Hai kompasianers!
Kali ini aku mencoba berusaha aktif kembali untuk menulis. Tujuannya adalah sebagai self healing. Ini adalah salah satu cara untuk mengusir rasa kesepianku. Tahun ini adalah tahun yang menurutku begitu berbeda. Menginjak usiaku akan dua puluh lima tahun bulan agustus nanti. Tahun ini sangat berbeda jauh dari tahun-tahun sebelumnya. Banyak sekali pikiran dan keadaan yang berusaha untuk membunuh mental sehatku.
Semakin banyak usiaku, relasi teman dekat semakin sedikit. Satu per satu menjauh. Satu per satu menghilang. Entah karena kesibukan masing-masing ataukah karena memang sudah tak se-frekuensi? Entahlah.. tapi, satu hal yang paling sulit kuhadapi selama hampir menjelang satu tahun ini adalah aku merasa kehilangan sahabat-sahabat dekatku hanya karena mereka punya pacar baru.
Ya..punya pacar baru. Memiliki seseorang yang lebih berarti dihidupnya ketimbang aku. Mereka begitu berubah drastis semenjak hari itu, semenjak mengikrarkan bila mereka sudah punya pacar masing-masing. Padahal dulu jika diulang kembali kisah antara aku dan para sahabatku, kami sering menghabiskan waktu bersama. Main, sering nginep dirumahku, jogging, chatt, telpon, bahkan video call.
Kini semua terasa hampa, terasa berbeda, dan itu sangat menyakitiku di waktu yang hampir bersamaan. Aku memiliki tiga sahabat dekat. Mereka dekat sekali denganku. sebut saja si A,B,dan C. Mereka semuanya cewek. Kali ini, izinkan aku mendeskripsikan karakter mereka masing-masing. Baik, aku akan memulai dari urutan tokoh yang punya pacar duluan ya. Aku akan memulai dari si A.
Awal mula aku kenal si A ini adalah dia adik kelasku ketika di SMA, berjarak satu tahun usia kami. Â Dulu kami mengikuti organisasi yang sama, yaitu pecinta alam. Saat SMA kami akrab sebatas adik dan kakak kelas saja. Suatu hari, semesta mempertemukan kami kembali. Kami dipertemukan lagi pada saat kuliah, dia mendaftar di kampus yang sama denganku.
Hingga kami sama-sama lulus kuliah, dia tertarik join dengan bisnisku. Sejak saat itu, hubungan kami makin dekat. Jarak rumah kami juga dekat sekali. Hanya tiga menit dari rumah jika naik motor. Dekat sekali, bukan? Orang tuanya kerja di malam hari sehingga hampir setiap malam kami sering bertemu. Entah keluar bareng beli burcangjo langganan kami, ke mall, nongkrong, atau ke rumahnya untuk masak bareng.
Dia adalah anak yang sangat penakut. Bahkan suatu hari beberapa kali dia rela menjemputku dan menemaninya di rumah untuk sekedar cuci piring. Konyol sekali. Walaupun rumah kami dekat, dia rela menjemputku hanya untuk menemani cuci piring. Kemudian setelah selesai, dia mengantarku pulang kembali.
Begitu dekat dan kami memang sedekat itu. Suatu hari, aku memilki teman cowok yang kebetulan dia baru putus dari pacarnya. Ku akui dia ganteng tapi aku tidak bisa mencintainya, begitu pula sebaliknya. Itulah aturanku dalam berteman dengan cowok. Aku tidak ingin kehilangan dia sebagai temanku. Dia juga tidak ingin kehilanganku sebagai temannya. Kemudian, aku memiliki sebuah inisiatif.
Kukenalkanlah teman cowokku dengan sahabatku si A. Baru beberapa hari mereka kenalan ternyata mereka sudah saling cocok. Beberapa bulan dekat, akhirnya mereka jadian. Sejak saat itu, aku sudah merasa sahabatku si A ini berubah drastis. Dia makin jarang menghubungiku. Oke, awal-awal mereka pdkt , si A ini masih intens menghubungiku via whatsapp. Tetapi setelah mereka jadian, hubungan persahabatan kami semakin renggang. Hingga saat ini.