Â
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan penduduk terpadat keempat di dunia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Sensus Penduduk 2010 menyebut ada 1.331 kelompok suku di Indonesia. Kategori itu merupakan kode untuk nama suku, nama lain atau alias suatu suku, nama subsuku, bahkan nama sub dari subsuku. Terkait jumlah bahasa di Indonesia, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau Badan Bahasa telah memetakan dan memverifikasi 652 bahasa daerah yang berbeda.
Bila dilihat dari sudut pandang budaya,masyarakat multikultur di Indonesia akan sangat terlihat dari adanya berbagai macam etnik atau suku bangsa yang menyebabkan munculnya berbagai adat-istiadat, agama atau sistem kepercayaan yang berkembang karena setiap suku bangsa memiliki ciri khas masing-masing.Â
Keberagaman itu menyebabkan terciptanya kebudayaan yang berbeda-beda di masing-masing daerah. Keberagaman kebudayaan tersebut salah satunya dapat ditemukan di Kabupaten Jombang, salah satu kabupaten yang memiliki tingkat masyarakat multikultural yang tinggi. Salah satu kebudayaan yang berasal dari Kabupaten Jombang adalah Besut, yang menjadi cikal bakal lahirnya Ludruk.
Kabupaten Jombang terletak pada posisi strategis bagi perlintasan hubungan antar kota, antar provinsi. Kata Jombang merupakan akronim dari kata berbahasa Jawa ijo (hijau) dan abang (merah). Makna ijo merupakan gambaran masyarakat dari kaum santri, sedang abang mewakili kaum abangan atau nasionalis. Kedua kelompok hidup berdampingan dengan rukun. Dari kaum ijo, lahirlah seni tradisi Gambus Misri, Al-Banjari, sedang dari kaum abangan lahir seni tardisi Lerok, Besutan, Sandur Manduro dan lain-lain.
Sejarah Besutan
Besutan merupakan Seni Tradisional yang berkembang luas di masyarakat Jombang dan sekitarnya, tanpa diketahui secara pasti siapa penciptanya. Sejarah Besutan tidak bisa dipisahkan dari sejarah Lerok yang merupakan cikal bakal Ludruk. Â Lerok merupakan cikal bakal Ludruk Besutan. Lerok juga dikenal dengan istilah ludruk ngamen (Eveline Y. Bayu: Sejarah Ludruk 1).
Menurut Subrank Suparno, 2010:1, Lerok diperankan oleh Pak Santik (1894-1897) yang berasal dari Desa Ceweng kecamatan Diwek. Dari sumber lain dikisahkan oleh Eveline, Lerok merupakan bentuk permulaan kesenian Ludruk yang berlangsung pada tahun 1907-1915 di daerah Jombang, Jawa Timur. Pelopornya adalah Pak Santik yang berasal dari Desa Ceweng, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang dan temannya, Pak Amir yang berasal dari Desa Legundi Kecamatan Gudo.
Ketika mengamen Pak Santik menggunakan nama samaran Besut. Tata rias yang digunakannya sangat sederhana dengan memoles wajahnya dengan bedak putih tebal dan tidak merata, sehingga terkesan belang-belang (lorek-lorek). Istilah lerok muncul dari tata rias lorek-lorek itu. Setelah berhasil menggaet beberapa rekannya, pemain lerok berjumlah menjadi 3 orang, Pak Santik berperan sebagai tokoh utama Besut, dua rekannya berperan sebagai Man Gondo Djamino dan Rusmini. Dari tokoh utama Besut, kemudian dikenal dengan sebutan Seni Besutan.
Seni tradisional Besutan diperkirakan berkembang pada akhir abad ke-18, dan merupakan pengembangan seni Lerok yang sudah merakyat. Dalam buku Soerabaia Tempo Doeloe Buku I, Dukut Widodo menyebutkan Besut merupakan akronim dari mbekto maksud atau membawa maksud.Â
Kesenian ini mempunyai arti mbebet sing lungset agar setelah dibesut menjadi licin. Ibarat pakaian yang lungset, disetrika menjadi halus. Jadi Besutan dapat mengobati pikiran-pikiran yang sakit agar menjadi normal dan sehat. Sehingga di harapkan selesai pertunjukkan, penonton mengerti akan makna yang tersirat dan rangkaian pertunjukkan Besutan.