zahwa sebagai Ketua OSIS dapat dilihat sebagai sebuah pencapaian yang signifikan dalam konteks teori feminisme. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan memiliki kemampuan dan potensi yang sama dengan laki-laki untuk memimpin dan berkontribusi dalam berbagai bidang. Keberanian Zahwa untuk maju dan terpilih sebagai pemimpin perempuan di sekolahnya menantang stereotip gender tradisional yang sering kali menempatkan perempuan di posisi yang subordinat.

Namun, perjalanan Zahwa tidak luput dari rintangan. Ia harus menghadapi stigma dan keraguan dari beberapa pihak yang masih beranggapan bahwa perempuan tidak cocok untuk menjadi pemimpin. Hal ini mencerminkan realitas masih kuatnya budaya patriarki dalam masyarakat, di mana peran perempuan masih sering dibatasi dan diremehkan. Meski masih ada di bayang-bayang stereotip pemimpin perempuan, Zahwa bertekad ini bisa sebagai pembuka baik buat pemilihan OSIS yang akan datang, "Tantangan saat ini adalah terus meningkatkan versi terbaik dari diri sendiri. Mampu bijak dalam menerima segala masukan dan kritikan. Selain itu, bagaimana caranya agar tetap menjadi pemimpin yang disenangi, memberikan kenyamanan ketika orang lain berada di dekatnya, dan memberi manfaat bagi semua orang."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun