Mohon tunggu...
Maulana Ghozali
Maulana Ghozali Mohon Tunggu... lainnya -

Diam itu belajar memahami. || My Blog: https://pemilu-cerdas.blogspot.com/ ||

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengadu Domba Internal Partai Satu Tokoh Diuntungkan

16 April 2014   05:58 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:37 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak berita yang menyiarkan kekisruhan partai seolah-olah itu terjadi secara alami. Bagi partai yang sudah terbiasa tentu partai itu bisa melewati serangan tersebut. Bagi partai yang tidak terbiasa sangat mudah goncang dalam internal partai.

Lawan partai mencari sisi kelemahan partai untuk dijadikan serangan yang sangat ampuh. Bagi sang lawan yang ingin meraih kemenangan dengan cara apapun pasti bisa menjatuhkan partai yang menjadi saingannya. Hal itu didasari bahwa setiap partai pasti memiliki kelemahan dan sisi gelap yang bisa saja dijadikan kampanye gelap (black campaign). Rasanya kampanye gelap itu sudah kuno dan masyarakat sudah cerdas tentang kampanye gelap.

Hal yang paling menarik disini ternyata sang musuh tidak lagi memakai kampanye gelap meskipun masih ada. Cara lain ini cukup canggih juga yaitu dengan membayar orang dalam partai yang menjadi lawan partainya. Apalagi partai miskin atau partai kecil pasti orang tersebut sangat mudah tergoyahkan dengan imingan uang. Ada juga melawan partai melalui orang non-partai untuk membuat citra buruk sang capres atau partai yang telah mengusungnya.

Contohnya nyata ini seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang mana terjadi adu domba dalam kubu partai PPP. Antara orang yang setuju dengan pandangan sang Ketum PPP ada juga yang menolak pandangan dengan sang Ketum PPP. Sejatinya apapun keputusan ketum PPP saat menghadiri kampanye Gerindra harus didengarkan dan ditaati bagaimanapun juga sang Ketum tidak akan menjatuhkan orang-orang bawahannya. PPP yang kebanyakan anggotanya orang kecil/orang yang belum terbiasa (belum dewasa) menghadapi gejolak partai.

Padahal PPP seharusnya bersyukur dengan mendapat suara 1,5% persen menjadi 6,5%-7% naik diatas pemilu caleg 2009 sebanyak 5%-5,5% suara. Sedangkan sang lawan Suryadharma Ali harus memaksakan suara 12% suara sebagai kesepakatan awal. Padahal Suryadharma Ali sudah melakukan upaya banyak dengan mendekati Muslimat NU Bu Khofifah untuk mendapatkan suara. Sedangkan Gerindra yang sering muncul di media TV saja hanya mendapat suara 12% an. Apalagi PPP yang jarang ada iklan dan melakukan kampanye baru kemarin sore mau dapat suara sebanyak Gerindra. Sungguh tak masuk akal. Jadi tidak ada rasionalisasi dari lawan Suryadharma, yang ada hanya memperburuk suara PPP sendiri. Belum lagi partai lain yang juga tidak mendapatkan suara dominan.

Lalu siapa orang yang pantas disalahkan dalam PPP, tentu sangat mudah. Tunjuk saja orang yang memprovokasi kader-kader PPP lainnya, pasati orang itulah yang telah dibayar. Pasti ada orang dalam yang dibayar untuk tidak setuju dengan putusan PPP oleh timnya (perantara) seorang tokoh yang nantinya akan dicitrakan baik di media.  Tokoh inilah yang pastinya akan selalu tampil sempurna diantara yang lain yang sedang mengurusi masalah internal. Anehnya kenapa baru sekarang diperdebatkan kekisruahan PPP, kenapa tidak dari awal-awal saja sebelum pemilihan legislatif.

Contoh lain seperti kasus pemberitaan nama Jokowi dalam soal UN, mana mungkin timses Jokowi atau simpatisan Jokowi membuat soal sebodoh itu. Belum lagi penjelekkan terhadap partai PDIP dengan menolak mengususngkan Jokowi maju karena tidak mampu mendongkrak suara PDIP di atas 25% suara. Belum lagi partai Golkar yang juga ternyata mengalami isu tidak satu suara antara kubu Akbar Tanjung atau ARB sebagai capres yang diusung dari awal. lagi-lagi kenapa baru sekarang diperdebatkan, kenapa tidak dari awal-awal saja. Dan masih banyak kasus berita lainnya jika mau dituangkan dalam tulisan ini.

Panwaslu pun bila perlu ditambah peran wewenangnya untuk melaporkan masalah kelicikkan para pelaku. Hal ini sangat mudah diinvestigasi dan dilaporkan bila perlu beri sanksi yang sangat jera jika hukum mampu berbicara tegas. Tapi entah mengapa, semua orang diam dan membisu melihat kejahatan yang nyata-nyata sangat merugikan. Kebanyak dari kita (yang harusnya dibuang jauh-jauh) hanya mendoakan semoga Sang Tuhan menghukum dengan balasan yang setimpal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun