bullying atau perundungan di sekolah kembali menjadi topik utama kanal berita hari ini, kemarin (19/2/2024) kejadiannya terjadi di sekolah elit daerah Tanggerang Selatan, Binus School.Â
KasusKabar yang beredar bahwa pelaku dan korban merupakan junior-senior di SMA swasta tersebut, perundungan dilakukan oleh para senior yang ternyata mereka merupakan anggota geng di sekolah tersebut.Â
Kasus perundungan ini menjadi kasus yang besar karena si korban mengalami luka yang parah, seperti yang dituliskan di artikel kompas.com korban mendapat banyak luka memar dan luka bakar.Â
Kasus perundungan ini masih dalam tahap penyelidikan, para pelaku juga masih diselidiki oleh pihak berwajib dan juga melibatkan penyidik Unit Perlindungan Anak dan Perempuan.Â
Keterlibatan Sekolah
Pada kasus tersebut Binus School membenarkan bahwa perundungan tersebut benar terjadi dan mengungkapkan bahwa salah satu pelaku adalah anak dari artis ternama Indonesia.Â
Pihak sekolah menegaskan akan mengusut kasus tersebut sampai tuntas sebagai bentuk dukungan sekolah terhadap korban.
Pihak manajemen sekolah juga memastikan bahwa kejadian serupa tidak akan terulang lagi di kemudian hari.Â
Seperti yang dituliskan sebelumnya bahwa kasus ini terjadi antara senior kepada junior di sekolah, dikabarkan pula bahwa hal tersebut terjadi karena merupakan proses rekrutmen jika si junior ingin bergabung geng sekolah tersebut.
Sekolah mempunyai peran penting dalam mengatasi kasus perundungan dari siswa ke siswa bahkan sampai guru - siswa ataupun sebaliknya.Â
Dalam menjalankan perannya sekolah memiliki tanggung jawab penuh atas kasus yang terjadi, menutupinya hingga mencapakkan kasusnya bukanlah bentuk tanggung jawab malah hal tersebut terlihat seperti tidak ada etisnya, wajib untuk sekolah mendukung segala perlindungan untuk siswa yang menjadi korban perundungan.
Faktor Hadirnya Perundungan
Seorang psikolog berkata bahwa kasus perundungan kerap terjadi karena adanya keinginan pelaku untuk mendapatkan validasi atas dirinya di lingkungan sekolah.Â
Intan Erlita, seorang psikolog yang diwawancarai kompas.tv berkata bahwa mereka, yang di usia remaja kerap mencari indentitas dirinya untuk menunjukkan kontrol atau kuasa atas lingkungannya.Â
Psikolog kelahiran Jakarta tersebut juga menambahkan bahwa peran sekolah seharusnya lebih menaruh perhatian dalam pembentukan karakter pada siswa-siswanya.
Selain mencari identitas dan validasi atas diri pelaku, perundungan bisa terjadi karena adanya pengaruh dari perilaku seseorang terhadap pelaku. Pengaruh tersebut dapat datang dari mana saja, indvidu lain, media massa (media sosial, telivisi, dsb), masyarakat, bahkan dari lingkungan sekolah itu sendiri.Â
Kerap kali perundungan dilakukan oleh kelompok dan satu korban, seperti kasus Binus School anggota geng yang melakukan perundungan tersebut, sehingga siswa lain bisa saja terpengaruh dari perilaku geng-geng seperti itu..Â
Orientasi Bahaya Bullying di Sekolah
Kasus perundungan tidak memandang bulu, apalagi di sekolah, siswa manapun bisa saja menjadi sasaran untuk dijadikan korban perundungan.Â
Maka dari itu, sekolah wajib melakukan orientasi dini terhadap bahaya bullying oleh siswa-siswanya, menjadi rumah kedua oleh para siswa sekolah wajib memberikan pendidikan sedini mungkin mengenai bahaya perundungan.Â
Tidak hanya pendidikannya, wajib juga untuk sekolah menyediakan layanan konseling mengenai bullying. Mereka yang menjadi korban biasanya tidak bisa bersuara untuk mendapatkan perlindungan, pun yang menjadi pelaku kerap tidak sadar ia melakukan perundungan.
Perundungan bukan lagi soal 'bercanda', 'namanya juga anak-anak', 'main-main aja'Â dan kata-kata memaklumi lainnya, perundungan adalah soal hidup dan mati seseorang.Â
Tak jarang ujung dari perundungan adalah kerusakan mental korban dan kematian korban. Kampanye mengenai "Stop Bullying" di sekolah harus lebih diseriuskan, seruan tersbut bukan lagi menjadi motto tapi sebuah gerakan nyata agar berhentinya wabah mengerikan ini.
Bullying: Dangerous Virus
Seperti yang saya tuliskan, bahwa perundungan adalah sebuah wabah, wabah yang sampai sekarang masih terjadi.Â
Sejatinya tindakan perundangan memang bisa menular, hal tersebut terjadi karena pola interaksi yang terjadi antar siswa, satu siswa memberikan pengaruh dan pengaruh tersebut bisa saja berhasil ke siswa lain yang akhirnya mereka melakukan perundungan secara kelompok.Â
Tidak hanya itu perundungan dapat menyebar karena yang mayoritas akan mengalahkan yang minoritas.
Contohnya, satu anak dirundung, kemudian pelaku perundungan berkata "jika ada yang berani menghalanginya, maka kalian juga akan dirundung", hal tersebut bisa mungkin terjadi karena remaja yang haus akan atas kontrolnya terhadap lingkungan yang ia tempati.Â
Bukan hanya itu, korban juga rentan mendapatkan perlakuan yang repetitif bukan hanya dari para pelaku, sehingga siswa lain menganggap itu biasa.
Bukan hanya sekolah yang menjadi tempat anak belajar akan bahayanya perundungan, rumah, orang tua juga harus mengambil peran yang lebih dalam soal urusan pemberatasan perundungan.Â
Siapapun bisa saja jadi pelaku, siapapun bisa saja jadi korban, tidak memandang siapa orang tuanya, dimana ia bersekolah, perundungan adalah wabah sosial yang serius dan hal tersebut harus dituntaskan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H