"Hmm, aku inget kok. Tapi aku gak tau kamu mau ngomong apa." Aku tersenyum dan tertunduk.
"Jadi, kan kita udah dewasa tuh. Iyakan?" yang kubalas dengan anggukan pelan.
"Menurut kamu Sarah tuh gimana orangnya, Fi? Cocok gak buat aku? Soalnya aku udah lama pendam perasaan ini buat dia. Dia temen kuliahku Fi. Dia baik banget. Sampai sekarang dia baik kan ke kamu? Aku gak tahu cara ngungkapinnya gimana. Nah karena aku punya sahabat cewek kaya kamu, aku mau minta bantuan. Sebenernya aku pengen banget bilang ke kamu kalau Sarah juga ikut kesini, tapi kamu pas itu lagi jawab telepon dan gak sempet deh sampai sekarang. Fi kamu gak keberatan kan? Fi? "Â
Aku merasa berat banget, rief. Sekarang aku benar-benar tidak lagi mendengar perkataan Arief lagi. Mataku menatap dengan tatapan kosong. Aku terdiam dalam sofa gazebo itu sambil menyadari setetes air mata keluar dari mata sebelah kiri. Aku menangis untuk pertama kali dihadapan Arief. Mimpi itu! Ya Tuhan! Ditemani secangkir kecemburuan dan keretakan alami dalam hati, jadi selama ini aku hanya menjadi pemeran pengganti?Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H