Pancasila adalah dasar ideologi negara Republik Indonesia, yang mengandung lima sila yang mencerminkan nilai-nilai luhur dan prinsip-prinsip kehidupan berbangsa dan bernegara. Sejak kemerdekaan, Pancasila menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari, dari tingkat individu hingga negara. Namun, selama ini, Pancasila sering dipahami lebih sebagai simbol negara yang harus diajarkan dan dihafalkan oleh para siswa dalam kurikulum pendidikan. Berbeda dengan itu, Nadiem menekankan pentingnya menghidupkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan nyata, bukan hanya menghafalkan teksnya.
Mengingat tantangan pendidikan di Indonesia yang semakin kompleks. Sistem pendidikan yang terlalu menekankan hafalan sering kali melupakan pentingnya pemahaman dan penerapan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila bukan sekadar sebuah rangkaian kalimat yang harus dihafalkan, tetapi lebih dari itu, sebuah panduan moral dan etika yang harus diinternalisasi dan diterapkan dalam tindakan nyata.
Praktik nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari memang menjadi tantangan besar, terutama dalam menghadapi dinamika sosial, ekonomi, dan politik yang terus berkembang. Misalnya, sila pertama yang berbunyi "Ketuhanan yang Maha Esa" mengajak masyarakat untuk menghormati perbedaan agama dan kepercayaan. Sila kedua, "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab", mendorong penghargaan terhadap martabat manusia dan penegakan hak asasi manusia. Begitu pula dengan sila-sila lainnya yang masing-masing memiliki makna yang sangat dalam tentang keadilan sosial, demokrasi, dan persatuan.
Meskipun ide ini mendapat sambutan positif, implementasinya tentu tidak mudah. Mengubah pola pikir yang telah terbangun selama bertahun-tahun, dimana nilai-nilai Pancasila hanya dihafalkan dan dipelajari secara teori, memerlukan usaha dan waktu yang tidak sebentar. Selain itu, praktik nilai-nilai Pancasila memerlukan contoh yang baik dari semua pihak, baik itu pemerintah, lembaga pendidikan, hingga masyarakat luas.
Pendidikan karakter yang mengacu pada Pancasila memang membutuhkan pendekatan yang lebih holistik dan terintegrasi. Pembelajaran harus melibatkan pengalaman langsung, diskusi kritis, serta tindakan nyata yang mencerminkan nilai-nilai tersebut. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan, seperti pengabdian masyarakat, pembelajaran berbasis proyek, serta pemanfaatan teknologi yang dapat memperkuat interaksi dan pemahaman antar peserta didik.
Lingkungan sekolah juga harus mampu menciptakan iklim yang mendukung penerapan nilai-nilai Pancasila. Sebuah sekolah yang inklusif, demokratis, dan adil adalah contoh konkret dari implementasi Pancasila. Tidak hanya melalui pendidikan formal, tetapi juga melalui kegiatan ekstrakurikuler dan hubungan antar siswa yang mencerminkan semangat persatuan dan gotong-royong.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H