Ini mungkin terdengar agak klise: adakah seseorang yang membagi secara detail waktu yang dimilikinya, setiap harinya?
Kita semua tahu bahwa tersedia waktu 24 jam tiap harinya bagi semua orang. Akan tetapi kita – atau setidaknya saya seorang saja – sering tidak sadar waktu yang 24 jam itu telah, sedang, dan akan terus berlalu. Dan ketika hari telah berganti, barulah tersadar bahwa banyak sekali waktu yang terbuang percuma.
Banyak orang bijak mengatakan agar sebaiknya manusia membagi waktu tiap harinya. Ada yang membaginya per satuan jumlah semisal tiga bagian, empat bagian, enam bagian, dll. Ada yang membaginya per kegiatan semisal waktu untuk kerja, olahraga, bermain, istirahat, dsb. Ada juga yang membaginya per kelompok interaksi semisal waktu untuk pasangan, keluarga, teman, dsb.
Secara teori, semua itu sangat mungkin untuk dilakukan. Persoalannya sekarang, apakah mungkin ada orang yang serunut dan senurut itu terhadap waktu?
Agar tidak terlalu abstrak, mari kita coba satu per satu beberapa trik dalam membagi waktu di atas.
Per Satuan Jumlah
Taruhlah kita pakai pembagian waktu menjadi tiga bagian. Berarti masing-masing bagian mendapat jatah 8 jam. Bagian pertama untuk aktifitas rutin (kerja, kuliah, sekolah, dll). Bagian kedua untuk istirahat. Bagian ketiga untuk aktifitas lain-lain di luar kedua bagian itu.
Mari asumsikan pembagian waktu di atas untuk seorang kepala rumahtangga. Itu berarti – ambil sederhananya – delapan jam pertama harus ia prioritaskan untuk mencari nafkah. Misalkan, dari jam 8 pagi sampai jam 5 sore. Maka, akan tersisa satu jam untuk waktu istirahat. Sehingga, waktu untuk beristirahat tinggal 7 jam. Otomatis, ia telah menghabisakan sembilan jam pertamanya.
Pertanyaannya: apakah ia benar-benar memastikan telah bekerja penuh selama 8 jam (480 menit)? Jawabannya tentu tidak mungkin bisa. Ia hanya ‘merasa’ telah terpenuhi 8 jam-nya itu karena rutinitas saja. Ia tidak sadar bahwa ketika sedang membuat kopi, bergosip dengan teman sejawat, atau mungkin terlelap sekejap saja, ia telah kehilangan sekian menit dari 8 jam pertamanya.
Sekian menit yang – menurut pembagian waktu di atas – tersia-siakan.
Per Kegiatan
Cara ini biasanya ditempuh oleh orang-orang yang dilabeli super sibuk. Bisa artis, pejabat, ustad; artis yang merangkap jadi ustad; atau ustad yang kebetulan juga seorang pejabat.
Mereka biasanya meminimalkan waktu untuk istirahat. Kalau bisa hanya 3-4 jam saja seharinya. Bahkan tidak jarang, waktu istirahatnya itu digabungkan pula untuk waktu bersama keluarga.
Anggap saja jadwal tidur malam mereka dari jam 2 pagi s.d jam 6 pagi. Pertanyaannya: apakah di setiap harinya, ia bisa langsung tertidur tepat pada ’02.00’ dan bangun tepat pada ’06.00’? Jika tidak, lagi-lagi akan ada sekian menit dari 4 jam waktu tidurnya yang tersia-siakan.
Per Kelompok Interaksi     Â
Yang satu ini lebih sulit lagi untuk membayangkannya. Misalkan seseorang punya kebiasaan menyisihkan setidaknya satu jam dari 24 jam-nya bersama keluarga. Detail waktu seperti apa yang bisa ia susun? Apakah meniru model iklan di dalam sinetron, yang lima menit iklan di tiap 10 menit waktu tayang?
Jadi mungkin kira-kira akan seperti ini:
Sarapan pagi: 10 menit
Makan malam: 10 menit
Nonton TV bareng: 40 menit
Bila memang demikian, bukankah terlihat seperti kita yang diatur oleh waktu dan bukan sebaliknya?
Mungkin tiga skema pembagian waktu di atas tidak mewakili samasekali bagi sebagian besar orang. Tentu, masih banyak cara-cara lain yang dirasa tepat bagi masing-masing individu. Namun, saya yakin, semuanya akan tetap menghasilkan sesuatu yang serupa: kita terus-menerus kehilangan waktu tanpa kita sadari setiap harinya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H