Sepuluh menit menuju proses penutupan senja yang berganti malam
Sepuluh menit juga sisa waktuku untuk tidak terlambat bersulang
Bahagia merayakan pergantian status diriku yang tak lagi lajang
Sumanak diriku menyapa pada penjaga parkir mobilku di depan
Hari ini memang tidak bisa biasa bagiku
Hari ini juga tidak bisa biasa bagimu
Hari ini kedua sanak saudara dan orangtua kami malam ini akan bersua
Hari ini segenggam cincin emas yang kami beli dengan sederhana akan kamu pasang
Lembaran surat darimu telah kuterima
Surat terbungkus dengan pita merah yang rapi nan indah
Lafadz akad yang kukira lafadz akad undangan kami berdua
Ucapan selamat dari kawan sejawat yang tinggal di lantai dua rupanya
Air mataku terkikis, menangis
Dadaku sesak tak dapat bernafas lepas
Mengingat dirinya yang sakit kala itu
Tetap mengirimkan buket bunga untuk wisuda diriku
Hanya dia primadonaku saat itu
Hanya dia sendiri yang mau datang pada hari kemenangankuÂ
Dan hanya dia yang selalu ada di sisiku yang terpuruk
Tersenyumlah meski membuat dadaku riuh, ujarnya kala itu
Ketika kukatakan tangismu adalah tangisku
Ketika semenjak putus, ruh dan raga kami tak lagi dapat bersatu
Namun ketika kita tinggal dalam satu baris beda pintu
Ketika itu, dirimu sudah membuatku kembali khawatir
Lantai dua
Kisah tentang kami tak mungkin kembali ada
Lupakanlah!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H