‘’Malam itu aku melihat suamiku tidur di ruang tamu dengan selembar selimut tipis yang sebagai penghangat tubuhnya. Aku pun mendekatinya, aku merasakan sesuatu yang terjadi padanya. Ternyata benar badannya terasa panas setelah aku letakkan telapak tanganku diatas dahinya. Ya Allah apa sebenarnya yang terjadi pada suamiku, dia benar-benar sakit dan aku istrinya baru mengetahuinya. Dia kerjakan semua apa yang menjadi tugasku sebagai seorang istri dalam kondisi sakit. Setelah aku bertanya padanya dia jawab katanya dia kasihan sama aku karena aku juga dalam kondisi sakit. Aku semakin merasa bersalah dan menyesal telah membuatnya seperti ini. Maka ditengah kesunyian dan kegelapan malam aku bawa suamiku ke UGD Rumah Sakit terdekat di daerahku. Dan sejak malam itu aku memutuskan untuk segera berhenti bekerja, aku tidak ingin berbuat dholim lagi dan melawan kodrat sebagai istri yang kewajiban utamanya mengurus rumah tangga. Biarlah hidup ini berjalan apa adanya tapi mendapat ketenangan .” Seperti terlepas dari beban yang sangat berat, itulah aku lihat dari ekspresi wajahnya.
Senja kini telah meninggalkan mahkotanya, di sambut malam dengan penuh cahaya, sang rembulan malam bertahta dengan megahnya. Indahnya maha karya lukisan sang kuasa, hamba ini tidak dapat melukiskan dengan kata-kata. Sahabat baruku menghilang ditelan kegelapan malam dengan sepeda buntut suaminya, setelah dia berpamitan kepadaku dan dia pun berkata, suatu saat nanti jika kau mempunyai suami jangan merasa malu mengatakan yang sebenarnya apa pekerjaan suami. Tidak ada keraguan dia berjalan dengan penuh keyakinan dan tanpa beban ketika suami menjemput.
Ku tatap cahaya lampu yang menerangi kegelapan malam. Terlintas di benakku, kehidupan yang selama ini aku jalani sungguh berbeda jauh dengannya, sahabat yang baru aku kenal beberapa jam yang lalu. Sejak kecil aku tergolong anak orang berada, orang tuaku sukses dalam dunia bisnisnya, apa yang aku inginkan sudah ada di depan mata. Catatan hidupku begitu mulus tanpa ada jalan liku kehidupan, terutama dalam kondisi keuanganku, dalam soal jodoh aku pun terlalu memilih aku ingin yang sempurna buatku, aku tak ingin menyusahkan hidupku nantinya. Padahal di dunia ini tidak ada orang yang sempurna. Selama ini penilaian dan pemikiranku salah, ada sesuatu yang harus di cari dan di perjuangkan, dan sesuatu itu lebih mulia dari apa pun di dunia ini. Yaitu orang yang mengerti ilmu agama dan dialah type suami yang semestinya aku cari selama ini. Orang yang sholeh. Sepanjang senja dan menjelang malam hari ini aku mendapat pelajaran yang sangat berharga dari sahabatku Farida, yang baru aku kenal beberapa jam yang lalu.
Kulangkahkan kaki ini dengan sebuah senyuman, kini begitu jelas jalan hidupku yang harus aku lalui dan aku perjuangkan. Dalam hati yang terdalam aku sangat berterima kasih karena bertemu dengan sahabatku yang bernama Farida.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H