Apa jadinya jika teknologi AI mulai melakukan pemberontakan, dan mengancam kehidupan manusia?
Yup inilah kisah dari film "The Michells vs. the Machines", sebuah film animasi yang bisa ditonton di Netflix.Â
Film ini sebenarnya rilis pertama kali pada 2021 lalu. Aku sudah pernah menontonnya saat pertama kali rilis. Sangat menyenangkan, dan seru.Â
Impresi pertama menonton film ini mengingatkan keseruan masa kanak-kanak yang penuh imajinasi. Membuat kisah imajinasi yang seru untuk menghibur diri. Aku menonton kembali karena, ingin merasakan keseruan yang sama seperti pertama kali menontonnya.Â
Ditulis, dan disutradarai oleh Michael Rianda atau yang dikenal sebagai Mike Rianda. Dirinya sudah cukup dikenal dalam industri film animasi dirinya pernah menggarap serial animasi Gravity Falls.
Film The Michells vs. the Machines dialih suara oleh beberapa aktor kenamaan, atlet hingga pembawa acara kondang seperti Abbi Jacobson (Katie), Danny McBride (Rick), Maya Rudolph (Linda), Michael Rianda(Aaron) Â Blake Griffin, Conan O'Brien, dan Olivia Colman.
Sinopsis
Menceritakan satu keluarga yang dikenal "aneh/ ora umum" berjumlah 4 orang dengan 1 ekor anjing sebagai peliharaannya. Katie si sulung yang sedari kecil memiliki minat dengan film gemar membuat film pendek aneh dan mengunggah film-filmnya ke halaman YouTube, Aaron si bungsu gemar dengan dinosaurus. Keduanya memiliki obsesi berlebih dengan hal yang mereka gemari, dan kerap mendapatkan pandangan aneh dari beberapa kalangan.Â
Rick si ayah yang kuno suka dengan alam dan terlalu antipati pada teknologi, sedangkan Linda si ibu terobsesi dengan hal-hal yang bersifat sosial media. Tak luput juga peliharaan mereka yang super duper aneh. Anjing yang terlihat tidak biasa dari anjing pada umumnya.Â
Yup, keluarga yang harmonis tapi, disisi lain memiliki obsesi berlebih dengan satu hal, dan terkadang sulit dipahami oleh banyak orang.Â
Beranjak dewasa Katie mulai menekuni tentang dunia film, yang kemudian membawanya untuk mendaftarkan diri ke sekolah film, dan ia diterima. Rick yang tidak memahami tentang teknologi apalagi film sulit memahami Katie. Tak jarang terjadi gap yang besar antara keduanya yang kemudian menimbulkan insiden.Â
Rick yang sadar dengan apa yang terjadi memutuskan untuk mengantar Katie ke kampus barunya yang dimana Katie sudah memesan tiket pesawat untuk itu. Ibu, dan adiknya tahu kalau Katie dengan si Ayah ada gap yang perlu diperbaiki.Â
Akhirnya mereka semua melakukan perjalanan mengantar Katie ke kampus barunya. Dalam perjalanan tersebut muncul insiden yang dimana AI dari perusahaan teknologi membajak kehidupan manusia. Dari sanalah kehidupan normal keluarga tersebut dalam waktu singkat berubah dengan cepat yang dimana mereka harus melawan robot AI.
Kisah dilema seorang bapak
Film ini menyorot secara spesifik konflik antara Katie dengan ayahnya. Rick yang merasa jauh dari Katie berusaha mendekatkan diri dengan cara yang sulit dipahami oleh Katie.Â
Seringkali cara pandang mereka berbeda ibu, dan adiknya seringkali menjadi penengah dalam pertikaian mereka berdua. Secara tidak sadar pertikaian mereka berdua merupakan gambaran masyarakat kita saat ini. Teknologi merubah cara sosialisasi, dan interaksi antar sesama. Orang tua yang mencoba untuk dekat dengan anaknya diangap aneh oleh si anak karena cara komunikasi yang mereka pakai tidak dipahami.Â
Kagamangan Rick sebagai ayah yang kolot secara kontras memperlihatkan sulit, dan peliknya menjadi seorang figur ayah.Â
Seru dan menyenangkan
Menonton film ini seru, rasanya semua unsur yang diharapkan penonton ada semuanya. Komedi, aksi, dan lagunya terasa pas. Suguhan animasi yang memukau menciptakan keseruan tersendiri menonton film ini.Â
Animasi yang disuguhkan dalam film ini terasa ramai, dan berwarna-warni. Tidak elegan namun, menggambarkan bagaimana kehidupan individu milenial pada umumnya.Â
Banyak adegan yang mengadopsi dari film-film populer seperti film Kill Bill dari sutradara kawakan Quentin Tarantino. Sama halnya generasi milenial sering mengutip dialog, dan film pop culture pada kehidupannya.Â
Dialog ambigu
Terlepas dari keseruan, banyak pesan juga teguran untuk masyarkat. Seperti kita tidak bisa hidup tanpa internet dalam film ini kontras sekali sindiran hal itu. Kita bisa was-was jika akses internet kita terputus.Â
Ketergantungan pada teknologi rasanya menjadi pesan utama dari film ini. Menjadikan kita pribadi yang lemah, dan anti sosial.Â
Namun ada hal yang aku sadari setelah menonton film ini kembali. Dialog dari Katie saat berbicara dengan ibunya membuat ku penasaran. Kok rasanya ada yang aneh, dan berunsur pada golongan tertentu yah?
Dialognya membahasa tentang si Ibu bertanya tentang Jade teman dari Katie. Apakah sudah resmi berpacaran sehingga bisa mengundangnya di acara Thanksgiving.Â
Aku yang mendengarnya merasa aneh karena ada kata "her" yang menandakan Jade adalah perempuan. Kemudian aku mencari tahu lebih lanjut.
Melansir dari Inside "Dalam dunia animasi studio, memiliki karakter gay adalah hal yang langka — apalagi membuat karakter utamanya menjadi gay. Tapi Rianda bilang itu sesuai dengan karakternya, jadi tanpa minta izin dia langsung bikin dia gay" ucap Michael Rianda.
Yup, ternyata kecurigaan ku benar. Sedikit kecewa ada selipan hal seperti ini. Walaupun secara kisah film ini layak untuk disimak tapi, aku masih belum percaya saja hal seperti ini baru aku sadari setelah menonton ulang.
Sepertinya untuk tontonan animasi kedepannya harus kita pantau juga awasi bersama-sama. Film animasi masih menjadi tontonan favorit anak-anak, dan juga masih banyak orang tua yang beranggapan kalau film animasi untuk anak-anak.Â
Mari kita awasi bersama-sama.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H