Ngobrol dengan teman tongkrongan itu menyehatkan mental memang benar adanya, dan ngobrol dengan nakes adalah kunci untuk kesembuhan.
Sejatinya ngobrol adalah kegiatan yang biasa kita lakukan sehari-hari, baik dengan keluarga ataupun teman. Mengobrol atau berbincang-bincang kegiatan yang manusiawi juga menyenangkan bagi kita semua. Mengobrol adalah moment keterbukaan satu sama lainnya tentang satu hal.
Rasanya masyarakat Indonesia cukup suka dengan kegiatan ngobrol ini, kita termasuk masyarakat yang aktif untuk berbasa-basi dari bahas tema konspirasi hingga hal yang diluar nalar sekalipun.Â
Yup, harus kita akui masyarakat kita suka sekali dengan percakapan basa-basi dengan siapapun. Mungkin adat timur kita yang sudah diajarkan untuk beramah-tamah antar sesama menjadi salah satu faktor pendukung.
Salah satu bukti masyarakat kita suka dengan ngobrol adalah pengalaman saya yang sering pulang pergi mudik dengan bus lintas pulau saya kerap diajak ngobrol dengan teman perjalanan saya yang bersebelahan bangkunya.Â
Pertanyaan template antar sesama penumpang seperti nama, asalnya dari mana, mau kemana, mau ngapain disana, demi menjaga obrolan lancar seringkali mencari topik-topik yang bisa dibahas dengan mengaitkan orang lain yang memiliki kesamaan entah asal yang sama, profesi yang sama pokoknya mencari hal yang sama. Dan tak jarang juga demi menjaga api obrolan membawa-bawa kenalan mereka te topik obrolan.hingga membahas hal yang sedang update seperti politik.
Mungkin tema-tema tadi sudah menjadi template pasti yang akan muncul di dalam bus karena, hal-hal seperti tadilah yang sering saya alami dari tahun 2011 hingga kini tidak terlalu banyak berubah.Â
Hal yang saya amati saat kita ngobrol kita secara sukarela memberikan informasi-informasi yang sebenarnya cukup privasi dalam kegiatan ngobrol dengan orang asing. Entah kelewat ramah atau hanya terbawa suasana.Â
Nah hal yang berbeda terjadi antara pasien dengan para nakes. Kebalikannya kita sungkan sekali memberikan informasi yang jelas, akurat, dan enggan membagikan kejujuran perihal kondisi diri pada nakes.
Hal inilah yang saya resahkan belakangan ini, kenapa para pasien sungkan memberikan informasi tentang diri mereka, dan ada apa dengan berkata jujur dengan nakes dengan kondisi diri.Â
Saya yang berprofesi seorang apoteker juga sering sering kesulitan ngobrol dengan pasien. Banyak dari mereka enggan menjawab tentang awal mula sakit mereka. Â
Sungkan dan takut merepotkan
Kerap terjadi saya mendapatkan cerita dari rekan sejawat saya yang hendak menulis riwayat terapi obat. Saat ditanya perihal riwayat sakit sebelumnya banyak pasien yang bilang tidak ada sakit. Kemudian saat ditanya obat-obat rutin  apa saja yang diminum? jawabannya luar biasa membagongkan karena, obat yang diminum relatif banyak seperti obat golongan antihipertensi, dan golongan antidiabetes. Golongan obat-obatan yang diharuskan untuk diminum secara rutin.Â
Bahkan banyak yang mendapatkan terapi obat tersebut secara kombinasi yang artinya obat-obat diatas mendapatkan lebih dari satu obat.Â
Hal ini menandakan bahwasanya pasien tersebut memiliki riwayat sakit Hipertensi alias tekanan darah tinggi atau Diabetes alias penyakit gula. Nah ini yang menjadi blunder bagi kami para nakes. Jika para pasien rutin minum seperti golongan obat hipertensi atau diabetes artinya pasien berpotensi mengalami komplikasi.
Informasi seperti tadi sangat penting untuk diagnosa, dan terapi yang akan diberikan.Â
Ada ketakutan penghakiman dan dinilai
Saya pribadi sering menggali informasi dan mencatat riwayat terapi pasien, atau riwayat sakit dari pasien yang akan dicatat dalam rekam medis pasien. Selama melakukan kegiatan tersebut kerap terjadi bukan pasien yang menjawab pertanyaan tadi melainkan istri, suami, ataupun anak dari pasien.Â
Hal tersebut sebenarnya cukup membantu dalam penggalian informasi karena, mereka bisa memberikan informasi yang cukup akurat. Disisi lain informasi dari mereka cukup terbatas. Mereka tidak sepenuhnya tahu dan memahami sakit apa yang diderita oleh pasien ataupun obat apa yang diminum oleh pasien. Wong yang sakit bukan mereka mana mungkin merekaÂ
tahu menahu soal itu. Mereka akan menjawab apa yang mereka lihat saja.
Cukup jelas bukan? kerumitan kami para nakes untuk memberikan terapi yang baik untuk para pasien. Ya saya cukup memahami rasanya menjadi seorang pasien.
Pertanyaan-pertanyaan tadi rasanya cukup menyebalkan jika saya memiliki penyakit tersebut karena, saya akan mengingat kembali rasa sakitnya, dan menyadari saya ini sakit.Â
Apalagi jika sakitnya yang cukup parah, pertanyaan tadi bisa mengingatkan bahwa pasien dekat dengan ajalnya. Mereka sadar bahwa sakit yang mereka derita ini bisa merambah ke suatu hal yang membahayakan untuk diri mereka.
Diluar dari pelayanan kesehatan saya pernah dicurhati perihal ini. Kenalan saya menderita sakit keras. Dirinya sempat beberapa kali masuk rumah sakit untuk mendapatkan perawatan intensif. Motivasi mereka bukan sembuh tapi bertahan.Â
Hal itu menyadarkan saya bahwa menjadi pasien itu rumit.Â
Nakes harus menjadi teman
Dengan kerumitan yang ada memang perihal ngobrol dan membagikan informasi diri ini sejatinya butuh kerelaan. Nah komunikasi akan lancar jika dari pertemuan itu muncul rasa aman, dan nyaman.Â
Saya yakin dari  banyak pasien tidak nyaman jika berhadapan dengan para nakes seperti dokter, perawat, apalagi saya yang apoteker. Aura kami bak awan hitam yang selalu mengingatkan mereka akan penyakit mereka yang derita.Â
Pasien akan menganggap apoteker akan memberikan obat yang paling mahal, dan menguras uang mereka.Â
Padahal kami bertujuan untuk membantu untuk mengatasi apa yang mereka derita. Tidak ada rumus resmi yang diajarkan kami sewaktu kuliah kesehatan. Ya memang kami diajarkan komunikasi pada pasien tapi, realita lapangan sungguh jauh bung.Â
Sering terjadi saya miskomunikasi dengan pasien karena, perbedaan istilah penyebutan nama obat contohnya, atau istilah penyakit. Ya mau gimana lagi mana mungkin saya paksakan mereka untuk mengikuti istilah ilmiah yang ada. Hal itu bukan kewajiban mereka untuk mengingatnya.Â
Hanya saja saya masih berharap para pasien mau dan mencoba untuk memberikan informasi di mereka terkait apa yang mereka rasakan. Dan untuk nakes kami akan mencoba untuk menjawab kepercayaan tersebut dengan suka cita.Â
Keterbukaan diri dari pasien untuk kami sangatlah penting dalam kesembuhan.Dalam penelitian yang dilakukan oleh Jushen Liu dkk menemukan bahwa keterbukaan diri pasien berpengaruh positif terhadap pembentukan kepercayaan pasien terhadap dokter.Â
Dengan keterbukaan diri ini pasien bisa menjelaskan kebutuhan, dan keluhan apa yang mereka rasakan. Sehingga kami para nakes bisa membantu memenuhi kebutuhan juga mengatasi keluhan yang mereka atasi.Â
Kualitas hubungan antara pasien dan tenaga kesehatan dapat menjadi terapi bagi pasien. hal ini akan menjadi bagian paling vital pengobatan dan sama pentingnya dengan kesembuhan. Kepercayaan merupakan komponen terpenting dalam hal ini. Dan kepercayaan bukanlah sesuatu yang kita beli atau minta dari orang lain, melainkan sesuatu yang kita peroleh.
Alasan saya menulis ini biar para pasien atau calon pasien paham dengan pentingnya ngobrol dengan kami para nakes. Dan ya kunci kesembuhan berawal dari sebuah obrolan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H