Siapa yang tidak mengenal Chairil Anwar sosok penulis puisi yang cukup dikagumi orang Indonesia. Aku pertama kali mengetahui Chairil Anwar sewaktu kelas 6 SD kalau, tidak salah ingat.Â
Kalau tidak salah saat mata pelajaran Bahasa Indonesia tentang makna puisi. Setelah seminggu yang lalu membahas Gurindam. Guru bahasa ku membagikan daftar puisi-puisi kemudian kami disuruh membaca yang nantinya akan ditanya satu-satu makna dalam setiap baitnya.Â
Ya mungkin karena, masih minim pengalaman aku kurang paham makna tersirat dalam puisi. Kemudian guru ku menjelaskan makna puisi yang kami baca dan beliau menceritakan seorang tokoh sastra yang ia kagumi bernama Chairil Anwar.Â
Dari situ aku akrab dengan nama Chairil Anwar. Tidak sampai kagum hanya sekedar tahu saja kalau ia seorang pujangga, dan dikagumi banyak orang.Â
Pada akhirnya memang semesta berkata lain aku dipertemukan kembali dengan Chairil Anwar dengan media lain. Saat masuk bangku perkuliahan.
Tepatnya saat semester akhir dalam mengerjakan skripsi. Tanpa sengaja menemukan musikalisasi puisi di salah satu platform pemutar musik SoundCloud namanya. Aku ingat nama band yang melakukan musikalisasi puisi itu mereka bernama Nasadira.
Musikalisasi puisi yang mereka lakukan sungguh indah lantunannya. Puisi yang mereka nyanyikan salah satu karya Chairil Anwar yang berjudul Selamat Tinggal.Â
Makna kata yang terkandung dalam puisi ini menurutku sangat dalam.Â
SELAMAT TINGGAL
Aku berkaca
Bukan buat berpesta
Ini muka penuh luka
Siapa punya?
Kudengar seru menderu dalam hatiku
Apa hanya angin lalu
Lagu lain pula
Menggelepar tengah malam buta
Ah...!!
Segala menebal segala mengental
Segala tak ku kenal
Selamat tinggal.
Aku merasa paham apa yang dimaksud dari tiap bait puisi yang ditulis Chairil Anwar. Mungkin karena aku sedang difase perubahan itu. Setelah sarjana mau apa? Â "Segala menebal segala mengental Segala tak ku kenal"Â Semua yang aku ketahui semua yang aku pahami akan berubah makna, fungsi, dan menjadi asing bagi ku.Â
Seperti teman-temanku yang perlahan mulai serius menghadapi dunia. Sudah tidak terhibur dengan tawa. Mulai mengejar karir mulai memutuskan hal-hal sulit.Â
Sangat dalam kata-kata dalam puisi ini, dan puisi ini menjadi salah satu puisi kesukaanku.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H