(6) Syuhroh wal Istifadhoh telah membuktikan nasab Ba'lawi tersambung ke Rasulullah selama ratusan tahun. Itu cukup membuktikan bahwa nasab itu ada walau tidak ada ketersambungan kitab baik sejaman maupun dokumem eksternal. Jika dituntut kitab sejaman maka haruslah simpulan itu masih jadi tesis dan carilah kitab itu dengan dasar belum ditemukan.
 Apabila sampai hari ini belum ditemukan, maka bukan berarti tesis itu yang harus diterima dan mengabaikan syuhroh wal istifadhoh yang sudah berlaku ratusan tahun. Artinya, konsumsi ilmiah silahkan diperdebatan melalui cross check data satu sama lain tanpa mengubah tradisi ilmu nasab dan membuat parameter baru. Simpulan tak boleh gegabah diambil karena dampaknya domino.
(7) Jika keukeuh harus terbukti kitab sejaman yang menyatakan bahwa Ubaidillah bin Ahmad bin Isa itu harus tertulis, lantas adakah kitab sejaman yang menolak Ubaid bukan anak ahmad. Buktikan data kitabnya. Jika para ahli nasab menemukan kejanggalan, maka akan ada pula penolakan dalam waktu dekat sejaman.Â
Jika tidak ada maka perlu digali terus menerus data manuskrip hingga ketemu. Bukankah Kitab Fahrurrazi pun sejatinya ditemukan di gudang dan tidak dipublish namun menjadi landasan utama atas ketidak sambungan Ba'alwi. Dalam teori ilmiah, tidak ada kebenaran mutlak. Jika kebenaran selama ini masih menggunakan husnudzon, kenapa kita tidak mau berhusnudzon kembali dan menyelesaikan masalah parsial tentang prilaku Ba'alawi yang jadi latar belakang. Kenapa mesti digeneralisir?
(8) Jika parameter itu mesti test DNA dan dilaporkan sudah ada 120 orang Yamani ditest dan 12 orang Indonesi ditest terbukti haplogrupnya G. Interpretasinya adalah bukan Arab tapi dekat dengan Yahudi. DNA adalah sain dan dalam sains tidak ada kebenaran mutlaq.Â
Premis dan postulat sains kadang tidak bisa kebenaran absolut karena kesalahan metodologi dan juga paradigma. Mirip vonis medis sering tak sesuai dengan fakta. Kita tidak pernah tahu bagaimana haplo group itu didesain, caranya bagaimana datanya seperti apa sehingga bisa diputuskan. Bagaimana jika metodenya salah? Apakah bisa diterima? Artinya DNA pun adalah instrumen ilmiah yang tidak benar 100%.
(9) Jika konsensus masyarakat telah memutuskan parameter yang harus digunakan adalah DNA dan kitab sejaman dan terbukti belum ada bukti baru dan putusan perusahaan DNA yang tak sejalan dengan harapan Ba'alwi, lantas apa itu mesti dijadikan gunjingan publik? Kami tidak akan merasa terganggu jika pun sudah diputuskan oleh masyarakat toh umat muslim yang akan menentukan. Jika mereka masih cinta habaib ya terimakasih jika mereka sudah tidak cinta ya tidak apa-apa.Â
Kita akan instropeksi diri dan berserah pada Allah atas ujian yang kami terima. Sepanjang bangsa Indonesia berislam dengan baik, kami pun akan terus berdakwah demi tegaknya la ilaha illallah di bumi Nusantara ini. Jadi cucu Rasulullah ataupun tidak, ilmu adalah segalanya. Beres, kan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H