Podcast Rhoma Irama punya pengaruh besar pada umat Islam. Jutaan fans Soneta menjadi penonton setia terutama setelah Bisikan Rhoma menyentuh masalah perbedaan pandangan sambung dan terputusnya sanad Bani Alwi (Ba'alwi) ke Rasulullah. Bang Haji sebetulnya ingin menengahi perselisihan ini sehingga mendatangkan dua sisi. Para ahli pun diundang di antaranya Ahli Filologi Unair Prof Menachem Ali dan ahli DNA BRIN Dr. Sugeung. Dua ahli tadi sepakat bahwa kajian Kiai Imadudin didukung data manuskrip dan hasil test DNA FamilythreeDNA.
Awalnya Bang Haji tersentuh oleh analisis Guru Gembul tentang hitungan usia yang tak logis bahwa Habaib di Indonesia turunan 38 atau 39 ke Rasulullah sehingga usia kehamilan rerata di usia 50 tahun. Akhirnya beliau konfirmasi pada Gus Rumail yang klaimnya diutus sebagai wakil Ba'alwi.Â
Lantas, data itu dikonfrontir Bang Rhoma (BR) dengan mengundang penulisnya langsung KH Imadudin dan lahirlah pemahaman baru tentang terputusnya klan ini ke Rasulullah. Untuk mencari kebenaran, BR lantas mengundang ahli-ahli termasuk mengirim surat ke Rabithah Alawiyah (RA) dengan tujuan keseimbangan informasi. Namun, Â sayang RA tidak bisa datang malahan meminta Bang Rhoma yang datang ke Bayt Daim di markasnya RA.
Dari sini, upaya baik BR menjadi liar ke mana-mana. Sejatinya saya menunggu bagaimana tanggapan resmi RA untuk mengcounter attack tesis Kiai Imad ini. Jika pun secara ilmiah belum dibuat tulisan ilmiah, saya kira RA bisa menjadi penyeimbang informasi agar konsumsi publik bisa setara.Â
Narasi emosional para muhibbin dan provokasi habib sejatinya mesti diredam dengan kedatangan RA yang tentu saja menggunakan kesempatan ini menjadi penting untuk umat. Ketawadhuan, keikhlasan dan keilmuan yang luas perlu ditunjukan di sini, toh BR bukanlah sosok yang antagonis, beliau hanya ingin meredakan semua perselisihan ini.
Jika saya RA, maka saya akan melakukan ini di hadapan BR:Â
(1) Menjelaskan RA sebagai organisasi nasab yang teliti dan apik. Semua parameter ilmu nasab digunakan dan hasil riset benar.Â
(2) Menyisir dua sisi prilaku atau konten ceramah habaib dari mulai 2015. Sisi yang sangat baik layaknya ulama sesuai syariat Islam dan sisi yang jadi oknum menjadikan nasab sebagai segala-galanya. Oknum ini harus diposisikan sebagai manusia, adapun "doktrin" atau pemahaman atas ahlul bait mesti diletakan dalam taklim yang jujur dan pemahaman yang dalam. Di mana letak salah di mana tafsir yang benar.Â
(3) Menekankan nasab adalah urusan keluarga besarnya, bukan urusan orang lain dan itu ranahnya privat. Ada pun ada kepercayaan publik bahwa nasab tersambung disilahkan, tidak pun tidak menjadi masalah.
(4) Jika nasab Rasulullah dipandang dari hukum maka ini sudah masuk syariat. Ada urusan zakat dan humus di dalamnya, tidak ada hubungan dengan status sosial dan ibadah lainnya. Sehingga nasab itu cukup syariat itu saja, sisanya jika ada muhibbin yang menghormati dan memuliakan itu adalah karena kecintaan yang murni dalam hati kaum muslimin, bukan karena kontennya yang salah.Â
(5) Jika pun ada tesis ilmiah tentang terputusnya nasab, silahkan itu dikaji secara ilmiah untuk masyarakat ilmiyah bukan masyarakat awam. Jikapun harus perdebatan ini diselenggarakan secara ilmiah maka butuh parameter yang sama tentang ilmu nasab. Apakah parameter kontemporer seperti kitab sezaman, dokumen eksternal dan DNA mau dimasukan atau hanya parameter ilmu nasab Syuhroh wal istifadhah yang jadi aturan.
(6) Syuhroh wal Istifadhoh telah membuktikan nasab Ba'lawi tersambung ke Rasulullah selama ratusan tahun. Itu cukup membuktikan bahwa nasab itu ada walau tidak ada ketersambungan kitab baik sejaman maupun dokumem eksternal. Jika dituntut kitab sejaman maka haruslah simpulan itu masih jadi tesis dan carilah kitab itu dengan dasar belum ditemukan.
 Apabila sampai hari ini belum ditemukan, maka bukan berarti tesis itu yang harus diterima dan mengabaikan syuhroh wal istifadhoh yang sudah berlaku ratusan tahun. Artinya, konsumsi ilmiah silahkan diperdebatan melalui cross check data satu sama lain tanpa mengubah tradisi ilmu nasab dan membuat parameter baru. Simpulan tak boleh gegabah diambil karena dampaknya domino.
(7) Jika keukeuh harus terbukti kitab sejaman yang menyatakan bahwa Ubaidillah bin Ahmad bin Isa itu harus tertulis, lantas adakah kitab sejaman yang menolak Ubaid bukan anak ahmad. Buktikan data kitabnya. Jika para ahli nasab menemukan kejanggalan, maka akan ada pula penolakan dalam waktu dekat sejaman.Â
Jika tidak ada maka perlu digali terus menerus data manuskrip hingga ketemu. Bukankah Kitab Fahrurrazi pun sejatinya ditemukan di gudang dan tidak dipublish namun menjadi landasan utama atas ketidak sambungan Ba'alwi. Dalam teori ilmiah, tidak ada kebenaran mutlak. Jika kebenaran selama ini masih menggunakan husnudzon, kenapa kita tidak mau berhusnudzon kembali dan menyelesaikan masalah parsial tentang prilaku Ba'alawi yang jadi latar belakang. Kenapa mesti digeneralisir?
(8) Jika parameter itu mesti test DNA dan dilaporkan sudah ada 120 orang Yamani ditest dan 12 orang Indonesi ditest terbukti haplogrupnya G. Interpretasinya adalah bukan Arab tapi dekat dengan Yahudi. DNA adalah sain dan dalam sains tidak ada kebenaran mutlaq.Â
Premis dan postulat sains kadang tidak bisa kebenaran absolut karena kesalahan metodologi dan juga paradigma. Mirip vonis medis sering tak sesuai dengan fakta. Kita tidak pernah tahu bagaimana haplo group itu didesain, caranya bagaimana datanya seperti apa sehingga bisa diputuskan. Bagaimana jika metodenya salah? Apakah bisa diterima? Artinya DNA pun adalah instrumen ilmiah yang tidak benar 100%.
(9) Jika konsensus masyarakat telah memutuskan parameter yang harus digunakan adalah DNA dan kitab sejaman dan terbukti belum ada bukti baru dan putusan perusahaan DNA yang tak sejalan dengan harapan Ba'alwi, lantas apa itu mesti dijadikan gunjingan publik? Kami tidak akan merasa terganggu jika pun sudah diputuskan oleh masyarakat toh umat muslim yang akan menentukan. Jika mereka masih cinta habaib ya terimakasih jika mereka sudah tidak cinta ya tidak apa-apa.Â
Kita akan instropeksi diri dan berserah pada Allah atas ujian yang kami terima. Sepanjang bangsa Indonesia berislam dengan baik, kami pun akan terus berdakwah demi tegaknya la ilaha illallah di bumi Nusantara ini. Jadi cucu Rasulullah ataupun tidak, ilmu adalah segalanya. Beres, kan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H