Mohon tunggu...
ranny m
ranny m Mohon Tunggu... Administrasi - maroon lover

Manusia dg keberagaman minat dan harap. Menjadi penulis adalah salah satunya. Salah duanya bikin film. Salah tiganya siaran lagi. Salah empatnya? Waduh abis dong nilainya kalo salahnya banyak hehe..

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Masjid Favorit Masjid TPA

20 Mei 2018   14:22 Diperbarui: 20 Mei 2018   14:44 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Lebih nyaman dari rumah. Lebih sejuk dari pondok. Lebih tenang. Lebih dirindukan. Itulah masjid. Adakah masjid yang tidak begitu? Mungkin rasa kita yang perlu dikoreksi. Atau mungkin agenda masjid yang perlu diatur ulang. Atau pengurus masjid yang perlu lebih sering dikumpulkan.

Aku sudah biasa ke masjid sejak sebelum aku sekolah. Jaraknya kurang lebih 1km dari rumah kami. Aku ingat, aku sering digandeng ayahku sepulang dari sholat subuh di masjid. Waktu itu aku belum sekolah. Jadi hanya sekali itu yang masih aku ingat.

Dari SD aku aktif ikut TPA di masjid. Berangkat setelah ashar, pulang sebelum maghrib. Di sana jelas pasti belajar mengaji. Dan sebagaimana acara ramai-ramai lainnya, tentu aku banyak mendapatkan teman baru di sana. Memori indah masa SD. Rasanya sayang sekali jika dewasa ini, banyak orang tua yang lebih memilih mengundang guru ngaji privat untuk anaknya di rumah masing-masing. 

Mungkin outputnya sama. Anak sama-sama bisa ngaji. Malah mungkin anak privat jauh lebih cepat perkembangannya mengajinya daripada anak TPA. Tapi ada kegiatan lain yang nggak didapatkan anak privat tapi didapatkan oleh anak TPA. 

Misalnya saja manajemen pergaulan. Anak TPA pasti nggak cuma 1. Rame! Juga berasal dari berbagai kalangan, usia yang majemuk bahkan kebiasaan yang berbeda. Di sini anak-anak belajar berinteraksi sosial serta belajar mengurai konflik. Yang namanya anak-anak kan pasti ada aja konfliknya.

Selain itu, biasanya TPA juga sering mendapat undangan dari lembaga atau TPA lain. Misalnya undangan lomba MTQ tingkat kecamatan atau tingkat lainnya, atau kegiatan lain seperti kemah TPA se-kota.

Aku sendiri pernah beberapa kali ikut lomba atau kegiatan undangan seperti di atas. Aku pernah ikut lomba MTQ tingkat kecamatan, yang sayangnya aku kalah. Tapi waktu lomba tingkat Kota malah menang juara 2.

Satu hal yang sangat kuingat saat mengikuti lomba. Sebelum berangkat ke lokasi, biasanya ki di-briefing dulu oleh guru ngaji kami. Namanya Abi Said.

Abi Said selalu bilang, "Kita luruskan niat kita. Lomba ini untuk berdakwah, bukan untuk menang. Menang atau kalah itu bukan urusan kita. Fokus saja pada tujuan dakwah kita."

Usia 11 tahun kala itu. Dan kalimat itu sangat membekas di hatiku.

Kegiatan lain yang pernah aku ikuti karena ikut TPA adalah kemah anak sholeh. Waktu itu sedang libur kenaikan kelas. Aku naik kelas 6 SD. Acaranya 2 malam 3 hari di Polinela Lampung. Jaraknya kurang lebih 15 km dari rumahku. 

Di sana, kami benar-benar menginap di tenda-tenda. Aku ingat, hujan deras turun saat malam pertama kami kemah, hingga keesokan paginya temanku harus dijemput orangtuanya karena sakit. Malam keduanya, ada acara muhasabah malam. Memang dasarnya anaknya nggak kuat melek, jadilah ketika lampu dimatikan untuk mendukung suasana muhasabah lah mataku juga ikut mati. Jadi, maafkan aku yang nggak ngikutin muhasabah dengan tertib hehehee..

Ada lagi momen seru saat TPA?

Ada! Dulu, yang sudah kelas 5 SD dan sudah lancar baca al-qurannya, punya tugas tambahan. Tugasnya ngajarin anak-anak yang masih kelas 2 ke bawah yang masih belajar iqro. Sebagaimana kita semua memahaminya, kalo anak-anak under 7 tahun itu kan hebohnya bukan main. Sementara aku dari dulu memang sudah nampak bibit-bibit perfeksionisnya.

Biasanya aku berpartner dengan Dian. Dian sudah ngajarin 2 orang, aku 1 orang aja belum kelar. Kata adek-adek itu, aku galak. (Eumhhh I don't think so actually!) Hanya saja, jika aku yang mengajar, aku memang senang meminta adek-adek untuk mengulang berkali-kali sampai mereka benar-benar lancar. Kalo yang fokus belajar sih pasti suka dengan aku, tapi kalo yang gagal fokus karena ingin main ya jelas menghindari aku.

Itulah beberapa keseruan TPA di masjid versiku. Kalo ditanya yang mana masjid favositku? Dengan lantang aku akan menjawab : MASJID TEMPATKU IKUT TPA. Karena meski masjid itu tak besar, bahkan  dulu jauh lebih kecil, tapi kenangannya besar. Pengaruhnya pun besar. Jika dari kecil anak-anak sudah dibiasakan menghabiskan waktu di masjid, sejauh apapun mereka pergi nanti, mereka pasti akan kembali ke masjid. Ada rindu yang bergejolak di hati setiap insan yang sejak kecil sudah main di masjid.

Momen Ramadhan seperti ini merupakan saat yang tepat untuk membawa anak ke masjid. Biarkan mereka berlari di masjid. Biarkan tawanya menyaingi suara imam masjid. Karena mereka masih baru mengenal masjid. Jangan hardik mereka! Karena esok mereka akan takut dan menjauh dari masjid.

Pesan Sultan Muhammad Al Fatih (Penakluk Constantinople):

.... " Jika suatu saat masa kelak kamu TIDAK lagi mendengar bunyi bising dan gelak tertawa anak-anak riang di antara shaf-shaf Shalat di masjid-masjid, maka sesungguhnya takutlah kalian akan kejatuhan Generasi muda kalian di masa itu " ...

Selepas Ramadhan, yok coba aktifkan TPA di masjid kita dan biarkan anak-anak kita tumbuh di sana!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun