Mohon tunggu...
Nabila Allodia Syakirah
Nabila Allodia Syakirah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

A student and full-time learner!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Security Dilemma di Kawasan Asia Pasifik: Tantangan dan Solusi

7 Mei 2023   20:40 Diperbarui: 7 Mei 2023   21:03 494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Security Dilemma dapat didefinisikan sebagai kondisi di mana tindakan untuk meningkatkan keamanan negara yang satu dianggap sebagai ancaman oleh negara lain, sehingga memicu peningkatan persenjataan dan meningkatnya ketegangan di antara negara-negara yang terlibat. 

Security Dilemma adalah suatu fenomena di mana tindakan yang dilakukan oleh satu negara untuk meningkatkan keamanannya dianggap sebagai ancaman oleh negara lain, sehingga negara lain merespons dengan tindakan yang serupa, meningkatkan ketegangan dan kecurigaan antara kedua negara tersebut. 

Konsep ini berkaitan dengan psikologi para pembuat keputusan di mana mereka merasa tidak percaya dan tidak yakin terhadap kemampuan dan perhatian negara lain yang dianggap sebagai musuh. Dengan demikian, upaya untuk meningkatkan keamanan dapat memicu kekhawatiran dan ketegangan, memperburuk situasi yang sudah tidak stabil.

Negara selalu berusaha untuk mencapai keamanan, terutama untuk menghadapi ancaman militer. Namun, upaya ini sering kali menimbulkan dilema di dalam kebijakan negara. Hal ini disebabkan karena meningkatnya kemampuan militer yang dimiliki negara untuk meningkatkan daya tangkal dan serangannya, dapat dianggap sebagai ancaman bagi negara lain. 

Dalam teori realisme, kondisi ini disebut sebagai Security Dilemma, yang mengasumsikan bahwa ada balance of power antar negara. Secara sederhana, Security Dilemma dapat dijelaskan sebagai kondisi di mana upaya untuk meningkatkan keamanan nasional dapat dianggap sebagai ancaman oleh negara lain, sehingga mendorong negara lain untuk melakukan tindakan balik. Kondisi ini lebih sering terjadi karena keadaan dan lingkungan yang ada.

Pada tahun 2000, China mengalokasikan 14,6 miliar dolar untuk pertahanan. Pada tahun 2001, anggaran meningkat menjadi lebih dari 17 miliar dolar. Penyebab kenaikan anggaran pada tahun 2001 adalah konflik Kosovo dan situasi global saat itu. Anggaran terus meningkat pada tahun 2002 dan 2003 menjadi 20 dan 22 miliar dolar, masing-masing. 

Pada tahun 2004, meskipun defisit sebesar 38,7 miliar dolar, anggaran pertahanan tetap meningkat menjadi 24,6 miliar dolar. Pada tahun 2005 dan 2006, anggaran meningkat masing-masing sebesar 12% dan 15%, mencapai 29,9 dan 35 miliar dolar. Pada tahun 2007 dan Maret 2008, anggaran berturut-turut meningkat menjadi 45 dan 57,22 miliar dolar. Data terbaru menunjukkan bahwa anggaran militer China terus meningkat hingga tahun 2015, mencapai 119,8 miliar dolar pada tahun 2011. 

Pada tahun 2015, anggaran dinaikkan dua kali lipat menjadi 238,2 miliar dolar, melampaui anggaran militer dari 12 negara di Asia Pasifik. China secara konsisten meningkatkan anggaran pertahanannya dalam dua digit hampir setiap tahunnya, yang berarti peningkatan tersebut selalu melebihi 10%. 

Hal ini menimbulkan berbagai persepsi negatif, khususnya dari negara-negara di kawasan Asia Pasifik seperti Jepang, yang menilai bahwa China memiliki kecenderungan untuk menjadi negara super power di kawasan tersebut. 

Sebagian besar persenjataan China berasal dari Rusia. Hal ini disebabkan oleh embargo senjata yang diberlakukan Amerika dan Uni Eropa terhadap China pada tahun 1989 sebagai akibat dari peristiwa Tiananmen.

Peningkatan anggaran pertahanan dan keamanan militer China menunjukkan adanya kekhawatiran keamanan dari negara-negara tetangga dan upaya China untuk mempertahankan statusnya sebagai kekuatan super baru di Asia Pasifik. 

Konsep Security Dilemma, yang menyatakan bahwa negara dalam sistem yang anarkis harus memperhatikan keamanannya dan meningkatkan kekuatannya agar terhindar dari ancaman negara lain, terlihat dalam peningkatan anggaran militer China.

John Herz pertama kali memperkenalkan konsep ini di jurnal World Politics, dan menyatakan bahwa kekhawatiran ini menyebabkan negara-negara lain merasa tidak aman dan berusaha meningkatkan kekuatannya sendiri. Karena ketidakmungkinan merasa sepenuhnya aman dalam dunia yang kompetitif, ini memunculkan "lingkaran setan keamanan" dan dorongan untuk meningkatkan kekuatan semakin besar.

China dan Jepang telah memiliki sejarah panjang pertikaian politik, ekonomi, dan militer antara keduanya. China memiliki kekhawatiran terhadap Jepang sebagai pemimpin di wilayah Asia Pasifik yang didorong oleh sejarah imperialisme Jepang serta kekuatan militernya yang kuat. 

Selain sejarah imperialisme, Jepang juga memiliki kekuatan militernya yang kuat dan telah memperkuat pertahanan mereka dalam beberapa tahun terakhir. Peningkatan ini termasuk pembelian kapal perang, pesawat tempur, dan sistem pertahanan rudal. 

Kekuatan militer Jepang yang kuat dan kemampuan mereka untuk terlibat dalam operasi militer internasional, seperti yang terlihat di Afghanistan dan Irak, meningkatkan kekhawatiran China terhadap potensi Jepang sebagai pemimpin di wilayah Asia Pasifik. 

Selain itu, Jepang juga memiliki aliansi yang kuat dengan Amerika Serikat, yang merupakan kekuatan militer terbesar di dunia. Aliansi ini memberikan Jepang dukungan militer dan politik yang signifikan serta meningkatkan kekuatan dan keamanan mereka. Bagi China, aliansi ini juga meningkatkan kekhawatiran mereka terhadap potensi pengaruh Jepang di wilayah Asia Pasifik dan potensi konflik regional. China melihat Jepang sebagai ancaman potensial karena hubungan sejarah mereka dan hubungan dekat Jepang dengan AS dalam pertahanan. 

Jepang telah mengubah kebijakan pertahanannya dari pendekatan pasif menjadi aktif, yang menyebabkan China mengidentifikasi beberapa alasan untuk perubahan tersebut. Ini termasuk pergeseran fokus geo-strategis Jepang, kemampuan nuklir laten, perumusan kembali kerja sama keamanan dengan AS, dan kerja sama pertahanan bersama yang bertujuan untuk melawan China. 

Jepang juga meningkatkan pengeluaran pertahanannya karena kekhawatiran atas ekspansi militer Tiongkok, yang dapat menyebabkan dilema keamanan, yang mengarah pada model tindakan-reaksi dalam peningkatan peralatan militer dan mobilitas. 

Jepang mengalami dilema interpretasi dan respons, yang mengarah pada peningkatan pengeluaran militer. Pada tahun 2000, pengeluaran pertahanan Jepang meningkat untuk pertama kalinya menjadi 4,935 miliar yen, dan terus meningkat. Jumlah personel dan biaya pemeliharaan juga meningkat sebesar 15 miliar yen dalam pengeluaran pertahanan.

China menjadi perhatian di dunia politik global karena peningkatan anggaran pertahanan dan keamanannya yang terus meningkat. Hal ini terutama menjadi perhatian bagi negara-negara di kawasan, terutama Jepang, yang telah menjadi sumber kekhawatiran sejarah bagi China. 

China telah menempatkan fokusnya pada sistem pertahanan dan keamanan dalam menciptakan negara yang kuat. Situasi dilema keamanan yang dihadapi China memaksa mereka untuk mengambil langkah maju dalam sistem pertahanan dan keamanan mereka, melebihi negara-negara yang dianggap sebagai saingan dan ancaman. 

Security dilemma adalah situasi ketika negara dihadapkan pada masalah keamanan yang sulit dan memunculkan kekhawatiran apakah kebijakan militer negara lain hanya untuk pertahanan atau menyerang. China mengantisipasi kemungkinan konflik dengan terus meningkatkan sistem pertahanan militer mereka guna menjaga kedaulatan negaranya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun