Sebuah film bertemakan olahraga terasa seru untuk ditonton. Adrenalin ikut berpacu melihat pemeran utama dalam bertanding. Keseruan menonton film seperti ini selalu menjadi hal yang dibicarakan oleh banyak orang.Â
Beberapa film tema olahraga yang pernah saya tonton selama ini memberikan sudut pandang baru tentang kehidupan. Banyak jenis olahraga yang dibawa menjadi film entah itu tinju, atletik, hingga olah vokal masih menggunakan formula yang sama.
Kebanyakan formulanya adalah "From zero to Hero" saya yakin kita sepakat formula ini menjadi hal yang tidak bosan-bosannya kita nikmati. Ada keseruan tersendiri menyaksikan sosok yang bukan siapa-siapa menjadi juara.Â
Ada sensasi ikut turut serta menjadi juara kerap terjadi kita mengaitkan kejadian-kejadian yang ada di film dengan kehidupan yang kita jalani sehari-harinya. Bahwa kita adalah bukan pemenang.Â
Hal ini yang saya rasakan setiap menonton film dengan tema olahraga. Ada rasa kedekatan masalah dengan karakter utamanya.Â
Atau juga kita hanya ingin melihat hal baik yang utopis saja, tidak ingin melihat realita yang pilu. Film yang membawa tema olahraga ini berkesan karena, cukup personal juga tidak membawa embel-embel suatu pemahaman. Seharusnya begitu namun, belakangan ini saya sadari film olahraga Indonesia menggunakan unsur nasionalisme yang kental dalam ceritanya.
Bukan anti nasionalis tapi, beberapa film Indonesia yang bertema olahraga mengambil sudut pandang perjuangan atlet membawa negara tercinta. Tentunya hal itu wajar karena, kisahnya berkaitan dengan perlombaan atau pertandingan membawa negara seperti olimpiade.
Jika melihat film dengan tema olahraga yang populer sudut pandangnya lebih humanis. Kegigihan dan kegamangan karakter menjadi hal yang diulas secara mendalam.
Mari ambil contoh film Rocky yang diperankan sama Opa Sylvester Stallone. Kisah From Zero to Hero dalam film ini sangat terasa, dan  tentunya menginspirasi banyak orang.Â
Kita diperlihatkan rumitnya kehidupan atlet tinju kelas rendah yang tidak berbakat, dan miskin tersorot dengan jelas pada film ini.
Dan pada suatu waktu dirinya diberi kesempatan untuk merubah keadaan. Tentunya kisah seperti ini jarang ditampilkan pada film Indonesia yang mengambil latar kehidupan seorang atlet.
Tuntutan prestasi menang
Beberapa film Indonesia dengan tema olahraga yang saya tonton memang banyak menceritakan drama keluarga, dan beberapa mengambil elemen percintaan. Hal yang tidak berubah adalah kemenangan yang membawa negara.Â
Embel-embel ini tentunya akan membawa tingkat nasionalisme pada masyarakat kita. Hal itu tidak apa sebenarnya. Hanya saja sebagai penikmat film ada rasa penasaran dan keinginan seperti bisa gak ya film Indonesia lebih mengambil kisah yang mendalam.Â
Kerap terjadi film-film tema olahraga mengambil kisah nyata para pemenang olimpiade atau semacamnya. Kisah yang sudah ada dan kemudian diambil, diramu, dibuat, dan dipermanis untuk menjadi tontonan.Â
Secara tidak langsung kemenangan pertandingan menjadi suatu tuntutan prestasi yang harus diupayakan dan terkesan wajib. Padahal pertandingan olahraga bisa mengambil elemen kekalahan yang di sana memiliki pesannya juga. Ada elemen lain yang terasa dihilangkan dari olahraga.Â
Kisah pemenang memang manis namun kalah juga mengajarkan banyak hal
Pada tahun 1992 seorang atlet bernama Derek Redmond pelari asal Inggris ini gagal dalam lomba lari 600 meter yang diselenggarakan di Barcelona kala itu. Namun bukan karena, kekalahan tersebut dirinya dikenang dalam sepanjang sejarah Olimpiade.Â
Derek Redmond gagal mengambil juara satu apalagi 3 karena, dirinya mengalami cedera hamstring. Untuk mencapai garis finish pun dirinya harus dibantu oleh ayahnya. Dirinya kesulitan berjalan apalagi untuk melanjutkan berlari.Â
Ya, dari kekalahan Derek Redmond banyak yang terinspirasi. Semangat juang dari Derek membuat orang tertegun dan merayakan usahanya.Â
Hal seperti inilah yang saya harapkan berada dalam film olahraga di Indonesia. Tidak masalah sebenarnya menang ataupun kalah. Saya ingin melihat sisi lain para atlet yang asli, dan murni sebagai manusia. Melakukan kesalahan, dan kalah. Toh menceritakan manusia kan? pemenang juga adalah manusia biasa tak luput dari kesalahan apalagi kekalahan.Â
Ya saya berharap kita memiliki film olahraga yang tidak ada tuntutan apalagi keharusan membawa harum negara. Saya ingin melihat sisi humanis seorang atlet yang berjuang untuk dirinya sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H