Nama  : Nabila Anugerah Putri
NIM Â Â : 201810020311035
Asy-Syatibi bernama lengkap Abu Ishaq Ibrahim Ibn Musa alGaranati Asy-Syatibi. Beliau lebih dikenal sapa dengan panggilan Asy-Syatibi. Asy-Syatibi telah wafat pada saat tertanggal 8 bulan Sya`ban tahun 790 Hijriyah atau (1388 Masehi). Dalam perjalanan hidupnya beliau memiliki Karya ilmiah yang mana dapat diklasifikasikan ke dalam dua bagian.
- Pertama, karya-karya yang tidak diterbitkan dan dipublikasikan seperti halnya yakni Syarah Jalil `ala al-Khulashah fi al-Nahwu, Khiyar al-Majalis (sejarah kitab jual beli dari sahih Bukhari), Syarah Rajaz ibnu Malik fi al-Nahwu, Unwan al-ittifaq fi Ilm al-Isytiqaq, serta Ushul al-Nahwu
- Kedua, karya yang diterbitkan dan dipublikasikan seperti halnya yakni al-Muwafaqat fi ushul al-Syari`ah, al-I`tisham, al-Ifadat wa al-Irsyad.
Salah satu kitab beliau yaitu Kitab al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari`ah dimana merupakan suatu karya besar Asy-Syatibi pada bidang ushul fiqih, terdapat di dalam kitab tersebut, Asy-Syatibi berusaha untuk menjabarkan rahasia-rahasia pentaklifan serta tujuan pensyari`tan hukum oleh Allah SWT, serta bagian-bagian lain dari pengamatan tentang ushul fiqh. Asy-Syatibi dalam karya besarnya tersebut telah mengangkatnya sebagai ulama yang ternama, dikarenakan selain sebagai bentuk patokan dalam ekspansi aset keilmuan pada aspek hukum Islam yang di mana juga merupakan materi referensi dan rujukan untuk para cendikiawan muslim serta berorientasi di aspek ushul fiqh.
Pemikiran Asy-Syatibi Tentang Konsep Maqashid Syari`ah
Atas hakikatnya beliau Asy-Syatibi mengklasifikasikan maqashid al-syari`ah penekanan kaitannya dengan 5 (lima) faktor dasar di atas menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu dharuriyyat, hajiyat, serta tahsiniyyat. Pada halnya bermakna untuk menjaga menjaga, melindungi, dan memperjuangkan atau melaksanakan kelima faktor dasar sedemikian rupa. Sehingga demikian dapat disebutkan bahwasannya kebutuhan yang terdapat pada bagian ketiga lebih bersifat komplementer dan sebagai pelengkap.
Asy-Syatibi menggunakan 4 (empat) metode melalui pemahaman maqashid al-syari`ahnya, yaitu disebutkan sebagai berikut :
- Melaksanakan penjabaran mengenai bentuk sebutan untuk perintah dan larangan yang tercantum daripada dalam al-Qur`an hingga Sunnah. Menurut amatan Asy-Syatibi jika menghendaki sesuatu yang diperintahkan, maka itu dapat diwujudkan atau dilakukan. Pengaplikasian bagian isi daripada perintah tersebut akan menjadi haluan yang dikehendaki oleh melalui al-Syar`i (Tuhan). Sama pula halnya dengan bentuk larangan, jika menghendaki suatu perbuatan, yang dilarang tersebut harus ditinggalkan. Maka keharusan untuk meninggalkan perbuatan yang dilarang merupakan haluan utama yang dikehendaki oleh Tuhan.
- Pengamatan tentang `illah al-amr yang bermakna sebgai perintah dan al-nahy yang bermakna sebagai larangan. Dicetuskan oleh Asy-Syatibi bahwasannya interpretasi maqashid al-syari`ah bisa diperoleh dengan melaksanakannya  memintasi penjabaran `illah hukum yang mana tercantum pada ayat-ayat suci al-Qur`an serta al-Sunnah. Hanya saja `Illah hukum tersebut ada kalanya di mana ia tertera tertulis dengan secara jelas dan adakalanya pula tidak tertera tertulis secara jelas. Apabila jika `illah tersebut tertulis secara jelas dalam al-Qur`an maupun Sunnah, maka menurut Asy-Syatibi harus mengikuti apa yang tertulis itu. Karena dengan mengikuti yang tertulis itu, tujuan hukum dalam perintah dan larangan tersebut dapat dicapai.
- Penjabaran selaku sukut al-syari`. Asy-Syatibi melancarkan interpretasinya kepada persoalan-persoalan hukum yang tidak tersebutkan oleh al-Syari`. Disebabkan persoalan hukum yang tercantum sangat berakibatkan sangat aktual dalam kehidupan. Dari cara tersebut, bisa digambarkan dari kegiatan-kegiatan masyarakat yang mana akan melahirkan guna fungsi bagi kehidupannya biarpun tidak tercantum dengan detail berbentuk perintah dalam al-Qur`an serta Sunnah. Sehingga hal ini berkitan dengan kegiatan dalam bagian ritual, sosial, dan ekonomi.
- Pemahaman maqashid al-syari`ah dari sudut pandang ashliyyah dan tabi`iyyah. Cara bentuk pemahaman maqashid al-syari`ah ini sebagai suatu sifat. Pengklasifikasian maqashid ke dalam bentuk maqashid yang mana berisi kemudaratan untuk dunia dan akhirat, hal tersebut tidak dimaksudkan oleh Asy-Syatibi yang mana untuk menarik garis pemisah dengan tajam antara dua arah muatan hukum Islam tersebut. Hal ini disebabkan bahwasannya kedua aspek tersebut secara hakiki tidak dapat dipisahkan pada hukum Islam.
Maka dari itu, dharuriyyat, hajiyyat, dan tahsiniyyat, hingga pada pembagian kepada jalur muatan untuk dunia dan akhirat adalah sangat penting. Dalam Kedua pembagian itu melahirkan pencantuman perbandingan prioritas dalam ekspansi hukum. Konsep maqashid pada umumnya pun memancarkan hal sama dengan konsep motivasi yang telah ada, yaitu kebutuhan manusia. Pada sudut pandang manusia, konsep tersebut meringkaskan kebutuhan-kebutuhan manusia yang paling mendasar dan hakiki dalam melahirkan kegunaan bagi dirinya di dunia dan di akhirat berdasarkan nilai-nilai syari'at. Serta dalam sudut pandang Syari', maqashid al-syari'ah merupakan suatu tujuan atau hikmah dari syari'at Islam yang diturunkan langsung oleh Allah SWT, yaitu yang mana bagi kemudaratan manusia di dunia maupun di akhirat. Kedua pandangan ini memiliki titik temu, yaitu pada aspek kemaslahatan manusia.
Referensi:
Al-Fasi. Maqashid al-Syari`ahal-Islamiyyah wa Makarimuha. t.t : Maktabat al-Wihdat al-Arabiyyat, tth.
Al-Ajfan, Abi. Min Atsar Fuqaha al-Andalus: Fatwa al-Imam Asy-Syatibi. Tunisia: Matba`ah al-Kawakiib, 1985.