Kini sedang hangat-hangatnya pemberitaan soal ormas yang melakukan sweeping atribut Natal. Siapa mereka? Ya… itu lagi itu lagi. Gak usah dikasih tahu. Itu tuh, yang cuma tiga huruf doang: F, P, dan I.
Please, sebelum lanjut, ada baiknya lepas dulu topi Santanya atau singkirkan segala benda berbau Natal di sekitar kalian. Takutnya, belum kelar baca, sudah diseruduk duluan sama mas-mas ganteng – yang lisannya tak pernah lepas dari zikir takbir.
Sebagai umat Islam, mari kita ber-husnudzon (apakah tulisannya benar?) kepada saudara kita seiman. Mereka tentu punya tujuan mulia di balik sweeping itu. Jangan ikut-ikutan mereka yang mainstream, dengan berkata: “Dasar ormas intoleran!”, “Ormas kurang kerjaan”, “Anti-Pancasila”, dan sebutan-sebutan lainnya.
Lalu, bagaimana bila kita sudah telanjur punya sikap demikian? Sebaiknya segeralah istighfar dan bertaubat.
Mengapa mereka melakukan sweeping? Pertama, karena ada fatwa MUI paling gress tentang pelarangan penggunaan atribut non-Muslim. So, mereka hanya melakukan sosialisasi ke masyarakat tentang hal ini dalam bentuk sweeping. Itu saja. Simple, bukan?
Jadi, kalian bisa mengerti gak sih, ini tuh tujuannya sosialiasi! Lha, kalau di TKP kebetulan ada atribut Natal, yah disita lah buat barang bukti. Kenapa? Karena mereka tidak mau dianggap setengah-setengah dalam menjalankan agamanya. Inget, udkhulu fi silmi kaffah.
Lagian, kalau pun dianggap salah, jangan salahkan ormasnya dong. Salahkan ehm… Ormas itu kan patuhnya sama ehm… Mereka kan, sudah jadi bagian gerakan nasional pengawal fatwa ehm…
Alasan kedua, wahai akhi-ukhti, mungkin tujuan mereka itu ingin menjaga akidah kita. Semakin hari, umat ini semakin tergerus akidahnya. Dulu, umat Islam jumlahnya 90% lebih. Sekarang? Tinggal 80-an persen saja. Itu pun kalau kalangan penggemar tahlil dan maulid dimasukkan. Yang murni-murni itu, tinggal sedikit.
Jadi, berdasarkan fakta itu, mereka berusaha sekuat tenaga melindungi akidah umat. Jangankan soal atribut Natal, pilihan roti dan saluran tipi saja bisa membuat seseorang murtad! Camkan itu baik-baik. Seharusnya akhi-ukhti mengerti soal ini.
Yang ketiga, mungkin mereka ingin menghindari tasyabbuh dengan umat lain. Apa kalian gak tahu ada hadis Nabi: barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka ia menjadi bagian dari kaum itu? Makanya, ngaji tuh sama ulama yang ikut Jumatan kemaren. Bahkan sudah ada yang anggap mereka seperti Khulafa ar-Rasyidin. Gak mungkin tersesat lah.
Jadi, mereka takut umat yang memakai atribut Natal akan hilang identitas keislamannya. Masa, ngaku Islam tapi kok pakai topi Santa? Muslim pakai peci dong. Yang item kaya Bung Karno, jangan kopiah putih. Nanti disangka tasyabbuh dengan Uskup atau Jawaharlal Nehru. Kalau muslimah yah mesti bercadar. Jangan cuma jilbab doang, nanti disangka tasyabbuh dengan biarawati-biarawati.
Itu semua salahtiga dari sekian banyak alasan yang mungkin terjadi. Intinya, jangan suka berpikiran jelek dulu terhadap apapun. Apalagi media-media itu kan senengnya menjelekkan FPI. Padahal, FPI itu kan Islam, dan Islam itu FPI. Jadi menjelekkan FPI itu sama dengan menjelekkan Islam. Fuh, pakai logika kaya gitu aja gak paham-paham.
Btw, ilmu logika itu buatan kapir bukan, ya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H