Mohon tunggu...
Maulana Ghozali
Maulana Ghozali Mohon Tunggu... lainnya -

Diam itu belajar memahami. || My Blog: https://pemilu-cerdas.blogspot.com/ ||

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Pukulan Keras Islam Modernis di Pilpres 2019, Prabowo, Habibie, dan Wiranto

26 Februari 2019   04:29 Diperbarui: 26 Februari 2019   07:42 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelumnya saya ucapkan Terimakasih kepada era kebebasan demokrasi berbasis teknologi digital sehingga penulis dapat belajar lebih banyak tentang keterbukaan. Mari para pembaca menonton wawancara Kick Andy 2006 yang ada di Youtube bila ada kuota berlebih atau akses wifi gratis. Saya sarankan dunia demokrasi teknologi yang seperti ini jangan lagi dibungkam seperti masa-masa Orba.

"Pukulan keras" bagi Islam Modernis (Islam Perkotaan) karena mereka yang kurang belajar memahami agama Islam dibanding Islam Tradisional (perdesaan). Tentu kesibukan tempat tinggal antara perkotaan dan perdesaan sangat berbeda.  

Secara logika saja umat Islam perkotaan lebih disibukkan urusan perkotaan atau kepentingan duniawi. Sedangkan Islam Tradisional lebih memilih tinggal di desa atau perkampungan dan mempunyai waktu banyak untuk belajar memahami Islam. 

Kembali ketiga tokoh sepuh ini masih hidup mari korek informasi masa-masa pasca reformasi agar kita dapat belajar siapa pelaku kejahatan masa Orba. Dalam wawancara Kick Andy 2006 terlihat jelas siapa yang berbicara susai realita dan siapa yang berbicara bohong. Menarik dikaji dari tiga tokoh yang diwawancara Kick Andy tersebut mulai dari bahasa verbal dan bahasa tubuh untuk mengungkapkan realita.

Tentu para pembaca sudah memahami latar belakang ke tiga tokoh tersebut yang penulis katakan sebagai "Islam Modernis". Pak Habibie lebih menghabiskan waktunya untuk urusan kecanggihan teknologi pesawat terbang, Pak Wiranto dan Pak Prabowo lebih dihabiskan hidupnya untuk menggeluti dunia pendidikan militer dibanding dunia pendidikan Islam yang berbasis di perdesaan.

Acara Kick Andy berusaha mencari siapa dalang pelanggaran HAM yang sesungguhnya namun hingga sekarang masih dikatakan ambigu. Ketiga tokoh itus sama-sama menerbitkan buku untuk membela diri. Asal muasal permaslahan ketika Pak Habibie menggantikan Pak Prabowo secara tidak hormat dengan alasan ada gerakan yang tidak struktural. 

Dikatakan oleh Pak Habibie bahwa dirinya dianggap sebagai presiden naif oleh Pak Prabowo yang berusaha berkunjung ke kediaman Pak Habibie. Pak Prabowo mengatakan saya tidak bilang seperti yang dikatakan oleh Pak Habibie.

Pak Habibie mendapatkan informasi bahwa ada rencana kudeta yang siap mengepung istana yang dijalankan para anggota Kopasus. Kala itu Pangkostrad Kopasus adalah Pak Prabowo. Dalam situasi genting tersebut muncul Pak Wiranto yang membawa surat Inpres dari Pak Soeharto. 

Pak Wiranto sebagai militer senior diserahkan surat inpres untuk digunakan atau tidak digunakan. Namun Pak Wiranto tidak menggunakan sehingga yang menjadi Pesiden dari kalangan sipil. Menarik untuk dicermati lagi bahwa dunia internasional sekarang ini sangat tidak menerima jika suatu negara dipimpin oleh kalangan militer.

Saat ini ada dua pasang calon antara (01)Pak Jokowi-Amien dan (02) Pak Prabowo-Sandi yang sangat jelas perbedaan terutama dalam sisi keislaman. Pasangan 01 dari kalangan Islam Tradisionalis yang tersebar luas dengan jumlah yang sangat banyak yaitu Nahdlatul Ulama, Permusi, dan PERSIS. Pasangan 02 dari Islam Modernis yang tinggal di perkotaan dengan jumlah yang sangat sedikit tapi memiliki banyak uang sebut saja dari Muhammadiyah (PAN) dan Islam 'Tarbiyah', HTI dan Ikhwanul Muslimin (PKS). 

Menarik dikaji waktu Pak Wiranto mengacungkan jempol kepada Pak Habibie yang mendirikan ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslimin Indonesia). Pak Prabowo juga mengidolakan Pak Habibie yang dikenal karena kepintarannya membuat pesawat terbang. Namun Pak Habibie tidak ingin menemui Pak Prabowo yang sudah mengatakan dirinya sebagai 'presiden naif'. 

Kini Islam Modernis saling berbeda pandangan, Jika Pak Wiranto ada di kekuasaan Pak Jokowi, Pak Habibie beristirahat di kampung halamanya, dan Pak Prabowo masih terus menggalang Islam modernis untuk merebut kekuasaan RI.

Sekiranya Pak Habibie turun tangan membenahi atau membiarkan begitu saja perkelahian antar Islam Modernis jika ingin menjadi Bapak Bangsa. Mereka Islam Modernis tumbuh besar secara cepat di masa pemerintahan Pak SBY hanya untuk mencapatkan suaranya tidak seperti Pak Jokowi. Namun Pak SBY kini mendukung Pak Jokowi daripada harus mendukung Pak Prabowo. 

Disini terlihat jelas gerakan yang lebih mengutamakan kekerasan tidak akan bisa mengubah dasar asas Pancasila. Jauh sebelumnya waktu masa-masa pasca kemerdekaan yang ingin menerapkan dasar-dasar negara Islam (Piagam Jakarta) yang juga kalah telak melalui diskusi dan perdebatan alot.

Marilah persaingan Pilpres dilaksanakan secara bijaksana, sepanas apapun tetap mendinginkan kepala. Jangan sekali-kali mudah emosi atau marah dalam memenangkan Pilpres 2019. Berdasarkan riset orang yang mudah emosi adalah orang-orang yang akal pikirannya dangkal. Dalam tulisan ini penulis jelas DukungJokowiMaruf yang jauh dari friksi-friksi kepentingan elit. Mari para pembaca lebih cerdas untuk memilih dan tetap terus belajar hingga ke liang lahat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun