Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Aku Tidak Salah

3 April 2018   07:02 Diperbarui: 3 April 2018   07:41 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Assalamualaikum readers...

Akhir-akhir ini muncul kembali kejadian mencengangkan yang dilakukan oleh sosok ayah terhadap anak kandungnya sendiri. Yaitu kekerasan fisik dengan cara me-nyetrum badan buah hatinya, tidak hanya itu istrinya juga menjadi sasaran kekerasan yang dilakukan sang ayah. Indonesia darurat kekerasan anak sudah menggaung sejak beberapa tahun belakangan ini. 

Hal yang paling miris dari kejadian tersebut oknum pelakunya adalah orang-orang terdekat mereka (keluarga). Tentu saja ini akan mengganggu perkembangan serta kepercayaan diri anak ketika berada dilingkungan. Dampak negatif akan lebih banyak timbul pada diri anak seperti menjadi pendendam, mudah sakit hati, dan menunjukkan perilaku menyimpang dikemudian hari.

Faktor  penyebab kekerasan dalam lingkungan keluarga

Banyak penelitian yang mengemukakan faktor-faktor yang menyebabkan maltreatment pada anak, semisal faktor dari karakteristik orangtua, situasi keluarga, konteks sosial, dan nilai-nilai yang dianut keluarga. Tidak semua pengasuhan orangtua menggunakan kekerasan. 

Beberapa orangtua ketika memiliki masalah yang berat atau tidak mengetahui pola asuh anak yang tepat, sehingga berdampak pada perlakuan yang salah terhadap anak mereka. Pengetahuan terbatas tentang tumbuh kembang anak sehingga mereka mungkin berharap lebih pada anak-anaknya sehingga muncul kekecewaan dan kemarahan ketika anak berperilaku tidak sesuai dengan harapan orangtua.

Dampak psikologi yang terjadi kepada anak korban kekerasan

Ketika anak mendapatkan kekerasan pada dirinya baik fisik ataupun mental, itu akan sangat membekas dan menimbulkan trauma pada dirinya. Terdapat efek jangka pendek dan jangka panjangnya. Semisal efek jangka pendek, kemungkinan terbesar yang terjadi adalah anak tidak mau bertemu orang lain atau orang dewasa. Saat itu dia merasakan ketakutan yang mendalam dan mencoba menjauh mereka. Kepercayaan diri pada anak terhadap oranglain akan hilang.

Ketika disekolah dia menarik diri dari pergaulan atau menunjukkan perilaku yang agresif terhadap oranglain. Berdampak pula pada pola belajarnya dengan prestasi yang menurun. Mereka akan mencoba pada perilaku yang beresiko tinggi seperti minum alkohol, memakai obat-obatan terlarang, dan condong berperilaku yang melanggar hukum.

Sedangkan efek jangka panjang dari anak yang menjadi korban kekerasan, saat mereka dewasa dan berkeluarga cenderung melakukan pola asuh yang sama semasa kecilnya. Namun pola asuh yang seperti ini dapat diputus dengan adanya dukungan sosila pada mereka. Anak korban kekerasan dapat mengikuti terapi dan bimbingan untuk dapat menjalin hubungan yang positif dengan oranglain.

Cara mengatasi trauma anak korban kekerasan

Anak yang seperti ini harus banyak mendapatkan dukungan dari lingkungan keluarga yang positif bahwa mereka tidak seratus persen salah dan harus menerima kekerasan. Terpai juga sangat dibutuhkan untuk mengembalikan jiwa yang terluka. Orangtua pun tak luput dari terapi dan konseling untuk membantu mengarahkan pola asuh yang positif dan produktif. Terapi ini tentunya dilakukan oleh tenaga profesional seperti psikolog dan psikiater. Semoga bermanfaat.

Wassalam,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun