Komunikasi politik di Indonesia terus berkembang diikuti dengan perubahan teknologi dan budaya politik yang kian kreatif dan inovatif. Pilkada Banten 2024 mencerminkan bagaimana komunikasi politik menjadi tantangan penting bagi pasangan calon dalam membangun citra, menyampaikan visi-misi, meningkatkan elektabilitas dan memengaruhi calon pemilih. Pasangan Andra Soni-Dimyati Natakusumah dan Airin Rachmi-Ade Sumardi sebagai dua kontestan utama, menunjukkan pendekatan yang beragam dalam memanfaatkan strategi komunikasi politik.
Pasangan Andra Soni-Dimyati Natakusumah memanfaatkan media sosial sebagai salah satu senjata utama untuk menjangkau generasi muda. Platform seperti Instagram dan TikTok digunakan secara aktif untuk menyampaikan program kerja seperti "Sekolah Gratis untuk Semua". Strategi ini berhasil menarik perhatian publik, terutama kalangan Gen Z yang aktif di media sosial dan sudah bosan dengan politik dinasti yang telah berkuasa selama beberapa dekade sebelumnya. Konten kreatif seperti video pendek yang menampilkan tokoh pasangan ini sedang berinteraksi dengan masyarakat akar rumput memperkuat citra mereka sebagai pemimpin yang dekat dengan rakyat. Kekuatan ini juga tidak hanya terletak pada penguasaan media sosial. Pasangan ini juga menggunakan pendekatan personalisasi dan narasi politik yang merakyat. Kunjungan ke pasar tradisional, desa terpencil, dan komunitas lokal menunjukkan upaya menciptakan kedekatan emosional dengan pemilih. Dalam teori komunikasi politik, pendekatan ini dikenal sebagai symbolic interactionism, di mana politisi menggunakan simbol dan tindakan langsung untuk membangun hubungan dengan audiens.
Namun, di sisi lain kelemahan komunikasi politik pasangan Andra-Dimyati terungkap dalam momen-momen krusial, seperti debat publik yang diselenggarakan oleh KPU Provinsi Banten. Pertanyaan sensitif dari lawan politik, Ade Sumardi, mengenai isu pelecehan seksual menjadi titik lemah yang mencerminkan kurangnya persiapan Dimyati dalam menghadapi isu krusial. Respons yang gugup dan pernyataan yang dianggap seksis memperlihatkan kelemahan komunikasi yang mendasar. Menurut teori komunikasi politik, efektivitas pesan politik sangat dipengaruhi oleh kejelasan, relevansi, dan kesesuaian dengan nilai-nilai audiens. Gugupnya Dimyati dan pernyataannya yang patriarkis tidak hanya merusak kredibilitasnya di mata pemilih perempuan, tetapi juga mengingatkan publik pada kasus lama yang menyeret namanya. Hal ini menunjukkan pentingnya kesiapan dalam menghadapi isu sensitif, terutama dalam forum debat yang sering menjadi sorotan publik.
Sementara itu, pasangan Airin-Ade menghadapi tantangan besar terkait stigma dinasti politik yang melekat pada keluarga Ratu Atut Chosiyah. Kampanye negatif yang diarahkan kepada pasangan ini, seperti isu korupsi yang melibatkan keluarga mereka, memperlihatkan betapa rapuhnya strategi komunikasi jika tidak mampu mengelola persepsi publik secara efektif. Meski Airin mencoba membangun citra sebagai pemimpin perempuan yang progresif, isu dinasti tetap menjadi hambatan besar dalam memenangkan hati pemilih yang menginginkan perubahan.
Pilkada Banten 2024 memberikan pelajaran berharga bagi pengembangan komunikasi politik di Indonesia. Pertama, politisi harus menyadari pentingnya komunikasi yang terbuka dan peka terhadap isu-isu sosial yang relevan. Ketidakmampuan Dimyati dalam merespons isu pelecehan seksual menunjukkan bahwa betapa pentingnya persiapan matang dalam menangani topik sensitif. Kedua, media sosial menjadi alat yang sangat efektif untuk menjangkau generasi muda, namun harus diseimbangkan dengan kehadiran fisik di tengah masyarakat. Pasangan Andra-Dimyati berhasil menunjukkan bahwa menggabungkan kampanye digital dengan pendekatan personal dapat memperkuat ikatan emosional dengan pemilih. Ketiga, kampanye negatif dan serangan personal juga perlu dikelola dengan hati-hati. Meskipun efektif dalam mengungkap kelemahan lawan, tetapi strategi ini berisiko meningkatkan polarisasi dan merusak proses demokrasi. Oleh karena itu, politisi dan partai harus mengutamakan pesan-pesan positif yang membangun daripada sekadar menyerang.
Komunikasi politik dalam Pilkada Banten 2024 mencerminkan tantangan dan peluang yang dihadapi politisi di era digital. Pasangan Andra Soni-Dimyati Natakusumah menunjukkan bagaimana strategi komunikasi yang kreatif dan terbuka dapat meningkatkan elektabilitas, meskipun kelemahan dalam menangani isu sensitif tetap menjadi tantangan besar. Di sisi lain, pasangan Airin-Ade harus berjuang melawan stigma dinasti politik yang melekat pada mereka, menekankan pentingnya membangun narasi politik yang progresif dan sesuai dengan harapan masyarakat. Ke depannya, komunikasi politik di Indonesia harus lebih terbuka, berbasis data, dan berfokus pada solusi nyata yang menjawab kebutuhan masyarakat. Dengan demikian, komunikasi politik tidak hanya berfungsi untuk memenangkan pemilu, tetapi juga menjadi sarana memperkuat demokrasi dan membangun masyarakat yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H