Seperti yang sudah aku jelaskan sebelumnya, karakter si B ini sangat tertutup. Jika dia tidak dipancing cerita, dia tidak akan cerita. Justru malah si cowok yang cerita tentang kejelasan hubungan mereka. Sungguh sejak saat itu aku shock sekali. Jujur aku tidak siap jika sahabatku diambil untuk diajak nikah.
Mengapa aku tidak rela dia menikah muda? Karena aku paham sekali sahabatku ini belum mau memikirkan soal pernikahan. Dia masih kuliah, katanya masih ingin kejar karir. Tapi, aku tidak tahu bagaimana pemikirannya sekarang. Sejak mereka jadian, si B jadi jarang sekali curhat denganku lagi. Dia jarang menghubungiku. Aku yang selalu menghubungi dia duluan.
Suatu hari aku sadar, rasanya hubungan persahabatan ini hanya sepihak. Aku saja yang berjuang menghubungi sedangkan dia hanya pasif, tidak membuka suara jika tidak diminta. Semakin kesini aku semakin berpikir bahwa setelah dia memiliki pacar, dia makin melupakan aku. Ketika lihat story pacarnya, mereka sering menghabiskan waktu bersama, itu makin menyakitiku.
Sekali lagi, dalam cerita ini aku tidak pernah mencemburui teman-teman cowokku. Justru aku mencemburui "waktu"Â sahabat-sahabatku yang tersita hanya karena pacar barunya. Sekarang yang menemani si B ke kampus bukan aku lagi, tapi pacarnya. Bahkan si B pernah pergi jauh ke jogja bersama pacarnya. Suatu hal yang membuatku sedikit takjub, karena selama aku mengenal si B ini, dia hampir tidak pernah main jauh.
Baiklah.. cerita si B sudah selesai. Mari kita pindah cerita ke si C. Si C ini berada di satu SMA yang sama denganku tetapi kami tidak saling kenal. Hanya tahu satu sama lain. Ternyata pada saat kuliah, dia se-kampus denganku. bahkan kami berada di satu jurusan dan kelas yang sama. Si C ini anaknya supel sekali, dia aktif berorganisasi, hampir teman-teman se-angkatan semua jurusan tahu dia.
Yang membuat kami dekat adalah pada saat masa setelah ospek. Kami didekati oleh kakak tingkat yang membuat kami berdua cukup terkenal dikalangan kakak tingkat se-jurusan pada masa perkenalan mahasiswa. Sejak saat itu, kami sering curhat satu sama lain. Bahkan kami juga saling menguatkan ketika kakak tingkat yang mendekati kami ternyata adalah para buaya.
Jarak rumahku dengan dia sangat dekat, sekitar 5 menit dari rumah. Jika ada apa-apa tinggal telpon dan langsung meluncur ke rumahnya atau dia ke rumahku. Kalo kami lagi sama-sama suntuk, kami sering sekali keluar malam sekadar muter-muter naik motor gak jelas. Kebiasaan kami saat bosan, kami ngobrol apapun di sepanjang jalan.
Sungguh begitu menyenangkan dan melegakan ketika berbincang dengan sahabat. Apapun yang kita ingin bicarakan yasudah tinggal bicara saja tanpa basa-basi dan semuanya terasa plong. Enteng sekali. Itu lah budaya kami. Dulu ketika kami kuliah, kami berdua absurd sekali sering cari alamat rumah kakak-kakak tingkat sampai ketemu rumahnya.
Si C ini sekali jatuh cinta pasti jatuh cintanya dalam sekali. Meskipun disakiti berkali-kali oleh kakak tingkat yang buaya itu, dia tetap berjuang. Bahkan, kami pernah mencari alamat rumah si buaya itu. Dia yang menemukan duluan , dia tahu duluan dimana alamat orang yang paling nomor satu di hati si C. Kemudian aku diajak jalan ke sekitaran rumah kakak tingkat itu.
Seru sekali waktu itu sekaligus mendebarkan. Ketika sudah melewati rumah si buaya ada rasa takut jika ketahuan tapi kami selalu ketawa ngakak setelah itu. Dulu kami memiliki perjanjian, jika si C sudah pernah masuk ke rumah kakak tingkat itu, maka perjanjiannya adalah kami tidak perlu lagi lewat rumah si buaya itu.
Suatu hari, mereka sempat dekat kembali dan si C ini akhirnya masuk ke rumah kakak tingkat itu. Sejak saat itu, kami sudah tidak penasaran lagi. si C ini aktif bercerita tentang rumah dan kehidupan keluarga si buaya itu. Menurutku plot twist ini benar-benar tidak dapat terprediksi. Kami tidak pernah menyangka jika dia akan dekat lagi dengan si buaya itu, bahkan sangat menakjubkan dia bisa sering main ke rumah yang selama ini selalu jadi target mata-mata kami.