Di media sosial hari ini masih terus dibincangkan perselisihan paham nasab Rasulullah. Utamanya mengerucut pada nasab Rasulullah untuk keluarga Walisongo dan keluarga Bani Alwi. Polemik ini tentu merembet ke mana-mana, terutama perebutan pengaruh.Â
Ditemukan makam bernama klan Ba'alawi di makam Walisongo pun menjadi perdebatan sengit, sehingga Walisongo dan turunannya seolah sekarang naik panggung kembali atau turun gunung untuk konfirmasi atau sekedar meredekan ketegangan.
Sejatinya Walisongo telah menancapkan kaki di bumi Nusantara dengan sejarahnya. Bahkan hampir semua perguruan tinggi Islam di Jawa diberi nama mereka. Di Jawa Bagian Barat, satu nama jadi dua Universitas di Jakarta dan Bandung: Syarif Hidayatullah alias Sunan Gunung Djati.Â
Di Jogja ada Sunan Kalijaga, Di Malang ada Maulana Malik Ibrahim, di Surabaya ada Sunan Ampel, di Kudus ada Sunan Kudus bahkan di Semarang disebut UIN Walisongo. Beberapa Perguruan Tinggi Swasta pun banyak menggunakan nama Walisongo dengan ragam nama. Bahkan, Simbol 9 bintang NU adalah mengacu pada Walisongo yang artinya Wali Sembilan atau Dewan Wali Sembilan.
Lantas, apa konstribusinya untuk nama besar itu? Apa hanya digunakan untuk katrol agar valid keislamannya? Atau agar karomah walinya bisa menebar berkah untuk warga yang menghormati wali itu? Itu semua untuk kita, lantas untuk wali-nya apa? Apa benar UIN Sunan Ampel telah merumuskan PT nya sebagai penghasil lulusan seperti wali Sunan Ampel?Â
Apa benar UIN Jakarta dan UIN Bandung memegang erat wasiat Sunan Gunung Djati tentang menitipkan masjid dan anak yatim? Apa ruh itu menjadi dasar penyelenggaraan PT? Adakah prodi khusus untuk kader masjid di Bandung atau Jakarta? Adakah beasiswa untuk Yatim di PT yang menggunakan nama besar Wali Syarif Hidayatulloh?
Jika jawabannya tidak atau belum, tentu PT itu menggunakan nama besar untuk dirinya tanpa berkonstribusi pada dakwah Walisongonya. Patut dicontoh di IAIN Kudus menginfiltrasi nilai kurikulumnya dengan istilah "GUSJIGANG". Akronim dari Bagus, Ngaji dan Dagang.Â
Bagus dimensi akhlak, Ngaji dimensi Pengetahuan dan Dagang adalah dimensi keterampilan. Mungkin IAIN Kudus menemukan tiga kata kunci untuk memanifestokan ajaran Sunan Kudus pada pengetahuan, keshalehan dan tradisi enterpreneurship untuk mahasiswanya. Ini sangatlah baik karena kearifan lokal tidak hanya dikomodifikasi untuk nama besar saja yang berdampak pada akar sejarah tapi nilainya pun menjadi ruh untuk identitas yang melekat. Lalu, apa konstribusi PT lain untuk nama walinya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H