Mohon tunggu...
Nabila Putri Balqis
Nabila Putri Balqis Mohon Tunggu... Lainnya - balqis

trying to write

Selanjutnya

Tutup

Nature

Tinjauan Masalah Perkotaan di Banyuwangi

2 November 2020   18:45 Diperbarui: 2 November 2020   18:54 583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kota adalah pusat pemukiman dan kegiatan yang terjadi di suatu wilayah dimana konsentrasi penduduknya lebih padat dibanding di daerah sekitarnya. Kota seiring dengan bergantinya zaman menjadi pusat segala sesuatu yang dibutuhkan masyarakat. 

Dimulai dari banyaknya fasilitas publik yang di bangun di wilayah perkotaan, dibangunnya banyak lapangan kerja, juga dibangunnya banyak pusat komersial. Hal ini secara tidak langsung membuat orang yang berada di luar koridor merasa tertarik untuk tinggal di sana apalagi dengan perbandingan fasilitas di kota dan desa sangat berkebalikan.

Yang pertama di Banyuwangi sendiri masalah perkotaan erat kaitannya dengan urbanisasi.  Banyak sekali orang orang yang menetap di perkotaan agar mendapatkan fasilitas yang sama dan ada di sana. Hal ini bisa berdampak positif dan negatif, bisa menjadi masalah ataupun potensi. 

Positifnya, pertumbuhan ekonomi jauh tumbuh lebih pesat disana. Negatifnya  berbondong bondong orang datang kesana sedikit demi sedikit hal ini menyebabkan kemacetan di koridor perkotaan Banyuwangi. 

Dan dengan keterbatasan sarana transportasi umum disana dan minat publik kepada transportasai umum lebih kecil,dan lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi, menambah masalah kemacetan disana apalagi saat waktu orang orang berangkat bekerja ataupun anak anak sekolah yang sedang berangkat ke sekolah. Biasanya pemandangan ini terlihat pada jalan besar Perliman. Jika dibiarkan dan tidak diberi solusi mengenai hal ini, koridor perkotaan pada banyuwangi akan bernasib sama seperti yang ada di Jakarta, yaitu merebaknya polusi udara akibat kemacetan.

Selain polusi udara, dikawasan perkotaan di daerah muncar juga pernah terjadi pencemaran air akibat limbah industri. Disebabkan karena industri tersebut selama beroperasi tidak punya IPAL atau Instalasi Pengolahan Air Limbah. Limbah air hasil industri langsung dibuang kedalam sungai akibatnya terjadi pencemaran di laut Muncar

Kebutuhan lahan yang meningkat juga sebagai akibat adanya arus urbanisasi di Banyuwangi dan menyebabkan semakin tingginya harga lahan. Apalagi harga lahan didekat pusat fasilitas fasilitas publik. Di Kota Bayuwangi sendiri telah banyak dibangun sebaran sebaran perumahan yang ditujukan untuk memfasilitasi warga banyuwangi. 

Sudah banyak ditemukan perumahan perumahan di sepanjang koridor Kecamatan Banyuwangi dengan sasaran masyarakat kelas menengah hingga atas. Seperti Perum. Gardenia, Mendut dll. Disediakan juga perumahan yang ditujukan untuk masyarakat menengah kebawah dan biasanya terletak di pinggir Kecamatan Banyuwangi kota ataupun di pedesaan.

Namun biasanya kepadatan pemukiman yang terjadi berdampak negatif pada lingkungan misalnya banyaknya limbah mikro yang dikeluarkan. Contohnya adalah pemukiman di pinggir sungai kalilo di koridor perkotaan. Awalnya di bagian hulu terlihat tidak rapi dan masih terlihat aktivitas penduduknya yang membuang sampah sembarangan, namun Pemerintah Daerah mempunyai rencana dan telah melakukan rencana tersebut dengan merenovasi pemukiman yang ada di sekitar Sungai Kalilo. 

Pemerintah menjadikan kawasan tersebut sebagai kawasan wisata dengan menjadikan kampung Jodipan di malang sebagai contoh rancangannya. Secara tidak langsung pemerintah telah mengajak masyarakat sekitar hulu untuk menjaga kebersihan didaerah pemukimannya karena telah dijadikan sebagai kawasan wisata.  Hal ini telah membuat kesan yang baik terhadap pemukiman di daerah hilir sungai dan menciptakan kesan bersih pada pemukiman di sepanjang hilir sungai  di Banyuwangi.

Masalah lainnya yang timbul adalah terbatasnya lapangan perkerjaan. Hal ini bisa terjadi karena ketidakseimbangannya lapangan pekerjaan dengan sumber daya manusia.  

Di Banyuwangi sendiri akibat adanya arus urbanisasi yang membuat warga disekitar wilayah perkotaan mencari kerja di daerah perkotaan dengan acuan banyaknya lapangan kerja yang tersedia, namun hal ini berdampak pada persaingan antara pencari kerja. 

Perusahaan atau instansi akan lebih mengedepankan sumber daya manusia yang lebih unggul dalam hal intelektualnya, dalam hal ini jika di telaah lagi mengenai sumber daya manuasia, di Banyuwangi (menurut sumber BPS Banyuwangi 2019) lulusan terbanyak adalah hanya sampai SD. Ini menyulitkan mereka untuk bersaing dengan para lulusan akademisi dalam mencari pekerjaan.

Masalah lapangan pekerjaan ini berkaitan juga dengan kebutuhan pemukiman. Dimana jika orang yang bekerja diperkotaan yang berasal dari desa, atau wilayah sekitarnya seperti Muncar, Rogojampi, Genteng, Srono dan lainnya membutuhkan akses yang lebih cepat untuk sampai ke tempat pekerjaannya dan solusi utama yang mereka lakukan selain mengambil perumahan sebagai tempat tinggal mereka, adalah dengan tinggal sementara di kontrakan ataupun kos dekat tempat kerja mereka.

Masalah lain yang banyak muncul sebagai akibat dari kekalahan persaingan dalam memilih kerja dan tingginya harga tanah adalah kemiskinan. Sebenarnya kemiskinan bukan merupakan masalah di perkotaan karena pada dasarnya diharapkan pada lingkup perkotaan dan fasilitasnya yang memeadai diharapkan mampu mengembangkan skill dan kemampuan rakyat miskin. 

Dalam hal ini dibutuhkan pemberdayaan pada sumber daya manusianya agar lebih produktif lagi dengan mengembangkan kemampuan yang mereka kuasai. Sebagai contoh adalah dengan mengembangkan usaha mikro di wilayah tempat tinggalnya atau bisa berjualan pada situs online.

Dan jika sukses ataupun usaha mikronya berhasil mereka bisa menyewa ruko yang biasanya terdapat di pinggir jalan koridor perkotaan agar usahanya dapat berkembang dan ini salah satu uapaya mencegah kemiskinan pada daerah perkotaan di Banyuwangi juga seperti contoh di alun alun pusat kota didalamnya disediakan bangunan semi permanen yang diperuntukan bagi masyarakat yang ingin mengembagkan usaha mikronya. Tidak menutup kemungkinan bahwa susahnya mencari pinjaman modal membuat mereka memilih alternatif lain dengan cara kriminal. Hal seperti ini sudah banyak terjadi di daerah perkotaan lainnya, tidak hanya di Banyuwangi saja.

Dari akibat kemiskinan tadi, di Banyuwangi sendiri juga semakin merebaknya sektor usaha informal. Sebenarnya sektor ini sangat membantu masyarakat yang kalah saing dalam bidang akademiknya dalam bekerja karna yang dibutuhkan hanyalah skill. Apalagi dimasa pandemi seperti ini sektor usaha informal masih bisa terus berkembang. Namun jika terlalu banyak usaha sektor informal bisa mengganggu ketertiban dan kerapihan kota.

Sejatinya selalu ada masalah di setiap wilayah perkotaan, namun ini menjadi tantangan Pemerintah daerah sekaligus masyarakat untuk mewujudkan lingkungan yang efektif dan nyaman untuk ditinggali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun