Mohon tunggu...
Nabila Indah Prilia
Nabila Indah Prilia Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWI UNIVERSITAS MERCU BUANA | PRODI S1 AKUNTANSI | NIM 43223010057

Mata Kuliah: Pendidikan Anti Korupsi dan Kode Etik UMB. Dosen Pengampu: Prof. Dr. Apollo Daito, S.E, Ak.,M.Si.,CIFM.,CIABV.,CIABG

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Kemampuan Memimpin Diri dan Upaya Pencegahan Korupsi dan Keteladanan Mahatma Gandhi

22 Desember 2024   19:00 Diperbarui: 22 Desember 2024   19:00 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Korupsi merupakan salah satu tantangan terbesar yang dihadapi masyarakat di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Praktik ini tidak hanya merugikan ekonomi, tetapi juga mengikis kepercayaan masyarakat terhadap lembaga dan pemerintahan. Upaya pencegahan korupsi membutuhkan agen perubahan yang mampu memimpin dirinya sendiri sebagai contoh dan panutan bagi lingkungan sekitar. Dalam konteks ini, nilai-nilai yang diteladankan oleh Mahatma Gandhi menjadi sangat relevan. Gandhi dikenal tidak hanya sebagai pemimpin pergerakan kemerdekaan India, tetapi juga sebagai simbol integritas, kesederhanaan, dan perjuangan tanpa kekerasan.

Latar Belakang Mahatma Gandhi

Mohandas Karamchand Gandhi atau yang dikenal sebagai Mahatma Gandhi lahir pada 2 Oktober 1869 di Porbandar, India, dan wafat di Delhi pada 30 Januari 1948. Dikenal sebagai seorang pemimpin spiritual dan politik, Gandhi memperjuangkan kemerdekaan India dari kolonialisme Inggris melalui Ahimsa, gerakan non-kekerasan, dan satyagraha, tindakan perlawanan tanpa kekerasan. Filosofi dan pendekatan yang dia gunakan terhadap perjuangan untuk hak-hak sipil dan kebebasan di seluruh dunia berasal darinya.

Gandhi dibesarkan dalam keluarga Jain, yang mempromosikan prinsip tanpa kekerasan dan penghormatan terhadap semua makhluk hidup. Ia memperoleh gelar hukum di London sebelum bekerja di Afrika Selatan, di mana ia memulai pemahamannya tentang diskriminasi dan ketidakadilan sosial. Pengalamannya di Afrika Selatan dengan rasisme mendorongnya untuk berjuang melawan penindasan dan ketidakadilan.

Setelah kembali ke India pada tahun 1915, Gandhi menjadi tokoh utama dalam gerakan nasionalis India. Ia memimpin banyak kampanye, termasuk gerakan Non-Cooperation, boikot barang-barang Inggris, March of Dandi Salt, dan Quit India untuk menuntut kemerdekaan. Gandhi tidak hanya berbicara tentang kemerdekaan politik tetapi juga reformasi sosial, seperti penghapusan kasta, kesetaraan gender, dan perlindungan lingkungan.

Cara Gandhi berpakaian menunjukkan komitmennya terhadap kesederhanaan hidup; dia sering memakai khidi, kain sederhana, sebagai bentuk protes terhadap barang-barang Inggris. Gandhi adalah tokoh dunia yang dihormati karena filosofi dan praktik hidupnya yang mengutamakan moralitas, spiritualitas, dan kemanusiaan.

Internalisasi Gaya Hidup Gandhi 

Lima prinsip utama gaya hidup Mahatma Gandhi: kebenaran, cinta, puasa (laku prihatin), anti kekerasan, dan keteguhan hati. Segala sesuatu yang dilakukan Gandhi didasarkan pada kebenaran---ia percaya bahwa kebenaran adalah kekuatan terbesar bagi manusia. Cinta adalah jenis kasih sayang universal yang tidak terpengaruh oleh dendam atau kebencian. Gandhi menggunakan puasa atau laku prihatin sebagai cara untuk menunjukkan komitmen terhadap pengendalian diri dan solidaritas terhadap penderitaan orang lain. Strategi utama perjuangannya adalah anti kekerasan (ahimsa), prinsip yang menolak kekerasan fisik dan mental. Meskipun menghadapi banyak tekanan dan kesulitan, Gandhi tetap teguh pada nilai-nilainya karena keteguhan hati dan prinsipnya. Kelima nilai ini menjadi dasar hidup yang dapat diinternalisasi untuk membentuk pribadi yang berintegritas dan penuh dedikasi terhadap perubahan sosial.

Modul Kuliah Prof Apollo 
Modul Kuliah Prof Apollo 

Internalisasi Batin Gandhi (Ahimsa)

Pada slide diatas menjelaskan konsep ahimsa, yang berarti tidak menyakiti, membunuh, atau menggunakan kekerasan. Dalam ajaran Gandhi, ahimsa bukan sekadar tidak melakukan kekerasan fisik, tetapi juga mencakup pengendalian pikiran dan emosi agar tidak menyakiti orang lain secara mental. Ahimsa adalah bagian dari doktrin Panca Yama Bratha, lima bentuk pengendalian diri, yaitu: ahimsa (tanpa kekerasan), brahmacari (kesucian), satya (kejujuran), awyawaharika (tidak berbohong), dan astenya (tidak mencuri). Dalam kehidupan, Gandhi menghadapi tantangan dari enam godaan utama manusia (Sad Ripu), yaitu keserakahan, amarah, kemabukan, kebimbangan, iri hati, dan egoisme. Ia percaya bahwa dengan mengendalikan godaan ini, seseorang dapat mencapai kedamaian batin dan menjadi manusia yang lebih baik. Nilai ahimsa ini relevan dalam kehidupan modern, terutama dalam menghadapi konflik tanpa harus menggunakan kekerasan.

Modul Kuliah Prof Apollo 
Modul Kuliah Prof Apollo 

Melawan Kekuasaan yang Tidak Adil

Terdapat dua pilihan dalam menghadapi kekuasaan yang tidak adil: ketundukan atau perlawanan. Ketundukan sering kali menyebabkan hilangnya potensi manusia karena rasa takut dan dehumanisasi. Sementara itu, perlawanan melalui kekerasan dapat menciptakan siklus kebencian dan balas dendam yang tidak berujung. Gandhi menawarkan alternatif berupa perlawanan tanpa kekerasan sebagai solusi ideal. Perlawanan ini bukan hanya tentang menolak ketidakadilan, tetapi juga menunjukkan keberanian moral untuk menghadapi penindasan dengan cara yang damai dan bermartabat. Strategi ini menekankan pentingnya menjaga integritas dan kemanusiaan bahkan dalam situasi yang sulit. Dengan tidak membalas kebencian dengan kebencian, Gandhi mampu mengubah musuh menjadi sahabat dan menciptakan perubahan sosial yang bertahan lama. Pendekatan ini sangat relevan bagi masyarakat yang ingin melawan ketidakadilan tanpa memperparah konflik.

Modul Kuliah Prof Apollo 
Modul Kuliah Prof Apollo 

Filosofi Cinta Menurut Gandhi

Dalam slide ini, Gandhi menggambarkan cinta sebagai kekuatan yang tidak meminta imbalan dan memberi tanpa syarat. Cinta membawa kedamaian ke kehidupan dan tidak pernah membalas dendam. Filosofi ini menekankan bahwa kebencian hanya membawa kerusakan sosial dan individu. Gandhi berpendapat bahwa cinta adalah energi transformasional yang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan konflik dan menyatukan semua orang. Ajaran ini berguna dalam kehidupan sehari-hari untuk menghilangkan dendam dan kebencian, yang seringkali menjadi sumber konflik. Selain itu, prinsip cinta yang tulus dan tanpa pamrih ini menjadi dasar perjuangan tanpa kekerasan, atau nonviolence, yang dipromosikan Gandhi. Ia menunjukkan bahwa kasih yang terus-menerus dapat mengubah hati dan pikiran orang, bahkan dalam keadaan sulit.

Modul Kuliah Prof Apollo 
Modul Kuliah Prof Apollo 

Syarat Ahimsa (Pemurnian Diri)

Hanya jika seseorang memiliki kerendahan hati dan melepaskan ego atau keangkuhan, ahimsa atau prinsip tanpa kekerasan dapat diterapkan. Non-kekerasan tidak cukup jika hanya dianggap sebagai gagasan; itu membutuhkan empati yang mendalam. Gandhi menekankan bahwa cinta kepada Tuhan tidak mungkin berasal dari hati yang penuh dengan kebencian atau niat buruk. Oleh karena itu, ahimsa harus mencakup semua aspek kehidupan, menciptakan suasana yang baik dan aman. Pemurnian diri melalui ahimsa dapat menyebar, membentuk komunitas yang damai dan menghormati. Jika kita ingin mewujudkan harmoni di tengah masyarakat, pesan ini sangat penting karena konflik sering muncul karena egoisme dan keinginan yang tidak terkendali.

Modul Kuliah Prof Apollo 
Modul Kuliah Prof Apollo 

Evolusi Ahimsa dan Pemurnian Diri

Gandhi menguraikan evolusi manusia dari kekerasan (himsa) menuju ahimsa. Pada masa prasejarah, manusia cenderung bertindak berdasarkan naluri kebinatangan dan kekerasan. Namun, dalam sejarah modern, diperlukan tatanan sosial di mana manusia saling menghormati secara permanen. Proses ini melibatkan pemurnian diri melalui pengendalian naluri negatif dan kebencian. Gandhi mengingatkan bahwa ada paradoks dalam sifat manusia, yakni naluri kebinatangan yang kadang sulit dikendalikan. Namun, dengan pemurnian diri yang terus-menerus, manusia bisa melampaui sifat dasar ini untuk menciptakan perdamaian yang berkelanjutan. Prinsip ini mengajarkan pentingnya kerja sama dan penghormatan antarindividu dalam membangun dunia yang harmonis dan adil.

Modul Kuliah Prof Apollo 
Modul Kuliah Prof Apollo 

Konsep Ahimsa Sebagai Wujud Cinta

Filosofi Ahimsa yang diterjemahkan sebagai "pemurnian diri" dan wujud cinta tertinggi---dibahas dalam slide ini. Prinsip non-kekerasan Ahimsa adalah landasan moral, terutama dalam ajaran Mahatma Gandhi. Ahimsa mengajarkan cinta yang bebas dari kebencian, musuh, dan dendam terhadap perbuatan jahat. Filosofi ini menekankan bahwa, daripada menghukum atau membenci lawan, seseorang harus melihat mereka sebagai musuh. Sebaliknya, seseorang harus meyakinkan mereka tentang ketidakadilan yang mereka lakukan. Tujuannya adalah membantu lawan menyadari apa yang mereka lakukan salah dan kembali ke jalan yang benar. Akibatnya, Ahimsa bukan hanya cara untuk melawan ketidakadilan tetapi juga untuk membangun pendidikan dan hubungan yang harmonis.

Modul Kuliah Prof Apollo 
Modul Kuliah Prof Apollo 

Ahimsa dan Kekerasan

Dalam slide ini, Ahimsa digambarkan sebagai kekuatan yang berasal dari pemurnian diri dan menekankan bahwa itu lebih kuat daripada kekerasan. Ahimsa tidak pernah "kalah" karena dia tidak peduli siapa yang menang atau kalah. Gandhi percaya bahwa kekuatan utama Ahimsa adalah kemampuan untuk bertahan dan mencapai hasil yang baik tanpa menggunakan kekerasan. Prinsip ini menekankan bahwa kemenangan dalam Ahimsa diukur dengan kemampuan untuk mempertahankan kebenaran dan moralitas, bukan dengan hasil material atau politik. Oleh karena itu, keberhasilan Ahimsa bersifat universal dan tidak bergantung pada hasil duniawi.

Modul Kuliah Prof Apollo 
Modul Kuliah Prof Apollo 

Praktik Ahimsa dalam Perjuangan Gandhi

Slide ini memberikan contoh nyata dari penerapan Ahimsa oleh Mahatma Gandhi selama perjuangan melawan penjajahan Inggris. Salah satu wujud Ahimsa adalah SatyaGraha, yaitu perjuangan dengan kekuatan kebenaran dan jiwa tanpa kekerasan. Contohnya adalah pembangkangan sipil pada tahun 1930-an, di mana masyarakat India menolak bekerja sama dengan sistem kolonial Inggris. Tindakan ini termasuk boikot terhadap produk Inggris, pajak, dan institusi seperti sekolah. Dengan demikian, praktik Ahimsa melibatkan perjuangan aktif tanpa kekerasan yang didasarkan pada keyakinan moral dan kesadaran kolektif untuk melawan ketidakadilan.

Modul Kuliah Prof Apollo 
Modul Kuliah Prof Apollo 

Filosofi Kesederhanaan Mahatma Gandhi

Mahatma Gandhi, seorang pemimpin besar India yang memperjuangkan kemerdekaan melalui pendekatan tanpa kekerasan, percaya pada prinsip kesederhanaan dalam semua aspek kehidupan. Dalam gambar ini, terlihat beberapa filosofi utama Gandhi yang berpusat pada kehidupan sederhana, keharmonisan dengan alam, pengendalian diri, dan kesadaran diri. Prinsip ini sering dikenal sebagai Techno-Gandhian Philosophy, yaitu pandangan Gandhi tentang bagaimana teknologi harus digunakan dengan bijak untuk menciptakan keseimbangan antara kebutuhan manusia dan kelestarian lingkungan. Tiga elemen utama yang digambarkan adalah Harmony with Nature (keseimbangan dengan alam), Self-Control (pengendalian diri), dan Self-Awareness (kesadaran diri). Bagi Gandhi, hidup yang sederhana adalah jalan menuju kebahagiaan sejati dan penyelamatan moral manusia.

Tujuh Bahaya Tanpa Nilai

Kritik Gandhi terhadap tujuh aspek kehidupan yang sering kali kehilangan fondasi moral dan etika:

  1. Kekayaan tanpa kerja - Menyoroti bahwa kekayaan harus diperoleh dengan kerja keras, bukan melalui eksploitasi.
  2. Kesenangan tanpa kesadaran - Menekankan pentingnya memahami dampak dari setiap tindakan untuk menghindari kesenangan yang merugikan orang lain.
  3. Pengetahuan tanpa karakter - Mengingatkan bahwa pengetahuan yang tidak dibarengi karakter kuat dapat disalahgunakan untuk hal negatif.
  4. Perdagangan tanpa moralitas - Menunjukkan risiko bisnis yang hanya berfokus pada keuntungan tanpa memperhatikan etika.
  5. Ilmu tanpa kemanusiaan - Mengkritik perkembangan ilmu pengetahuan yang tidak digunakan untuk kesejahteraan manusia.
  6. Ibadah tanpa pengorbanan - Menegaskan bahwa spiritualitas sejati memerlukan pengorbanan dan ketulusan.
  7. Politik tanpa prinsip - Mengingatkan bahwa politik yang tidak berdasarkan prinsip moral hanya akan menimbulkan korupsi dan penindasan.

Gandhi menyebut ini sebagai "tujuh dosa sosial," yang menjadi peringatan agar masyarakat menjalankan kehidupan dengan integritas moral yang tinggi.

Keseluruhan filosofi Gandhi dalam gambar ini menekankan pentingnya hidup dengan nilai-nilai moral yang kuat, kesederhanaan, dan keharmonisan. Filosofi ini relevan untuk semua generasi sebagai panduan dalam menjalani kehidupan yang bermakna dan bertanggung jawab. Gandhi percaya bahwa setiap individu memiliki tanggung jawab moral untuk menjalani kehidupan yang sederhana, beretika, dan selaras dengan alam demi menciptakan dunia yang lebih baik.

Kesimpulan

Mahatma Gandhi adalah teladan global dalam kepemimpinan yang berlandaskan integritas, kesederhanaan, dan nilai moral. Dalam konteks kemampuan memimpin diri dan upaya pencegahan korupsi, Gandhi menawarkan pendekatan yang relevan dan abadi. Prinsip-prinsipnya seperti Ahimsa (tanpa kekerasan), Satyagraha (kebenaran sebagai kekuatan), dan hidup sederhana menunjukkan bagaimana kepemimpinan diri dapat menjadi kunci dalam menciptakan perubahan sosial yang mendalam.

Dalam upaya pencegahan korupsi, Gandhi memberikan inspirasi melalui keteladanannya. Ia menolak segala bentuk kemewahan, suap, atau keuntungan pribadi, dan hidup dengan kesederhanaan yang mencerminkan integritasnya. Keteguhannya pada nilai-nilai ini menunjukkan bahwa korupsi dapat diatasi dengan membangun karakter yang kuat dan menumbuhkan budaya anti-korupsi mulai dari individu. Gandhi juga percaya bahwa pendidikan dan kesadaran masyarakat adalah elemen penting dalam memberantas korupsi. Ia menekankan bahwa perubahan sistemik hanya dapat terjadi jika setiap individu berkomitmen untuk menjadi bagian dari solusi.

Keteladanan Gandhi mengajarkan bahwa kepemimpinan bukan hanya tentang memengaruhi orang lain, tetapi juga tentang memimpin diri sendiri dengan integritas. Dalam era modern, nilai-nilai yang diajarkan Gandhi tetap relevan sebagai landasan bagi para pemimpin yang ingin menciptakan dunia yang lebih adil, transparan, dan bebas dari korupsi. Melalui pendekatannya, kita diingatkan bahwa pencegahan korupsi dimulai dari diri sendiri, dengan menegakkan moralitas dan menginspirasi orang lain untuk melakukan hal yang sama.

Daftar Pustaka:
- Easwaran, Eknath. Gandhi the Man: How One Man Changed Himself to Change the World. Nilgiri Press, 2011.  
- Fischer, Louis. The Life of Mahatma Gandhi. HarperCollins, 1982.
- Easwaran, Eknath. Nonviolent Soldier of Islam: Badshah Khan, a Man to Match His Mountains. Nilgiri Press, 2008.  
- Chapple, C. K. (2018). Gandhi and the Environment: Religion, Ethics, and Beyond. New York: Routledge.
- Rai, M., & Prasad, S. (2023). The Role of Gandhian Philosophy in Modern Social Movements: Revisiting the Principles of Ahimsa and Satyagraha. Journal of Social and Political Studies, 15(3), 45-62.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun