Mohon tunggu...
N Shalihin Damiri (Bin)
N Shalihin Damiri (Bin) Mohon Tunggu... Penulis - Asal Madura

Bernama lengkap N Shalihin Damiri. Kelahiran Madura. Menulis hal-hal usil. Juga cerpen, puisi dan esai. Cerpen yang sudah dibukukan termaktub dalam Antologi Cerpen Majalah Ijtihad Nama Saya Santri (2014). Santri tulen. Sedang nyantri di PP. Sidogiri Pasuruan. Aktif di Majelis Sastra Kun!

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Sumpek

1 April 2016   01:58 Diperbarui: 1 April 2016   02:54 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tersebab perasaan yang sedang sumpek, luasnya alam ini terasa begitu sempit. Banyak hal yang awalnya sangat akrab, tiba-tiba saja menjadi begitu memuakkan. Orang yang dilanda perasaan sumpek, jarang sekali mau berbagi suka-duka. Makanya, banyak orang-orang seperti itu yang akhirnya menjadi pendiam.

Sumpek bukan sedih. Ia lebih menyerupai bingung, dalam artian sama-sama didasari oleh ketidakjelasan. Buntutnya, akan lahir sifat malas, diskomunikasi dengan keadaan, ketegangan, dan, tentu saja, dosa! Kenapa? Sebab sumpek lebih sering dilahirkan oleh pertentangan-pertentagan. Pertentangan hati dan tindakan, misalnya.

Seorang teman berkelakar, dalam keadaan sumpek, pujian istri tercinta terdengar seperti  nada paling sumbang. Bahkan, kata teman saya tadi, senyumannya terlihat seperti cemoohan. Saya pikir, kelakar itu ada benarnya, sebab dalam keadaan sumpek, seseorang sebenarnya tidak sedang ingin diganggu. Maka jadilah pujian terdengar sebagai cemoohan, seperti kata teman saya tadi.

Banyak kejadian di mana seseorang tiba-tiba saja menjadi pendiam dan bermuka muram. Saya kira ada banyak hal yang mengganjal hatinya. Bukan hanya kesumpekan, tapi juga perasaan berdosa—bisa juga berarti bersalah—yang semakin menumpuk. Dosalah yang membuat kita menjadi sangat sumpek. Perbuatan melanggar atau berdosa, selalu menggiring hati kita pada suasana tak nyaman.

Saya menulis catatan ini ketika perbuatan saya jauh bertentangan dengan suara hati dan aturan-aturan pesantren. Saya membuat dosa, dan dampak dari dosa itu, saya merasakan hidup seperti begitu sulit dijalani. Saya berdosa, dan karena itu saya sumpek!

Anda tahu, seorang yang biasa shalat berjamaah, tiba-tiba akan menjadi sangat sumpek hanya karena sekali saja tidak berjamaah. Begitulah. Maka untuk membuat hati kita selalu damai dan tentram, saya kira, ada baiknya jika kita terus beribadah, mendekatkan diri pada Sang Maha Pengasih dan memohon ampun.

Mari kita kembali sucikan diri!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun