Tentang hal-hal yang tak terduga lagi, saat nanti saya menyusulmu, bawa saya menjadi bintang-bintang. Seperti yang kamu janjikan.
Seperti halnya kamu yang tidak mengucapkan selamat datang saat kita bertemu, kamu juga tidak mengucapkan selamat tinggal saat kamu pergi.
Seperti rembulan pada malam itu, malam perpisahan kita tiga tahun yang lalu menjadi tanda sebahagia-bahagianya, sebagai penanda kita menjadi sepasang yang walau bisa dipatahkan dengan selembar kertas, kita memilih untuk bersama-sama hingga kita berbaring berdamping tapi hanya melalui doa. Aku berharap kita dapat bertemu, saling meminta pengampunan dan membuat perdamaian dengan bumi.
"Kalau nanti tiba-tiba ingat sama saya, jangan ingat yang buruk-buruk, ya? Yang senang-senangnya saja yang dikenang, kalau ingat yang sedih-sedih nanti jadi perih."Â
Ia tertawa lagi, "Jadi ... lebih baik bilang 'selamat tinggal' atau 'sampai jumpa'?"Â
"Baik, sampai jumpa di lain waktu."
Saya tahu barangkali bukan sekarang tapi nanti saat waktunya tiba. Saya menunggunya.
Kebaikan dari orang-orang yang tidak terduga. Kebaikan itu... ah, terima kasih.
Di malam tanggal 10 Oktober ini, untuk diri saya yang paling kuat, untuk diri saya yang paling kusayangi, ya selamat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H