Mohon tunggu...
Nabila Afira Quraina
Nabila Afira Quraina Mohon Tunggu... Konsultan - Female

bebas menulis sesuai dengan ide, pengalaman, dan gaya bahasaku

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Parenting Itu Penting

15 April 2020   11:28 Diperbarui: 15 April 2020   11:46 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku mulai terus mencari dengan cara survey secara tidak sengaja dari waktu ke waktu. Misalnya seperti saat main ke rumah teman-teman. Aku dijamu dengan baik oleh orang tua dari masing-masing temanku. Mereka memperlakukan baik dengan caranya masing-masing. Ada yang menggunakan bahasa halus, ada yang ngobrol dengan canda tawa, ada juga yang cuek tapi peduli. Tidak hanya sampai situ saja, mendengar dari cerita teman-teman soal ibu mereka dapat juga ditarik sebuah kesimpulan. Survey ini benar-benar tidak sengaja awalnya. Ternyata dari sampel ke sampel menghasilkan kesimpulan dan opini sesuai versiku.

Ada saat dimana aku iri, kok orang tua si A lembut sekali nada bicaranya dan santun sehingga menghasilkan anak yang santun pula. Ada juga orang tua si B ceria sekali dan sering tertawa bareng anaknya sehingga menghasilakn anak yang menyenangkan dan sering sekali tertawa seolah-olah dunia ini hanya guyonan. Ada juga orang tua  si C yang pendiam dan jarang berbicara, menghasilkan anak yang pendiam dan tidak banyak tingkah juga. Begitu seterusnya. Mungkin tidak 100% benar, tetapi karakter anak dibentuk dari dominan lingkungan terdekatnya bukan? Yaitu lingkungan keluarga termasuk orang tuanya.

Ada saat di mana aku iri dan cenderung menyalahkan diriku sendiri. Mengapa orang-orang disekitarku, baik perempuan ataupun laki-laki, mereka bercerita dengan bangganya tentang orang tua mereka. Ada saja hal-hal menyenangkan yang selau mereka ceritakan. Selain menyenangkan, motivasi pun turut menjadi langkah mereka untuk terus bergerak maju dalam tiap keputusan. Aku iri, sungguh mengapa aku tidak dapat merasakan apa yang mereka dapatkan. Aku iri, minder, seakan-akan sudah tak dibutuhkan lagi sebagai seorang anak. Selalu saja benak ini bertanya, “mengapa aku tidak dapat bercerita?”

Didikan dan bimbingan orang tuaku tidak sepenuhnya benar dan tidak semuanya salah. Tetapi, dari bimbingan dan didikan yang dominan keliru membuatku dan adik menjadi seorang yang pendiam. Kami sungguh memilih untuk menjaga jarak dengan orang tua kami. Awalnya aku tidak mengetahui mengapa kami berlaku demikian. Namun bila diulang lagi dari kisah dan pengalaman, perlakuan orang tua kami di masa lalu lah yang membuat luka kami membekas dan tak bisa sembuh.

Tak heran kami sering melakukan perlawanan diatas pilihan kami sendiri. Seperti contoh adikku lebih memilih setiap hari keluar rumah hanya demi membeli sebuah kenyamanan. Entah itu akan ada badai corona berkelanjutan, hujan, maupun petir, adikku tidak bisa untuk tidak berdiam diri di rumah walaupun hanya satu hari. Ia lebih memilih menghabiskan waktu bersama teman-teman diluar sana demi memuaskan dan menumpahkan rasa stresnya ketika di rumah.

Aku pun demikian. Tetapi aku masih bisa kontrol untuk keluar rumah karena genderku adalah perempuan. Ada kalanya aku akan pergi keluar rumah untuk sekadar menghirup udara segar, bersepeda, dan pergi ke rumah teman membahas soal bisnis. Namun dibalik itu semua, aku juga mendapatkan kelayakan dan kenyamanan ketika berada diluar rumah. Andai ibu dan bapak mengerti mengapa kami lebih memilih pergi daripada bertahan di rumah.

Tidak semua anak menemukan kenyamanan diluar rumah, ada juga segelintir anak yang memilih untuk berdiam diri di rumah, menghabiskan waktu bersama orang tuanya dibanding keluar hanya sekadar beli minuman bubble. Ya, aku tau waktu adalah emas yang sangat berharga. Sayangi orang sekitar ketika masih ada dan kamu akan merindukannya saat mereka tiada. Tetapi, bagaimana aku bisa menyayangi bila mereka sudah terbiasa membuat luka batin selama masa pertumbuhan hidup kami?

Dalam hidup, aku selalu mendengar kata cinta dan rasa kasih sayang untuk orang tua. Dalam soal ujian di mata pelajaran pun pernah ku tulis bagaimana cara mengasihi orang tua dengan baik. Namun sayangnya tulisan itu hanya sekadar tulisan belaka. Kenyataannya aku tidak pernah merasakan bagaimana dahsyatnya rasa cinta dan kasih sayang yang tulus. Mungkin aku pernah diberi, namun rasa cinta dan kasih sayang itu terkikis karena kekerasan verbal dan non verbal yang dilakukan oleh mereka di waktu lampau.

Bisa jadi aku salah satu anak yang sudah dikategorikan sebagai anak durhaka yang tidak pernah patuh terhadap mereka. Pintu neraka seakan sudah terbuka lebar untukku. Namun, aku tidak pernah berpikiran untuk menjadi anak durhaka. Siapa sih yang ingin masuk neraka? Tidak ada, bahkan untuk anak seukuran orang dewasa. Semua ingin menikmati surga. Namun bagaimana bila jalanku menuju surga tertutup oleh tembok kebencian, dendam dan api amarah yang tiada pernah padam? Bagaimana nasibku kelak?

Aku tiada niat untuk ingin dicap menjadi anak yang durhaka. Melanggar dan mengabaiakan apa yang seharusnya menjadi yang orang tuaku inginkan. Namun, menjadi anak rebel dan durhaka juga diluar kendaliku. Aku tak mampu mengontrol rasa dendamku pada mereka di waktu lampau. Satu hal yang membuatku merasa tersiksa di dunia ini adalah ketika aku tidak dapat memerdakakan diriku sendiri. Terlanjur sudah tali kebencian dan dendam berkecamuk di dalam hati.

Namun, dibalik ini semua aku dapat memetik pelajaran yang sangat penting. Sangat penting sekali untuk kehidupanku di masa depan dan juga untuk anak-anakku kelak. Aku harus mencari ilmu parenting supaya menjadi orang tua yang sekadar membuat anak, tetapi juga mencari cara bagaimana mendidik dan membimbing dengan benar. Yang jelas, aku tidak ingin anakku mendapatkan perlakuan yang sama seperti ibunya di waktu lampau. Yang jelas, anakku harus mendapatkan cinta dan kasih sayang tulus yang sesungguhnya dari kedua orang tuanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun