Mohon tunggu...
Nabiil Muchyar
Nabiil Muchyar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Sebelas Maret

Saya adalah seorang mahasiswa Sosiologi yang memiliki ketertarikan dalam dunia komunikasi dan masyarakat informasi. Saya memiliki hobi dan skill di bidang kepenulisan, desain grafis, dan membuat konten. Saya sudah memiliki beberapa pengalaman dalam bidang yang saya sukai, disini saya coba menuangkan opini dan pendapat pribadi saya sebagai rakyat biasa untuk mengutarakan keresahan saya kepada beberapa hal.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Romantisme Antara Narasi "Trauma" Bom Bali dan WC U-20 di Indonesia

14 April 2023   13:58 Diperbarui: 14 April 2023   15:36 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"GAGAL" mungkin narasi yang sangat cocok digunakan setelah Federation Internationale de Football Association (FIFA) melalui laman resminya (29/03/2023) pada pukul 22.00 WIB memutuskan untuk menghapus Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 melalui laman resmi FIFA.com.

Penghapusan Indonesia menjadi tuan rumah tentu saja menjadi kabar menyakitkan bagi sebagian pecinta sepak bola tanah air, pasalnya momen yang sangat langka untuk melihat Timnas Indonesia bermain di ajang Piala Dunia, hal tersebut dikarenakan rekam jejak Timnas Indonesia bermain di Piala Dunia hanya sekali, yakni pada tahun 1938 di Prancis.

Keputusan FIFA untuk menghapus Indonesia menjadi tuan rumah tidak lain karena polemik penolakan Timnas Israel oleh I Wayan Koster (Gubernur Bali), Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah), beberapa partai politik dan beberapa organisasi kemasyarakatan (Ormas). Hal tersebut menjadi pertimbangan FIFA yang secara eksplisit menyebutkan bahwa situasi di Indonesia saat ini tidak aman untuk menggelar Piala Dunia U-20.

"Humanity" menjadi tameng dari para gubernur, partai politik dan Ormas dalam menyikapi polemik penolakan Timnas Israel. Namun yang menjadi sorotan adalah rasa ketakutan Koster dari berbagai ancaman apabila Timnas Israel masih bertanding di Indonesia. Hal tersebut disampaikan langsung oleh Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

"Pak Koster masih trauma dengan kejadian bom di Legian, Bali. Sebagai pemimpin beliau menerima masukan terhadap berbagai potensi eskalasi ancaman-ancaman," ujar Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dalam Political Show CNN Indonesia TV, Senin (27/3).

Sehari setelah FIFA memutuskan untuk mencabut Indonesia menjadi tuan rumah, Koster memberikan pernyataan ke awak media bahwasannya dirinya takut keamanan di Bali akan terancam apabila ada Timnas Israel.

"Hal ini sangat berpotensi menjadi ancaman dan gangguan keamanan di Bali, baik ancaman bersifat terbuka dan tertutup," ungkapnya dalam keterangan resmi yang diterima detikBali, Kamis (30/3/2023)

Secara Epistemologi, narasi "trauma" bom Bali coba dipakai Koster untuk melahirkan kembali ingatan FIFA terhadap kejadian tragedi bom yang lekat dengan Sepak Bola di Indonesia, yaitu Peristiwa pengeboman hotel JW Marriot dan Ritz-Carlton 2009 di Jakarta. Pada saat itu klub Manchester United menjadikan Indonesia sebagai destinasi untuk menjalani tur pra-musim nya. Namun naas, dua hari sebelum kedatangan tim Manchester United di Indonesia, telah terjadi peristiwa pengeboman yang menewaskan 6 orang turis asing.

Berlandaskan peristiwa tersebut, Koster seperti memiliki romantisme masa lalu yang coba dilekatkan dengan event Piala Dunia U-20 di Indonesia. Alasan ini adalah salah satu counter memory dari Koster untuk memiliki alasan untuk menolak Timnas Israel berkompetisi di Indonesia. Counter memory sendiri adalah narasi sejarah yang diciptakan oleh para pemangku kepentingan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu untuk memperkuat legitimasi dan otoritas mereka. Melihat hal yang terjadi dalam kasus ini, Koster sebagai Gubernur Bali, pintar dalam meracik dan menyusun narasi sejarah Bom Bali, guna mendapat simpati dan perhatian dari masyarakat. Mengingat Indonesia adalah salah satu negara yang bersuara paling lantang untuk mendukung kemerdekaan palestina.

Polemik muncul dan gejolak tak terbendung akibat kegagalan Indonesia menyelenggarakan Piala Dunia U-20. Banyak masyarakat mengaitkan hal ini dengan pesta demokrasi di tahun 2024 di Indonesia. Masyarakat menilai bahwa pejabat, ormas, dan partai politik berlomba-lomba menjadikan ajang Piala Dunia ini untuk mencari simpati dari masyarakat, tapi masyarakat justru menyalahkan dan mengkambinghitamkan mereka yang menolak kehadiran Timnas Israel di Piala Dunia U-20. Bagai jatuh tertimpa tangga sudah nasib mereka saat ini.

Politik dan olahraga memang kedua hal yang sangat berbeda dan tidak dapat disamakan kepentingannya. Mimpi skuad muda Indonesia sudah pupus dan saat ini sanksi keras dari FIFA menunggu Indonesia. Lantas kalau sudah seperti ini, siapa yang bertanggung jawab dan siapa yang pantas disalahkan?.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun