Aku tinggal di daerah pinggiran tidak ada cafe yang dijadikan tempat nongkrong atau bercengkrama apalagi tempat untuk melakukan tugas kelompok. Semuanya dilakukan ya di pelataran gedung kampus.
Banyak perubahan Purwokerto cukup besar-besaran banyak hal yang berubah setelah aku tidak tinggal disana.
Dalam tulisannya tersebut aku paham dirinya menyayangi perubahan tersebut namun, untukku perubahan tersebut masih dalam kondisi yang positif. Rasanya masyarakat Purwokerto butuh keriuhan tersebut.
Selama aku tinggal disana teman-teman ku yang asli Purwokerto cukup iri dengan kota-kota lain yang dimana rimpah ruah dengan acara. Mungkin hal ini karena, letak geografi kota Purwokerto yang kurang strategis.
Lingkungan geografis Purwokerto cenderung perbukitan dan terkadang aksesnya hanya bisa dilakukan via darat. Hal ini juga dikeluhkan oleh perantau seperti ku. Aku harus naik bus lintas provinsi yang dimana teman-teman angkatan ku naik pesawat karena, kota tempat kuliah mereka memiliki bandara.
Harus diakui tinggal di Purwokerto itu rasanya nyaman tidak ada macet, fasilitas kesehatan cukup lengkap, biaya hidup tidak mahal, aku ingat tahun 2012 harga kosan ku seharga  Rp 250.000 sudah terisi lengkap ada kasur lemari, listrik, air, juga letaknya dekat dengan kampus. Jika dibandingkan dengan kosan ku saat ini di daerah  Sleman pinggiran harganya 2 kali lipat.
Sehingga tidak apa perubahan terjadi namun, mari kita pantau bersama demi kemajuan kota Purwokerto.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H