"Kalau minta maaf saja cukup, buat apa ada polisi?" Begitu kira-kira ucapan Dao Ming Tse dalam salah satu adegan di serial asal Taiwan, Meteor Garden, beberapa waktu silam.
Menarik! Budaya lebaran di Indonesia identik dengan saling berkunjung atau mengirimkan pesan ucapan selamat idul fitri dan ditutup dengan permohonan maaf. Lantas, bagaimana biasanya ucapan Rasulullah SAW ketika idul fitri?
Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah IAIN Surakarta, Khasan Ubaidillah, menerangkan ucapan yang biasa digunakan oleh Rasulullah beserta sahabat adalah "taqobalallahu minna wa minkum taqobbal ya karim."Â yang artinya kurang lebih adalah doa semoga Allah SWT menerima amal baikku dan amal baik kita.
Ucapan tersebut disambung dengan "wa ja'alanallahu wa iyyakum minal aidin wal faizin."Â yang artinya kurang lebih merupakan doa semoga kita semuanya dijadikan menjadi orang-orang yang minal 'aaidina, orang-orang yang kembali kepada kebaikan.
Lalu bagaimana dengan kebiasaan di Indonesia yang menyematkan permintaan maaf saat lebaran? Boleh-boleh saja. Malah bagus untuk dilestarikan. Ini merupakan momen kita bisa saling menyapa dan bertemu. Sangat baik rasanya jika disisipi dengan saling memaafkan.
Namun sayangnya budaya minta maaf dan memaafkan ini kadang jadi hanya ditunggu saat lebaran saja. Mau minta maaf, tapi nunggu lebaran. Kenapa? Bukankah lebih cepat lebih baik?Â
Ada yang masih beranggapan bahwa saat kita minta maaf waktu lebaran, nggak mungkin nggak dimaafin. Sayang dong udah puasa sebulan penuh dan berharap kembali kepada kesucian tapi nggak mau maafin orang! Makanya, banyak juga yang akhirnya minta maafnya nunggu saat lebaran saja. Contoh konkritnya biasanya terjadi pada mantan kekasih hehe.
Senang rasanya kala bermaafan jadi budaya lebaran kita, tapi ada baiknya jika perlahan budaya ini tak hanya terjadi dimomen itu saja. Meski seperti yang disampaikan Dao Ming Tse tadi, tapi nyatanya permintaan maaf ada gunanya kok! Paling tidak, ia meredam keegoisan. Minta maaf dan hukuman merupakan dua sisi yang berbeda yang sebenarnya ada hubungannya.
Coba posisikan diri kita sebagai korban. Kalau si pelaku minta maaf, paling tidak dia sudah sadar akan kesalahannya dan kita punya harapan bahwa si pelaku akan jera. Tapi kalau si pelaku nggak minta maaf? Bisa jadi dia nggak merasa bersalah dan itu bikin kita makin marah dan was-was jika si pelaku akan mengulanginya lagi.
Tak jarang malah maaf itu punya kekuatan yang dahsyat. Misalnya ke orang tua. Dalam kasus seorang anak misalnya lari-lari dan menumpahkan kuah di lantai. Ayah atau Ibunya auto panik kan ya! Udah bersiap ngomel dengan kecepatan kilat. Tapi ketika si anak langsung minta maaf dan memeluk orang tuanya, di situlah orang tua luluh dan membatalkan kata yang hampir termuntahkan.
Begitu juga halnya dengan posisi lain. Misalnya suami dan istri atau pimpinan dan karyawan. Kalau salah, langsung saja minta maaf, jangan tunggu lebaran. Iya kalau masih ada usianya. Kalau nggak?