Bila kita melihat kolonialisme Belanda maka banyak yang membahas bahwa Belanda hanya memiliki wilayah di Indonesia. Selain Indonesia, Belanda juga menjajah sebuah negara kecil yang bernama Suriname. Pada awalnya Suriname diperebutkan oleh Belanda dan juga Inggris. Tetapi, akhirnya Belanda menguasai Suriname pada tahun 1800an.
Bila kita melihat kondisi geografis dari Suriname, terdapat sumber daya alam yang sangat kaya dan juga subur. Masalah terjadi saat pemerintah Belanda mengalami kekurangan sumber daya manusia. Karena hal inilah akhirnya pemerintah Kolonial Belanda melakukan transmigrasi penduduk Jawa ke Suriname. Orang Jawa di pilih oleh Kolonial Belanda karenakan pulau Jawa memiliki wilayah yang subur sama seperti Suriname. Maka akan lebih mudah wilayah yang subur seperti Suriname dilakukan oleh orang Jawa. Di sisi lain juga terdapat masalah kepadatan dan kemiskinan yang terjadi pada penduduk Pulau Jawa.
Orang Jawa yang berada di Suriname mereka tetap tidak meninggalkan kebudayaannya. Seperti misalnya lagu-lagu Jawa yang masih sering didengar oleh masyarakat Jawa Suriname. Hal tersebut terjadi sampai sekarang, banyak karya seni Jawa yang terkenal di Suriname. Mengamati karya seni tak terkecuali lirik lagu maupun karya sastra sebagai representasi dunia ketiga dalam perspektif Bhabha, menarik dilakukan untuk memahami representasi budaya masyarakat Jawa Suriname sebagai diaspora Jawa yang keberadaannya diakibatkan oleh kolonialisme.
Para orang Jawa yang berada di Suriname banyak yang kecewa dengan Pemerintah Kolonial Belanda. Mereka dijanjikan untuk merubah nasib di Suriname, tetapi mereka sulit untuk kembali ke kampung halaman mereka. Banyak orang Jawa yang menolak untuk berangkat ke Suriname akhirnya dibohongi dan diculik oleh pemerintah colonial. Mereka dijanjiakan akan diberi upah sebesar 60 per hari. Per hari bila di Pulau Jawa hanya mendapatkan upah sebesar 33 sen, tentunya banyak yang tergiur dengan upah yang 2x lipat lebih banyak daripada di Jawa. Mereka juga mendapatkan banyak peralatan-peralatan dari pemerintah.
Janji Belanda tersebut tidak seluruhnya terealisasikan. Banyak orang Jawa yang akhirnya di diskriminasi oleh pemerintah Kolonial Belanda. Perlakuan  buruk  terhadap  para indentured laborers bukan  suatu  hal  yang  tidak  biasa.  Mereka kerap  dianggap  rendah  dan  mendapat  perlakuan yang  kejam.  Kondisi  tersebut  terutama  dialami oleh  suku  Jawa  karena  tidak  ada  peraturan  yang melindungi mereka. Walaupun tidak ada diskriminasi   secara   tertulis,   namun   terkadang mereka  merasa  menjadi  warga  yang  dianaktirikan oleh Belanda. Pemerintah Belanda dianggap lebih mendahulukan kepentingan bangsa lain dibandingkan kepentingan dari suku Jawa. Kondisi-kondisi tersebut tentu saja mengecewakan para pekerja kontrak dari Jawa di Suriname karena mereka  merasa  telah  ikut  membantu  Pemerintah Belanda dalam membangun Suriname. Rasa kecewa akan perlakuan tidak baik dari suku Creol terhadap suku Jawa sejak tahun 1890 hingga tahun 1946 serta   rasa   diskriminasi   dari pemerintah Belanda, ikut mendorong mereka untuk pulang ke tanah air.
Daftar Pustaka :
Susanti. (2016). Nasionalisme dan Gerakan Mulih Njowo, 1947 dan 1954. 1(2), 110-113.
Sulistyo, Harry, Panji Satrio Binangun, Endang Sartika. (2020). HIBRIDITY, NATION, AND NOSTALGIC ASPECT: POSTCOLONIAL REPRESENTATION IN JAVANESE SURINAME SONG'S LYRICS. 10(3), 10.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H