“Itu sin, hari ini gue dianter sama....” belum selesai aku berbicara, kepalaku terasa pening. Dan tiba-tiba
“Sin.. aku dimana ini?” tanya ku bingung karena melihat infus sudah dipasang ditanganku
“Zahraa. Kamu kenapa ? tadi elu tiba-tiba pingsan di kelas”
“Sayaaang..” teriak mama yang tiba-tiba serasa muncul dengan *cling* di samping tempat tidur.
“Mama..”ujarku menatap mama dengan penglihatan yang sedikit mulai kabur
“iya sayang ?” jawab mama meneteskan air mata.
Entah saat itu apa yang sedang aku pikirkan. Hanya saja saat itu aku merasa aku tak punya banyak waktu lagi. Yang aku inginkan saat itu adalah berada disamping orang-orang dekatku, termasuk mama, ya walaupun aku jarang bertemu mama dan jujur banyak yang ingin aku bicarakan dengannya. Tapi seolah aku merasa Tuhan telah berbisik bahwa telah tiba waktunya.
“Sayang kenapa kamu engga pernah cerita sama mama kalau kamu mengidap sakit ini sayang ?” tanya mama meneteskan air mata
Sontak saja itu membuatku kaget. Ingin ku jawab pertanyaan mama dengan jawaban “apa setelah aku cerita mama peduli? Kapan mama ada waktu untuk mendengarkan semua ceritaku? Bahkan untuk bertemu pun susah? Sejak kapan mama mulai mengkhawatirkanku begini?” tapi tak mampu aku menjawabnya begitu, karena akupun tak mampu melihat tangisan mama. Karena memang saat itu juga papa sedang tak ada di sampingku, aku takut jawaban itu membuat mama satu satuku merasa shock.
“Ma..kalau saja Tuhan masih memberikan waktu untuk ku sejenak duduk bersama meminum teh dan menceritakan hal apa saja, akan aku lakukan ma. Tapi jika saja waktu ini akan terenggut, Zahra meminta maaf karena belum bisa menjadi sosok anak yang begitu sangat berarti untuk mama.” Jawabku meneteskan air mata.
“sayang.. jangan bilang seperti itu. Maafkan mama nak yang tak terlalu peka akan perasaan kamu. Seharusnya saat saat kamu tumbuh seperti sekarang inilah, mama ada disamping kamu. Maafkan mama yang seolah tak pernah mengizinkanmu bicara sayang “