Siapa orang yang tak tahu Jakarta? Sebuah kota yang supersibuk dibandingkan kota-kota lain. Sebuah kota yang level teratas dalam hal urusan kepentingan politik, bisa saja seperti itu. Meskipun belum ada parameter atau ukuran jelasnya. Sebuah Ibukota Indonesia yang ditinggali sebagian besar penduduknya melek informasi. Ibarat ilalang kering di musim kemarau bila tersulut sedikit bisa membakar semua ilalang tersebut. Informasi yang sedikit atau informasi spele bisa menyebar tidak hanya pada seluruh wilayah Jakarta saja tapi juga seluruh wilayah Indonesia.
Salah satunya pernyataan kontroversial Ahok yang tidak ada maksud menistakan agama. Dianggap menistakan agama oleh sebagian kelompok umat Islam 'keras' yang tidak suka pada Ahok. Dijadikan sebuah kesempatan untuk menjatuhkan Ahok. Sebuah serangan yang sangat empuk dimana banyak orang awam yang kurang dalam pengertian agama dan pembelajaran politik mudah terpancing untuk menyerang Ahok. Seharusnya para pemilih sadar betul bahwa itu isu SARA, namun kurangnya pemahaman agama jadi ikut terpengaruh memusuhi Ahok. Sehingga elektabilitas Ahok jadi ikut menurun.Â
Masyarakat Indonesia terkenal sangat religius dalam artian taat beribadah meskipun belum sempurna dalam pelaksanaanya. Belum sempurnanya ini menjadi sesuatu yang mudah terbodohi bahwa ini telah menistakan agama. Pegangan religius masyarakat Indonesia masih pada hal-hal dasar seperti mengenai rukun Islam dan Iman saja. Belum pada ranah tataran Ikhsan yang masih kurang dalam memahami tingkatan ketiga ini. Bagaimana masyarakat beragama ketika berhadapan dengan urusan negara, urusan beda agama dan beda mazhab.
Dari sini terlihat ukhuwah basyariah (persaudaraan antar insan) dan ukhuwah wathoniah (persaudaraan sebangsa) masyarakat Jakarta terlihat lemah. Bahkan ada yang sampai kebablasan (liberal) tanpa kontrol dala urusan basyariah tapi itu diluar materi tulisan ini. Kembali lagi Urusan publik atau persaudaraan umat manusia dan persaudaraan sebangsa sudah seharusnya tidak meributkan urusan sepele. Harus bisa menempatkan diri setiap permasalahan baru agar tidak mudah terpancing terbawa emosi.
Terbawanya emosi ini karena terlalu kuatnya pemahaman ukhuwah Islamiyah yang begitu besar dibandingkan ukhuwah basyariah dan ukhuwah wathoniyah. Seharusnya umat Islam harus bisa mengimbangi dari tiga tingkatan persaudaraan itu. Agar bisa mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Harus bisa mementingkan urusan publik diutamakan tanpa harus mendistorsi urusan pribadi.
Pilkada Jakarta harus berjalan aman, damai, tanpa paksaan dan tekanan. Harus bisa menjalani demokrasi secara jujur, kompetitif, dan terbuka dalam beradu program visi misi secara apik. Sehingga para calon bisa bertarung secara sehat (profesional). Para pemilih diberi kebebasan memilih program yang terbaik dari yang terbaik. Sehingga sangat disayangkan gara-gara isu SARA akhirnya program terbaik dari satu pasangan calon dihilangkan karena alasan SARA. Sangat tidak logis bila dalam demokrasi ini menghalalkan segala cara, toh program yang terbaik juga yang pasti akan menang. Para pemilih tentu menginginkan hal seperti itu, masa harus memilih program visi misi buruk tentu saja itu merugikan diri sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H